Mohon tunggu...
Kraiswan
Kraiswan Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Natal di Tengah Pandemi, Bukan Halangan untuk Berbagi

30 Desember 2021   22:22 Diperbarui: 30 Desember 2021   22:29 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bingkisan kue Natal | dokumentasi pribadi

Empat belas orang menjarah gerai fashion mewah Louis Vuitton di OakBrook, Illionis, AS menjelang perayaan Natal. Para pengunjung yang hendak masuk toko memilih menghindar berikut penjaga toko. Setelah melakukan aksinya, para pelaku melarikan diri menggunakan tiga buah mobil. (news.okezone.com)

Kejadian ini tentu bertolakbelakang dengan makna Natal yang penuh kasih dan perdamaian.

***

Natal yang diperingati setiap tanggal 25 Desember selalu memberi kesan istimewa bagi orang di seluruh dunia, khususnya umat Kristen. Lagu-lagu Natal, pohon terang, dekorasi warna-warni, berupa-rupa makanan, bermacam kado, ibadah dan perayaan, tampilan anak-anak Sekolah Minggu, proyek berbagi dan tak ketinggalan: pakaian baru.

Dari kesemuanya, yang paling membuatku terkesan semasih kecil adalah pakaian. Sebabnya hanya di saat itu aku bisa mendapat pakaian baru. Itu pun dapat dapat dana dari sponsor. Praktis, orang tuaku hampir tak pernah keluar uang untuk membelikan pakaian baru. Setelah dewasa, aku jarang membeli pakaian baru. Itu bukan esensi dari Natal.

Di masa modern, Natal justru terkesan menjadi ajang pesta pora dan berbelanja dengan banyak diskon dan promo. Lebih parah, tindak kriminal seperti terjadi di Louis Vuitton. Padahal, makna Natal sendiri sarat kesederhanaan dan kedamaian.

Natal memperingati hari kelahiran Yesus Kristus ke dunia. Momen kelahiran pribadinya yang dirayakan. Jadi bukan atribut atau pernak-pernik yang penting. Entah bagaimana, masyarakat jadi punya budaya, Natal berarti belanja dan harus punya barang baru. Ada yang belanja berlebihan, melampaui apa yang dibutuhkan.

Barang-barang yang dibeli pun sekedar untuk memuaskan keinginan diri. Sedangkan masih banyak orang kekurangan, yang membutuhkan di luar sana. Egois.

***

Bayangkan anda adalah seorang pahlawan, atau orang yang berjasa. Tapi anda masih di dalam janin ibu, baru akan dilahirkan. Anda pasti ingin tempat yang bersih, nyaman, hangat, aman, empuk, kalau bisa yang mewah seperti di hotel berbintang untuk kelahiran. Masalahnya, anda tidak bisa memilih ingin dilahirkan di tempat mana dan cara bagaimana.

Lain halnya dengan pribadi yang kelahirannya kita rayakan tiap 25 Desember. Yang lahir ini bukan hanya pahlawan atau orang berjasa. Tapi Juru Selamat untuk orang-orang di seluruh dunia! Juru Selamat ini adalah Tuhan, yang kuasaNya tak terbatas, yang menjadikan bumi dan alam semesta. Darinya sumber segala hikmat yang menjaga keseimbangan kehidupan.

Tapi dalam segala ke-maha-anNya, Dia memilih mengosongkan diri, menanggalkan kuasa ilahi untuk membaur dalam hidup manusia. Ia yang tak terbatas memilih menjadi rapuh di bumi yang penuh kerapuhan ini.

Kerapuhan hidup manusia ditandai dengan profesi yang dianggap rendah, sakit jasmani, penolakan, diskriminasi, ketergantungan pada obat/ minuman terlarang, terjerat dalam dosa tertentu, penkhianatan, penipuan, pencurian, penyangkalan dan banyak daftar bisa disebutkan. Kenapa Ia yang tak terbatas mau datang di dunia yang rapuh ini? Hanya satu alasan, yakni KASIH.

