Provinsi DKI Jakarta memiliki berbagai macam persoalan yang kompleks sehingga butuh pemimpin yang mampu dan berpengalaman dalam berbagai dimensi persoalan.
DKI Jakarta bukan tempat untuk mencoba-coba jika tidak memiliki modal dasar pengalaman yang kuat. Bukan juga hanya persoalan sopan-santun dan beretika yang dibutuhkan, tetapi butuh kemampuan, kecerdasan, keberanian, transparan dan anti korupsi.
Kalau hanya sebatas memiliki sopan-santun dan beretika banyak sekali contoh yang bisa kita jumpai dikomunitas penghuni binaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Anas Urbaningrum, Andi Malaranggeng, Lutfi Hasan Ishak, Surya Dharma Ali dan lain-lain.
Sopan-santun dan etika yang dimiliki mereka nilainya diatas rata-rata dan ditambah pemahaman agama yang tidak perlu diragukan lagi, apalagi mereka tokoh-tokoh nasional. Namun apa yang dimiliki mereka semua, tidak menjamin kesuksesan mereka. Fakta membuktikan mereka harus berurusan dengan KPK.
Begitu pula pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta, sosok pemimpin seperti apa yang harus dimiliki dan pantas atau tidak pantas dapat dilihat dari fase-fase apa yang dimiliki Calon Gubernur DKI Jakarta sebagai berikut:
Agus Belajar Melangkah
Calon Gubernur yang masuk fase “Belajar Melangkah” akan kesulitan dan akan tertinggal jauh dengan calon lain seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Beda kelas antara Agus Harimurti Yudhoyono (Agus) jauh dibawah Ahok dalam berbagai hal yang berkaitan dengan jabatan Gubernur.
Contoh konkrit yang kita jumpai adalah Jepang sibuk memasarkan produk teknologinya ke seluruh dunia, bangsa ini masih belajar bagaimana memproduksi teknologi tersebut. Jepang menguasai pangsa pasar dunia, bangsa ini baru memulai bagaimana memasarkan teknologinya di dunia.
Jadi, contoh diatas sebagai gambaran antara Agus dan Ahok bagaikan langit dan bumi sangat jomplang sekali, bukan bermaksud mengerdilkan Agus itu sendiri akan tetapi sebagai cambuk kita untuk tahu diri dalam posisi apa mesti dilakukan, apalagi berkaitan dengan calon pemimpin DKI Jakarta sebagai barometer Nasional.
Prestasi apa yang ditonjolkan kecuali pendidikan militer diluar negeri yang diperoleh hanya semata untuk menunjang kenaikkan pangkat secara instan, ditambah lagi sebagai anak Presiden waktu masih menjabat, tentu mudah saja untuk meraih apa yang diinginkan.