Padahal, secara popularitas, paslon 1 lebih dikenal masyarakat. Hendi pernah menjadi Wali Kota Semarang pada 2010. Andika sebagai mantan Panglima TNI juga lebih dikenal secara nasional. Tapi, kalau suara paslon lain lebih unggul, apalah mau dikata. Tangan-tangan elit tak terlihat lebih berkuasa dari rakyat jelata.
Lantas, haruskah kita acuh?
Diam atau acuh bukanlah mental pejuang. Seperti kutipan terkenal berikut,
“Sebaik-baiknya pertahanan adalah yang dilakukan dengan menyerang” -- Tan Malaka
Untuk melawan tangan-tangan jahat yang menodai demokrasi bangsa ini, acuh atau diam bukanlah pilihan.
Melawan, itulah pertahanan terbaik. Bukan dengan menggerakkan aparat atau orang-orang yang di dalam kekuasan. Lawan dengan cara-cara yang sopan, tidak melanggar hukum maupun etika. Kita dalam apa pun porsi dan perannya bisa melawan dengan jari kita.
Memilih calon bukan karena fanatik pada pribadi, bukan karena tebalnya amplop yang diterima, bukan pula karena intimidasi dari pihak mana pun. Tapi, memilih dengan sadar, bahwa setiap suara kita adalah bentuk perlawanan.
Pilih, coblos kandidat yang lebih baik di antara yang sangat tidak baik. Bagaimana kalau kita melawan, akhirnya kalah? (Paslon lain menang, dengan cara curang)
Kita sudah berjuang secara bermartabat, saudaraku.
Esok, hasil penghitungan suara akan segera keluar. Apa pun hasilnya, ayo kembali berjuang di porsi masing-masing. Tak usah baper. Cicilanmu masih panjang kan? --KRAISWAN