KasihNya terbungkus dalam kesederhanaan. Ia memilih menjadi rapuh, agar bisa menjangkau kita---manusia---yang sangat rapuh. Para gembala misalnya, pekerjaannya dianggap rendah, tidak masuk hitungan. Tapi mereka dipilih Allah untuk mendapat berita kelahiran sang Juru Selamat.

Orang tua Yesus juga pribadi yang sederhana. Maria seorang gadis yang sudah bertunangan. Yusuf---tunangannya---juga pemuda biasa meski keturunan Raja Daud yang legendaris. Ini pun tidak menghilangkan kesan sederhana dalam kelahiran Yesus.

Jika Ia yang adalah Tuhan mau menyatakan kasih kepada kita yang rapuh, seyogianya kita pun mengasihi sesama yang rapuh. Berikut ini beberapa pengalamanku berbagi kasih dalam menyongsong Natal meski masih dalam situasi pandemi.

Mendapat ucapan dari rekan yang berbeda keyakinan

Toleransi bak oase di padang gurun. Saat banyak kelompok orang di seluruh dunia memusuhi perbedaan. Mengagungkan kelompoknya dan memerangi kelompok lain. Menganggap perayaan, cara beribadah bahkan simbol agama lain sebagai sesuatu yang harus diberantas. Tapi masih ada, bahkan banyak, kelompok yang berbeda kubu yang menjunjung tinggi toleransi.

Tanggal 25 pagi, banyak ucapan berbentuk gambar/ video melalui WA secara personal maupun grup, dari teman-teman dan sahabat yang berbeda keyakinan denganku. Terima kasih, saudara-saudaraku. Kiranya damai dan sukacita Kristus melimpah dalam kehidupan kita.

Tukar kado dengan rekan kerja

Desember bukan ulang tahunku. Sudah lewat hari pernikahan. Sudah berlalu tanggal kelahiran anak. Tapi aku mendapat kado dari teman kerja. Lalu dalam rangka apa pemberian kado ini?

Beberapa hari menjelang penerimaan rapor, emak-emak di kantor menawarkan apakah mau ikut program tukar kado. Dalam rangka berbagi kasih sebelum liburan. Nominalnya minimal Rp50.000,00. Aku, yes. Meski tidak memerlukan barang apa pun, dan tidak berbakat memberi kado, aku bergabung juga. Demikian cara paling sederhana untuk berbagi kasih dengan rekan kerja.

Diberi kue Natal

Sewaktu masih beberes di dalam rumah, istriku masih menggendong si kecil di teras. Dia didatangi dua orang ibu, salah satunya berjilbab warna hitam. Wah, ada apa?

Ilustrasi bingkisan kue Natal | dokumentasi pribadi
Ilustrasi bingkisan kue Natal | dokumentasi pribadi

Ternyata mereka adalah tetangga yang memberi bingkisan berupa dua box kue kering kepada warga se-RT. Aku penghuni baru, belum mengenal semua tetangga. Sesimpel tetangga memberi kue, sesederhana itu untuk membagikan kasih. Terima kasih, tetangga!

Diundang makan siang tetangga

Seorang berseragam satpol PP dengan booth hitam, dan motor 150cc berhenti di depan rumah tempat kami sedang makan siang. Kenapa lagi ini, mau membubarkan perkumpulan kami?

Ternyata salah satu tetangga yang hendak berangkat bertugas menyempatkan mampir memenuhi undangan tuan rumah untuk makan siang. Paginya waktu aku menggendong si kecil sambil berjemur, istriku turut. Kami bertegur sapa dengan salah satu tetangga, malah jam 12.00 diminta datang ke rumahnya.

"Acara apa?", kami heran berjamaah. Cuma makan siang katanya. Untuk menghindari kerumunan, tuan rumah menjadwalkan kaum ibu terlebih dahulu, ladies first. Sedang bapak-bapak sejam kemudian. Enak kali ya, dikelilingi banyak tetangga dan kerabat yang murah hati dan penuh kasih. Semoga terus ada kasih yang saling kita bagikan!

Selamat Natal bagi anda dan keluarga yang merayakan. Selamat menyongsong tahun baru yang penuh harapan! --KRAISWAN 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun