Covid 19, sekali lagi, terbukti menimbulkan pengaruh pada perilaku sosial. Kita sedang mengamati salah satu hal yang mengarah pada gejala politicophobia (fobia politik). Kontroversi penyelenggaraan pilkada di saat pandemi corona.
Tidak begitu jelas sebenarnya mengenai penyebab utama dari politicophobia ini. Apakah kesehatan yang termasuk keselamatan masyarakat atau oligarki? Memang kita semua pernah mengalami pengalaman buruk akan oligarki, problemnya adalah apakah demokrasi kita saat ini, atau pasca reformasi, tidak cukup kuat mengatasi oligarki.
Faktor Genetis?
Sangat jelas bagi kita bahwa pandemi covid-19 merupakan faktor lingkungan yang signifikan dari kecenderungan politicophobia. Orang masih membatasi diri atau bahkan masih enggan berkumpul mengadakan kegiatan saat bahaya corona belum juga lenyap. Sementara itu, oligarki yang tidak kalah pentingnya justru sering kali tidak kita periksa.
Masalah politik kita adalah oligarki. Hal ini dikarenakan oleh dua pokok. Pertama, ketidak sesuaian antar azas demokrasi dengan oligarki. Oligarki tetap saja menjustifikasi kekuasaan, meski eksesif, pada sebagian orang. Kedua, sejarah politik kita mengkonfirmasi alasan kenapa kekuasaan eksesif oligarki tidak cocok dan malah harus ditolak, yakni, ketidak adilan dan kesenjangan ekonomi.
Kudua alasan tersebut membentuk DNA bangsa Indonesia. Oleh karena itu, demokrasi merupakan jenis kukuasaan yang paling sesuai dengan bangsa Indonesia. Yakni bahwa secara genetis bangsa Indonesia adalah bangsa yang demokratis dan akan merasa seperti terancam apabila berada dalam kondisi yang non-demokrasi
Demokrasi Kita di Tengah Pandemi Covid 19
Kendati demikian, kita melihat kecenderungan gejala politicophobia sebagai berikut: penyelenggaraan pilkada, sebagai praktik demokrasi, berubah menjadi berbagai macam ketakutan dan kecemasan. Â Di antaranya:
1. Ketakutan soal ketidakadilan. Misalnya, pilkada dianggap tidak lagi demokratis melainkan sudah oligarki, karena direkayasa sedemikian rupa agar menguntungkan koalisi.
2. Kecemasan ekonomi. Misalnya, efisiensi penggunaan APBD yang hanya diperoleh dengan adanya pemilihan kepala daerah (terutama pada saat resesi).
3. Kecemasan akan kestabilan politik, hingga kecemasan terhadap isu makar. Terancamnya kestabilan politik apabila penyelenggaraan pilkada ditunda.