"Orang Batak itu siap mati buat pesta." Wah, macam martir. "Tapi tenang, tidak usah dipikirkan. Semuanya pasti Tuhan cukupkan." Begitulah kekuatan bapak (angkat)ku. Menyampaikan fakta betapa pun beratnya, namun sanggup menenteramkan.
***
Lahir, belajar, bekerja, menikah, kembali ke tanah. Fase hidup manusia yang berlangsung sekitar 70 tahun. Sangat singkat dibanding nenek moyang manusia, Adam yang mencapai sembilan ratus tiga puluh tahun.
Menikah, bagiku dan pasangan hanya berlaku sekali seumur hidup, hanya boleh dipisahkan oleh maut. Bukan coba-coba berhadiah atau jika tidak cocok tinggal ganti. Pernikahan, lembaga kudus yang Tuhan pakai untuk membentuk keluarga. Untuk itu tidak bisa sembarangan, apalagi dipaksakan karena 'kecelakaan'.
Sepenjuru dunia tahu, Indonesia negara kaya. Tak hanya akan Sumber Daya Alam, tapi tradisi dan budaya, salah satunya pernikahan. Izinkan aku membagikan pengalaman tentang pernikahan Adat Batak. "Ayo manortor", aku menyebut. Soalnya dalam pesta pernikahan Orang Batak wajib hukumnya manortor (menari).
***
Jarum pendek menyasar angka tujuh, tapi rumah sudah padat lalu-lalang manusia. Keluarga besar yang akan ikut pemberkatan di gereja. Juga penguasa dapur, timses di balik layar. Bapak angkatku tiba. Dengan setelan jas lengkap, beliau berbincang sambil menghisap keretek. Mempelai perempuan sudah antre dirias sejak pukul 04.00. Aku? Baru selesai mandi.
Begitu siap mempelai dan keluarga berkumpul di ruang tamu. Kameramen merangkap MC mengarahkan aku dan calon sungkem, minta restu pada orang tua serta kakak-adik. (Macam tahu bulat, tulang---atrinya paman---kameramen itu spontan mengarahkan disebabkan tinggi jam terbangnya)
Angka 09.00 telah lewat. Kami bergegas ke gereja jalan kaki sejauh 800 m diiringi trompet (atas permintaan mertua). Tanpa bunyi corong pun orang sekampung tahu hari ini (18 Desember 2020) ada pesta. Jadinya kian meriah. Mantab!
Gedung gereja dipenuhi jemaat dan keluarga, sampai meluap ke halaman. (Kami meminta diterapkan protokol kesehatan, dan puji Tuhan tidak terjadi hal tak diinginkan) Pendeta memimpin brifing di ruang majelis. 'Gladi bersih' gereja kampung ala Medan.
Liturgi ibadah berlangsung kurang lebih 40 menit. Lagu-lagu disiapkan dalam Bahasa Indonesia, untuk menghormati keluarga dari Jawa. Firman Tuhan 30 menit, berisi bekal dan nasihat tentang hidup berumah tangga.