Kini, aku memutuskan (dengan sadar penuh) berani berpacaran. Pertama, sudah cukup umur (26 tahun), cukup dewasa, matang emosional dan bisa bertanggung jawab untuk menjalin relasi dengan lawan jenis.
Dari pengalaman sebelumnya---yang kebanyakan pahit---telah membentuk Kris menjadi pribadi yang makin dewasa. Lebih siap berkomitmen dengan seorang yang kelak akan aku nikahi. Orang yang berkomitmen berarti punya perencanaan dan tujuan yang jelas, bukan disetir oleh perasaan sesaat. Apalagi hanya ikut-ikutan.
Kedua, Kris sudah bekerja dan memiliki pendapatan sendiri. Bisa dikatakan mandiri secara ekonomi, meski tinggalnya masih menumpang orang tua. Aku bertekad akan menabung untuk membiayai pernikahan bersama pasangan kelak.
Sebelum mengisahkan tentang keputusan untuk berpacaran, kami akan membagikan beberapa tips untuk memilih dan menemukan pasangan hidup yang tepat. Ini sekedar tips, bisa jadi tiap orang punya pandangan dan cara yang berbeda.
Yang pertama-tama perlu disepakati adalah apa definisi pasangan hidup. Bagi orang kebanyakan, konsep "pacar" lebih populer dan mudah dicerna daripada "pasangan hidup". Pacar mengacu pada relasi dengan lawan jenis yang dekat, nyaman dan spesial.
Saking dekatnya, dalam relasi berpacaran ini bisa saling berbagi rahasia maupun kepemilikan dalam hidup. Kalau kebablasan, berhubungan badan duluan sebelum menikah. Kalau cocok, lanjut menikah. Jika tidak, tinggal ganti yang lebih baik. Anda setuju?
Namun, konsep yang lebih cocok bagi kami tentang persiapan pernikahan adalah pasangan hidup. Secara harafiah, pasangan hidup adalah seseorang (lawan jenis ya!) yang dengannya kita akan menghabiskan waktu hidup yang Tuhan percayakan sampai maut memisahkan. Tidak boleh asal ganti kalau tidak cocok. Maka, untuk menemukan pasangan hidup harus disiapkan dengan baik.
Aspek yang juga menjadi pembeda adalah mendoakan. Dalam berpacaran, asal tertarik, suka, langsung tembak. "Mau ndak jadi pacar aku?" Biasanya, kalau panik atau sungkan, akal sehatnya tidak berfungsi. Jadi ya diterima saja. Tujuan pacaran apa, itu soal belakang. Kan doi yang nembak duluan. Tak heran hubungan dalam pacaran hanya putus-nyambung.
Sedangkan dalam mencari pasangan hidup, harus didoakan dengan tekun dan sungguh-sungguh. (Doa pribadi, mengungkapkan perasaan, doa bersama, keputusan pacaran atau tidak.) Allah yang menciptakan lembaga pernikahan yang kudus, seyogianya kita harus meminta pimpinan-Nya untuk menemukan orang yang tepat yang akan kita nikahi.
Dalam proses mendoakan pasangan hidup, yang diutamakan adalah apakah doi sesuai kehendak Tuhan atau tidak sebagai pasanganku. Kehendak Tuhan yang diutamakan, bukan keinginan diri. Jika tidak sesuai kehendak Tuhan...? Bisa jadi hidup dalam pernikahan hanya berisi derita, dosa bahkan ujungnya bercerai. Anda mau menikah untuk bercerai?