Papan menjadi kebutuhan dasar manusia selain pangan dan sandang. Manusia disebut sejahtera kalau setidaknya ketiga hal itu bisa terpenuhi.
Ada orang yang masih muda, kariernya bagus, sudah bisa mencicil rumah, tapi sampai banyak usianya belum punya pasangan. Sebaliknya, ada yang sudah menikah dibelain pindah-pindah kontrakan sampai punya anak, belum juga punya tempat tinggal tetap.
Ada juga yang sudah berkeluarga, penghasilan besar, berasal dari Kota A, tapi tinggal dan bekerja di Kota B. Keluarga ini galau, apakah mau tetap mengontrak atau membeli rumah. Membeli rumahnya di Kota A supaya bisa untuk pensiun, atau di Kota B untuk tempat tinggal saat ini.
Contoh-contoh fenomena di atas menjadi bukti bahwa hidup manusia tidak ada yang sempurna. Tak perlu kita iri dengan kesuksesan orang lain dengan menjadikan materi sebagai tolok ukur, padahal masing-masing ada kekurangan dan kelebihannya. Wang sinawang, yang terlihat mata belum tentu demikian realitanya.
Tetapkan target
Hidup ini harus punya target, atau sebutlah tujuan. Setelah lulus SD, lanjut ke jenjang SMP, SMA, lalu kuliah. Lulus kuliah, harus menargetkan untuk mendapat pekerjaan yang mapan, dan menabung. Setelah dirasa punya cukup tabungan, apakah mau menyenangkan orang tua dan diri sendiri, membeli rumah dulu atau justru menikah.
Buat target yang terukur sesuai kemampuan masing-masing. Misal kita masih lajang, punya cukup gaji untuk membeli barang-barang keperluan, termasuk membeli rumah. Tidak ada salahnya punya rumah dulu sebelum menikah. Asalkan segera membuat target berikutnya, yakni menikah (kalau panggilannya menikah).
Aku dan pacarku punya target menikah dua tahun setelah pacaran. Faktor pendukungnya yakni sudah lama mengenal sejak mahasiswa, sudah mendoakan kriteria Pasangan Hidup, sudah sejalan, dan--tak boleh ketinggalan--faktor usia.
Alih-alih berfokus pada punya rumah duluan, kami memilih untuk menikah, membina rumah tangga. Nanti setelah nikah tinggal di mana? Itu yang akan jadi target berikutnya untuk kami capai.