Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Namaku Sumbayak", Prosesi Pemberian Marga dalam Adat Batak

15 Desember 2020   11:37 Diperbarui: 18 Desember 2020   03:10 1850
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menerima makanan yang diatur dari bapak-mama | dokpri/yanti_nai

"Siapa namamu tadi?" | "Kris Wantoro."

"...Sumbayak!", balas mama dan para abang. Sejak saat itu aku resmi menjadi bagian keluarga Sumbayak. Aku perlu pembiasaan.

***

Lebaran 2019, pertama kali aku menjejak Sumatra. Bukan sekedar pelesir, tapi dengan sebuah misi: jalan-jalan, hehe. Berkenalan dan menyampaikan pesan maksudnya. Sehelai benang pun tak jadi batas, antara beriman dan nekat. Beraninya menyambangi rumah orang Batak, sendirian pula.

Setahun kemudian, aku kembali datang, menepati janji. Aku serius mau meminang boru Batak. Syaratnya, harus mengikuti tradisi, salah satunya mencari keluarga angkat untuk mendapat marga.

Seminggu sebelum pemberkatan diadakan martupol, janji persiapan pernikahan/ tunangan. Sehari sebelum martupol aku harus dikenalkan pada semua keluarga besar angkat. Pariban (jodoh menurut tradisi Batak) calonku, boru Naibaho yakni marga Sumbayak. Maka keluarga angkatku Sumbayak. (Urutannya kekmana, aku belum paham. Kelak jika ada kesempatan, akan dibagikan)

Keluarga calonku tinggal di Gunung Purba, sedang keluarga angkatku di Dolok Saribu. Sesama kecamatan Dolok Pardamean. Ditempuh satu jam perjalanan dengan mobil, kami tiba di Dolok Saribu. Satu kampung marga Sumbayak sudah menjejali rumah sampai teras! "Ini semua demi membuat margamu", tutur calon.

Berikut ini rangkaian acara penganugerahan margaku.

Tiap ada pertemuan besar para inang (ibu) dan bapak wajib memakai sarung, simbol kehangatan dan mendarahdaging dalam hidup orang Batak. Aku, tak luput. Memakai sarung di balik pakaian yang dikenakan. Istimewanya lagi, kalau seluruh keluarga duduk di tikar biasa aku diapit bapak mama duduk di tikar lapis dari anyaman pandan. Wah, seperti anak raja ya, hehe.

Duduk di atas tikar pandan bersama bapak mama | dokpri/yanti_nai
Duduk di atas tikar pandan bersama bapak mama | dokpri/yanti_nai

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun