Apa yang paling sulit dalam menyelesaikan kuliah Doktor? Tugas? Mid? Final? Untuk saya pribadi untuk menuntaskan kuliah Doktor yang paling sulit adalah mengalahkan diri sendiri. Ada banyak alasan yang bisa membuat saya berhenti ditengah jalan.Â
Saya harus menyakinkan diri sendiri bahwa bagaimanapun semua akan berlalu, bahwa kesulitan-kesulitan, jalan terjal, airmata , emosi dan sebagainya yang mewarnai proses seperti ini juga akan  dialami siapapun yang memilih melanjutkan studi S3. Saya sibuk bertarung untuk menyakinkan diri kalau orang lain bisa harusnya saya juga bisa.Â
Tahun 2020, saya baru mengajukan judul disaat teman-teman sekelas sudah sibuk-sibuk mengurus wisuda. Sebagai manusia biasa, wajar dan normal kalau secara psikologi kita merasa begitu tertinggal.Â
Apalagi dalam proses ini ,  ada semacam "Gap"  dari lingkungan kita yang terbangun, baik itu di tempat kerja dan dalam support sistem kita bukan  seperti sesuatu yang nyata, tapi kadang-kadang, beberapa menjadi tidak ramah dan membangun jarak yang semestinya tidak perlu terjadi.Â
Banyak yang menjauh, bahkan ada yang memandang sinis, tidak sedikit yang mengolok-olok. Dalam situasi seperti ini saya selalu memegang prinsip" Tidak mengapa seluruh dunia ragu dan menjauh saya hanya cukup percaya pada diri sendiri bahwa saya akan bisa menyelesaikannya. Bukankah hidup ini seratus persen tanggung jawab kita? Yang wajib baik sama kita itu hanya kedua orang tua kita, orang lain punya prinsip dan standar dalam membantu dan menolong orang.Â
Jadi kalau ada orang  lain yang  baik sama kita itu hadiah dari semesta. Tidak perlu menyalahkan keadaan dan menjadikan orang lain  sebagai kambing hitam, hal itu hanya akan memperpanjang mata rantai penderitaan yang tidak dibutuhkan. Bukankah di proses perjuangan mereka kita juga tidak hadir disana? Kesadaran itu membuat saya cepat berproses untuk tidak membesar-besarkan hal-hal kecil.  Â
Saya kemudian berprinsip, "Disertasi yang baik adalah disertasi yang selesai." Â Prinsip dulu yang saya anggap hanya angin lalu saya tulis besar-besar dan saya tempel dikamar saya.
Masa-masa bimbingan adalah masa-masa ujian kesabaran. Terkadang  proposal disertasi yang kita anggap sudah sempurna dan sudah patut mendapat persetujuan pembimbing harus berbelok 180 derajat, dari proposal yang sudah siap,  judul yang tiba-tiba saja menjadi kurang pas dan harus berubah, yang mengharuskan kembali lagi ke titik nol.Â
Capek tentu saja tidak usah ditanya lagi. Jatuh bangun mencari jurnal juga punya kisah yang menarik. Malam-malam kurang tidur dan siang-siang yang dihabiskan untuk hunting jurnal-jurnal untuk referensi mewarnai diskusi panjang dengan pembimbing dan tentunya juga penguji.Â
Di proses-proses itu suka dan duka silih berganti, sakit, tidak semangat , beberapa kerabat berpulang, , down tanpa sebab, Â ditinggalkan orang-orang terkasih menjadi beberapa faktor yang membuat sedikit banyak disertasi terbengkalai.Â
Perlu upaya sungguh-sungguh untuk mengembalikan kesadaran agar bersemangat kambali. Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah menghadapi pembimbing butuh  seni tersendiri dalam menyelesaikan disertasi. Ini adalah  faktor kunci yang harus disadari. Pahami karakter pembimbing dan jangan pernah menjadikan pembimbing sebagai oposisi kita.Â