Kali kedua Bembi mendapati tindakan yang sama, oleh murid yang juga sama. Si murid asal masuk serasa di rumah sendiri, bedanya si guru tidak di tempat. Bembi sudah mengingatkan, "Excuse me..." Tidak direspons. Bersama Bembi, di ruangan ada tiga guru perempuan, juga mengingatkan si murid. Tapi ditanggapi setengah hati, "Mau ambil ini." (Sambil menunjukkan HP-nya)
Sebelum meninggalkan ruangan, teman-teman Bembi kembali mengingatkan, "What should you say?" "Bye!" Bembi menggelengkan kepala, terlampau heran. Teman-teman Bembi berdecak "kagum". Ini anak kalau di rumah apa tidak diajari sopan santun? Apakah mentang-mentang anak guru bisa semaunya?
Perilaku seperti ini jika dibiarkan bisa membuat anak manja dan tidak disiplin. Jika si anak melanggar tata tertib (misal terlambat, tidak mengumpulkan tugas) akan berlindung di balik ayahnya, "Ayahku kan guru!". Repot kan...
Mengajari sopan santun anak memang tidak mudah. Perlu kerja keras dan komitmen. Anak ini masih duduk di kelas 2 SD, masih kecil. Tapi justru sejak kecil harus diajarkan sopan santun. Jika tidak sekarang, kapan lagi?
Kita sering mengajarkan para murid tiga kata ajaib "Terima kasih, Maaf, Tolong". Kenapa ajaib? Karena jika kata sederhana itu diucapkan dengan tepat bisa menimbulkan keajaiban berupa kesenangan telinga yang mendengar. Menciptakan ketertiban dan situasi harmonis pada lingkungan. Sebaliknya, jika diabaikan membuat kita tidak nyaman, sebal dan jadi jengkel.
Anak mau sepandai apa pun, jika tidak punya sopan santun percuma. Ia bisa menyebabkan kekacauan dan kerugian untuk diri sendiri dan orang lain. Terlalu banyak orang pandai di dunia ini, tapi perilakunya merusak. Biar tidak pandai tapi tahu sopan santun, pasti akan dihormati orang lain dan dipuji banyak orang. --KRAISWAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H