Katanya, Kris turut merasakan pergumulan yang dialami Yanti, terlebih terkait kondisi perekonomian keluarganya. Biarkan Yanti fokus mendapat pekerjaan dulu. Namun, syarat ini tidak Yanti sukai. Bukan karena Yanti takut tidak mendapat pekerjaan. Sejak awal ia beriman Tuhan yang akan menyediakan pekerjaan.
Kris meyakini Yanti adalah sosok yang sesuai dengan kriteria Kris, meski tidak langsung dibukakan di awal. Selama waktu berdoa bersama, perasaan Kris pada Yanti tidak berubah. Sudah mantab. Tinggal menunggu pendapat Yanti.
Di titik ini, di warung makan sore itu, Kris tetap menjadi pribadi culun karena sebagai laki-laki tidak berani memulai pembicaraan. Misalnya, "Apakah kita akan berpacaran sekarang?" Maklum, belum pernah pacaran.
Kami sama-sama tahu arahnya, tapi untuk mengungkapkan isi hati susah bukan main. Lidah Kris kelu untuk berkata-kata di depan Yanti. Apa yang terucap justru berbeda dengan yang dipikirkan.
Daripada terus berada dalam ketidakjelasan, akhirnya Kris nekat bersuara. "Jadi, bagaimana tahapan relasi kita selanjutnya, Yan?" Yanti malah balik bertanya, "Lha mau gimana?" Gubrak! Ini dua orang kok sama berbelitnya ya...?
Nampaknya, Yanti mengharap Kris yang berinisiatif dalam pembicaraan ini. "Kita kan sudah melewati waktu doa bersama. Berarti... kita pacaran kah?" ada rasa grogi saat melontarkan kalimat ini. Tidak ada jawaban dari Yanti. Apa maksudnya?
Entah malu atau gengsi, Yanti justru menjawab dengan anggukan lembut. Apakah itu artinya "Yes"? Ingin rasanya Kris berteriak saat itu, akhirnya punya pacar!!! Tapi urung kulakukan. Itu di dalam ruangan, banyak pengunjung. Nanti dibilang katrok (norak).
Untuk sekian detik, Kris merasa seperti inikah rasanya surga? Indah. Tenteram. Bahagia.
Akhirnya, kami pacaran. Ini adalah peristiwa bersejarah. 12 Maret 2018 barulah awal dimulainya kisah kami dalam tahap pacaran. Masih banyak 'goliath' yang mengantri untuk dihadapi.
Dalam 33 hari setelah dari kampung, Yanti dipanggil untuk bekerja di Jakarta. Puji Tuhan! Mulanya Yanti tidak suka bekerja kantoran. Namun, dalam pergumulan berikutnya, ia lebih terbuka. Lagi pula, tempatnya bekerja adalah home industry, bukan perusahaan besar.
Komitmen berpacaran, sudah. Pergumulan tentang pekerjaan Yanti, sudah. Tapi hadir pergumulan lain. Sebab itu artinya kami akan kembali LDR... Nasib, nasib. Sejak dari kenalan, PDKT sampai doa bersama kami tinggal berjauhan. Kini, pertama jadian juga langsung LDR. Sanggupkah kami menjalaninya?