Jauh-jauh ke Bogor, tujuan utamaku bukanlah mengunjungi Kebun Raya Bogor. Ada hal yang lebih penting, bahkan dibilang paling penting untuk dibereskan. Sebab, bakal menentukan masa depan Pasangan Hidupku.
Hujan telah menahanku cukup lama di rumah kontrakan doi hingga petang. Kami sudah mengobrol ngalor-ngidul. Adzan maghrib selesai berkumandang, hujan pun pamit. Mengisyaratkan bahwa aku harus berbicara. Menyampaikan tujuanku datang ke sini.
Jika ada kata yang paling tepat mewakili perasaanku saat itu yakni 'galau'. Hatiku bergejolak hebat. Bilang ke doi ndak ya? Kalau tidak bilang, rugi datang jauh-jauh ke Bogor dengan tiket mahal. Jika bilang, takut ditolak (lagi).
Semakin lama aku berpikir, semakin membuang waktu, semakin galau dan tidak mendapat hasil. Cowok macam apa aku ini? Tinggal ngomong kok susah banget. Mbok ya jadi cowok itu yang tegar gitu lho...
Doi sudah bersiap memakai jaket, hendak menyiapkan motor. Entah dapat keberanian dari mana, di teras dengan penerangan lampu sekitar 9 watt, akhirnya aku bicara. "Yan, sebelum aku pamit, bisa duduk sebentar, aku mau ngomong. Penting."
Nah kan bener, ada maunya kawan ini datang ke sini. Tidak mungkin cuma mau main ke Kebun Raya Bogor. Kira-kira begitu doi merespons dalam hati.
Yanti pun duduk di sampingku. Serius, aku bingung harus ngomong mulai dari mana, padahal sudah seharian bersama. Lidahku terasa kelu, berat untuk berkata-kata. Jika diibaratkan, kondisiku seperti anak kecil yang ketahuan memecahkan kaca jendela tetangga waktu main bola. Hanya bisa menunduk diam. Sampai akhirnya...
"Sejujurnya, dalam beberapa bulan terakhir aku sudah mendoakan kamu sebagai Pasangan Hidupku. Tujuanku datang ke sini adalah untuk menyampaikan isi hatiku. Aku juga ingin tahu, apakah kamu sedang mendoakan, didoakan/ bergumul dengan orang lain, atau betulan memang ingin selibat?
Kamu tidak harus menjawab sekarang. Yang penting aku sudah menyampaikan isi hatiku. Namun aku berharap kamu segera memberikan tanggapanmu."
PLONG rasanya. Meski belum mendengar sepatah kata pun respons Yanti, aku merasa lega sudah mengeluarkan ganjalan dalam hati. Beban berat yang menimpa pikiran ini sudah terlepas sebagian. Setidaknya aku bisa pulang dengan langkah sedikit ringan, tidak terbelenggu oleh rasa penasaran dan ketidakjelasan yang bisa berujung penyesalan.