Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pembelajaran Tatap Muka Penuh, Tantangan dan Kesempatan

29 Juli 2022   15:15 Diperbarui: 4 Agustus 2022   09:50 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melakukan gerakan "kepala, Pundak, lutut, kaki" | dokumentasi pribadi

Ini adalah minggu kedua sekolah kami (jenjang SD) melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Sekolah kami menerapkan lima hari pembelajaran, Senin-Jumat, sampai jam 3 sore.

Tahun pelajaran 2022/2023 diawali dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Jujur, aku secara pribadi tak sanggup membayangkan, bakal seperti apa dan bagaimana pembelajaran ini nantinya. 

Secara, dua tahun ini pembelajaran daring. Beberapa bulan belakangan pembelajan tatap muka terbatas, murid hanya 3 jam di sekolah. Kini murid kembali ke sekolah dari jam 8 pagi hingga jam 3 sore.

Ketidaksanggupan melihat masa depan ini mirip dengan kondisi di awal pandemi di Indonesia, awal 2020. Banyak yang tidak siap dan bingung. Secara mendadak, kami harus mengubah metode, sistem dan pola pembelajaran. 

Bagi guru muda (yang sudah melek teknologi) pun harus tetap belajar. Apa kabar dengan guru angkatan lansia yang terbiasa mengajar klasikal satu arah?

Kini, saat pandemi mulai mereda dan terkendali, pembelajaran tatap muka penuh kembali diterapkan, dengan tetap memakai masker. Otak dan tubuh kembali berontak karena tatanan rutinitas yang sudah mapan kembali dirombak.

Dulu, tiga jam menangani murid, setelah itu agak longgar untuk mengerjakan administrasi, atau berdiskusi dengan rekan kerja. Sekarang dari pagi sampai sore akan bersama murid. 

Jam mengajar sangat padat, khususnya mapel Tematik jadwalnya setiap hari. (Implementasi Kurikulum Merdeka baru diterapkan di kelas 1 dan kelas 4)

Di sekolah kami, wali kelas bertugas menunggu murid saat makan snack dan makan siang. Lalu berkomunikasi pada orang tua saat penjemputan. Bagi guru yang non-wali kelas mendapat tugas piket sebagai pengecek suhu, pengarah untuk cuci tangan serta menunggu anak-anak bermain di play ground.

Ada jeda dua-tiga jam pelajaran dipakai sebentar untuk bernafas, minum atau sekedar melihat pesan WA. Lainnya, kembali menangani para murid. Kebayang kan capeknya?

But, show must be go on...

Masa MPLS selama empat hari (Senin-Kamis) cukup menjadi pemanasan bagi kami sebelum kembali berinteraksi langsung dengan para murid. Di hari Jumat, ada pertemuan orang tua untuk sosialisasi terkait pembelajaran.

Senin mendatang, siap atau tidak siap; guru dan murid harus melanjutkan pembelajaran tatap muka penuh. Bagaimana kami memulai? 

Bagaimana guru dan murid kembali beradaptasi, terlebih mapel Tematik yang jadwalnya setiap hari? Ini menjadi tantangan yang tidak mudah. Namun juga kesempatan untuk melakukan eksplorasi.

Berikut ini beberapa contoh aktivitas, metode, kiat yang bisa dilakukan agar guru maupun murid bisa cepat beradaptasi dengan pola yang baru (seperti sebelum pandemi). Syukur-syukur murid bisa betah di sekolah sehingga kegiatan sampai jam 3 jadi tidak terasa.

Menempelkan bendera negara pada peta

Mengajar itu tidak mudah. Emak-emak yang anaknya belajar jarak jauh saksinya. Terlebih jika materinya sulit, murid tidak konsentrasi, suasana kelas tidak kondusif; ambyar sudah.

Mapel Tematik (K-13) adalah mapel non-eksak. Materi berbentuk teori, tidak semenyeramkan Matematika. Tapi bagi sebagian murid, mapel hafalan menjadi momok tersendiri.

Menempel bendera negara Asia Tenggara dalam pelajaran Tematik | dokumentasi pribadi
Menempel bendera negara Asia Tenggara dalam pelajaran Tematik | dokumentasi pribadi

Pada Tema 1, muatan IPS membahas negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Metode seperti apa yang cocok untuk materi ini? Menghapal nama-nama ibu kota, mata uang, bahasa, etnis, agama di negara-negara...? Menggambar peta buta? C'mon, this is era of internet!

Aku mencetak peta ASEAN dalam format poster (2x2) berwarna berbeda untuk tiap negara, dan bendera negaranya, lalu mengalasi dengan potongan kardus. 

Setelah menyaksikan video di Youtube tentang negara-negara ASEAN, aku meminta anak-anak menempel bendera sesuai geografisnya. Meski sederhana, ini cukup menarik buat para murid.

"Kepala, Pundak, Lutut, Kaki"

Di sekolahku, tiap jenjang dibagi dua yakni "Glowing" dan "Sparkling". Untuk guru Tematik, dengan rerata jam mengajar 6 JP, setelah mengajar di satu kelas, langsung di kelas satunya. Capek fisik dan pikiran karena berbicara lantang di kelas, tidak langsung siap mengajar.

Untuk sedikit mengurai kelelahan, aku mengajak anak-anak untuk melakukan gerakan sederhana. Biasanya aku mengajak mereka melakukan "Tepuk PPK", "Tepuk Semangat", atau "Tepuk Pramuka". Kali ini aku mengajak mereka melakukan gerakan baru, yakni "Kepala, Pundak, Lutut, Kaki".

Melakukan gerakan
Melakukan gerakan "kepala, Pundak, lutut, kaki" | dokumentasi pribadi

Anda tahu gerakan ini kan? Secara bertahap, aku menambah tempo, dan mengubah gerakan tangan yang berbeda dengan ucapan di mulut. Kebanyakan murid akan salah, melihat gerakan tangan guru, harusnya mengikuti apa yang diucapkan. Kelas pun mencair...

Melakukan pengamatan melalui gambar

Pada muatan PPKN, materinya adalah penerapan sila-sila Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Alih-alih meminta mereka menyalin isi buku, aku meminta mereka menyelidiki gambar.

Pengamatan melalui gambar | dokumentasi pribadi
Pengamatan melalui gambar | dokumentasi pribadi

Di summary yang sudah dibuat guru, ditampilkan beberapa kegiatan dalam gambar berwarna. Murid harus menyelidiki apa kegiatannya, lalu menganalisa apakah kegiatan tersebut sesuai dengan sila Pancasila atau tidak. Jika sesuai, sila ke berapa? Ini juga cukup seru, anak belajar melalui gambar.

Mengenalkan permainan tradisional

Dua tahun belajar daring para murid tentu makin mahir menggunakan gawai. Namun, gawai tidak akan pernah menggantikan interaksi sosial. Padahal banyak permainan tradisional yang memiliki filosofi mendalam serta menarik untuk dilakukan.

Cublak-cublak suweng | IG/sd_bethany
Cublak-cublak suweng | IG/sd_bethany

Pada Pelajaran Bahasa Jawa kelas 5, sang guru mengajak murid melakukan permainan cublak-cublak suweng. Satu anak tengkurap dengan bersandar utut dan kedua siku menyentuh tanah, kepala menghadap lantai. 4-6 anak lain meletakkan tangan terbuka di atas punggung temannya, lalu pada salah satunya akan disembunyikan biji. Si anak yang menunduk harus menebak di mana letak bijinya.

Makna permainan ini yakni jika mencari harta/ kekayaan janganlah menuruti hawa nafsu, semuanya harus kembali pada hati nurani yang bersih. Anak-anak juga tertarik melakukan permainan ini.

Penutup

Semoga kita semua sebagai komponen pendidikan, baik guru, murid dan orang tua bisa terus beradaptasi di tengah dunia yang dinamis ini. Esensi pembelajaran harus dicapai dengan inovasi dan kiat-kiat yang konsisten. --KRAISWAN

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun