Kelak, jika aku pensiun sebagai guru, bagaimana murid akan mengenangku? Guru yang galak, membosankan saat mengajar, ajarannya susah dipahami, menyebalkan, atau justru diapresiasi...?
Aku juga tidak berharap semua murid menyukaiku. Selain mustahil, menyenangkan semua orang adalah pekerjaan menjaring angin. Sia-sia dan melelahkan.
Apalagi bagi murid. Bagi seorang murid, guru A mungkin menyenangkan karena satu hal, sedang guru B membosankan karena satu hal. Sedang murid lain, guru A terlalu banyak bicara, berbeda dengan guru B yang suka mendengar pendapat para murid.
Murid lainnya lagi mungkin menganggap, guru yang menyenangkan adalah guru yang bisa menyajikan permainan, kuis atau ice breaker dalam setiap pelajaran. Tapi, tidak mungkin guru menyenangkan semua murid.
Alih-alih menyenangkan, tugas utama guru adalah mengajar dan mendidik. Di sekolah, tugas utama murid di sekolah ya belajar. Kalau mau bermain ya saat istirahat, atau di luar jam sekolah. Sesekali, guru memang perlu mangadakan game atau kuis kecil.
Aku tidak pandai mengajar. Membuat kegiatan pembelajaran yang menarik juga tidak jago-jago amat. Tapi sebisanya aku menempatkan diri. Ada kalanya serius, ada kalanya santai. Prinsipnya, meminjam istilah temanku, serius-santai-selesai.
Awal bulan September aku menulis kisah tiga muridku yang unik (baca: kurang disiplin) di kelas. Di balik keunikan mereka, aku melihat ada bara (kasih) dalam diri mereka, natural sebagai anak-anak. Ketiga anak tersebut bernama, sebut saja, Andri, Kana, dan Dino.
Kana pernah aku tegur di depan teman-temannya karena berbisik dengan teman sebelahnya saat aku menjelaskan. Sudah begitu ia tidak mengerjakan tugas yang aku berikan untuk dikerjakan berkelompok.
Atas teguran itu, kukira Kana akan sakit hati padaku dan menganggap aku guru yang galak dan menyebalkan. Di lain hari, di luar dugaanku, Kana justru memberikan sebungkus cokelat padaku. "Aku membawa lebih kok, Mister," katanya saat aku bertanya kenapa ia memberiku cokelat.
Beberapa hari ini aku kembali menegur seorang murid laki-laki, namanya Andri. (Masih tokoh yang sama dari trio di artikelku sebelumnya.) Andri ini cukup fasih berbahasa Inggris, tapi suka stres kalau pelajaran bahasa Indonesia.