Di area parkir motor, panitia sudah menyiapkan sejumlah kursi untuk antri. Setelah mengisi formulir di meja pendaftaran, peserta bisa menempati bangku sesuai urutan duduk. Ada tiga baris yang diatur berjarak. Tiap baris ada sekitar 15 kursi.
Peserta yang di urutan depan adalah mas-mas OB gereja. Mereka rajin sekali, sudah antri sebelum petugas Puskesmas datang. Menunggu sekitar 20 menit, petugas pun datang. Panitia mengarahkan, peserta di bagian depan akan ditensi lebih dulu, per empat orang. Aku ada di bagian agak tengah, jadi ada di kloter keempat atau lima. Mekanisme: jika peserta sudah meninggalkan bangku untuk ke meja tensi, orang yang di sebelah kanan bergeser tempat duduknya.
Nah, satu bangku di ujung kiriku kosong, baru aku berdiri, seorang ibu memakai jeans, polo pink dan sepatu kets menyerobot tanpa dosa. Aku pun gemas, ini ibu tahu sopan santun atau tidak ya? Emang dia saja yang punya kepentingan?
Disebabkan seragam batikku sama dengan yang dikenakan kepala sekolah---yang ikut mengawasi---dan nametag, aku menahan untuk tidak marah. Nama lembaga taruhannya. Masih untung ibunya bermasker, jika tidak aku akan bersuara. Aku juga teringat, dua hari lalu mengajar anak-anak tentang sabar. Inilah waktu untuk praktik. Gampang? Susah pooolll!
Kejengkelanku seolah terbayar kemudian. Agak lucu sih. Giliranku pun tiba dipanggil ke meja tensi. Ibu baju pink yang tadi menyerobot antrianku masih di sana, padahal sudah ada 3-4 orang sebelum aku. Kenapa gerangan? "Tensinya tinggi bu, 200. Istirahat dulu di sana ya, nanti ditensi lagi," ujar nakes. Sudah dua kali ibu itu ditensi.
Salah satu panitia bahkan menasihati supaya ibu ini sarapan dulu sambil minum teh hangat---yang mana tidak disediakan panitia. Yang sabar ya bu....
Aku pun segera disuntik, mak nyus! Mantab! Sudah dapat dosis ketiga, puji Tuhan! Aku meminta izin kepala sekolah untuk kembali ke ruanganku. Tapi aku diminta menunggu di kursi tunggu, antisipasi kalau ada KIPI.
Baca juga:Â Akhirnya Vaksin Kedua, Ini 3 Kebahagiannya!
Entah apa namanya, azab, karma atau apa pun itu, ibu polo pink yang menyerobot antrianku tadi malah mengikutiku. Niatnya pengen lebih cepet, tapi malah aku selesai duluan. Meski mulut tertutup masker, aku hanya berkata, "Hmm... Jangan suka menyerobot ya bu, nanti tak jadi berkat loh..."