Siapakah Aku ? (# 2)
Langganan itu adalah Raja
“Arjuna …!, Arjuna … !, Arjuna …. !, ayo bangun, sayang … sudah siang nih, pisang rebus dan wedang jahe nya sudah siap untuk disantap, mumpung masih hangat,. ayo bangun, sayang ….” Lamat-lamat terdengar suara Srikandi membangunkan aku.
Aku pun membalasa nya dengan kata-kata manja, “hmmm, masih ngantuuuuuk sayaaang.”
Dengan mata masih terpejam, Wage mencoba meringkuk kembali sambil memeluk guling gepengnya. “Bobo lagi yuk, sayang !.” Wage semakin kencang memeluk guling gepengnya, mungkin kata yang lebih tepat adalah Wage semakin bernapsu memperkosa guling gepengnya.
“Ge… Ge …, bangun Ge !.” Ibuku berusaha berkali-kali memanggilku sambil mengguncang-guncang tubuhku.
“Wageeeeeee … !, Wageeeeeee … !
Sementara di halaman rumah, Suara Bokapku yang seperti orang kesurupan terus berteriak-teriak memanggilku.
“Byur !.”
“Srikandi, kenapa tubuh mulus mu rasanya manis-manis pedas sih ….” Kataku di alam khayal.
“Wageeeeee !.”
Mendengar teriakan itu seperti mendengar suara meriam, aku kaget dan langsung terbangun.
Srikandi pun raib entah kemana?. Srikandi !, Srikandi, Oh … jangan tinggalkan aku !.
Karena tidak sabar melihat cara ibu membangunkan aku, Bokap masuk kedalam kamarku, langsung saja ia menyiramkan wedang jahe ke arah muka ku (wedang jahe yang sebenarnya telah di siapkan ibu untuk sarapanku).
“Jam berapa ini!.” Sahut Bokapku sambil menunjuk ke arah jam yang menempel di dinding kamarku.
‘Boro-boro’ mau lihat jam di dinding, membuka mata saja, susah nya minta ampun.
“Banguuuunnnn !.”Teriak Bokapku lebihkeras lagi.
“I, I, iii , iya, Pak … !.” Dengan tubuh gemetar, aku pun langsung beranjak pergi ke kamar mandi.
Bokapku adalah pedagang kelontong, lumayan lengkap lah isi tokonya. Mulai dari peniti hingga pesawat terbang, he he he. Aku suka bilang ke para pelanggan kalau nama tokoku adalah : Toko LMGA (singkatan dari : Lho Mau apa aja, Gue Ada-adain).
Dan aku suka nyengir sendiri, begitu kreatifnya jiwa dagang bokapku, dengan jasa layanan antar, para pelanggannya senang karena kalau mau beli mereka tidak perlu repot-repot harus datang ke toko, cukup telepon atau sms, barang siap diantar.
Kebutuhan para langganan harus di antar secepat mungkin, kalau tidak bokapku bisa marah besar dan ngomel, “Langganan itu adalah raja, Ge!, kita harus melayaninya sebaik mungkin, jangan sampai mereka kapok dan pada kabur, gara-gara kerjamu kaya keong !.”
Bagaimana mungkin aku disamakan dengan keong ?. Persamaan yangselalu membuatku kesal. “Buat Bapak pelanggan itu adalah raja tapi buatku, aku kan bukan budaknya mereka !, Pak. “ Bantahku suatu ketika pada Bokap.
“Melayani pelanggan itu bukan budak, karena dengan melayani maka mereka akan memberi kepada kita, itu lah yang kita jual dan mereka beli, bukan cuma barang tapi juga pelayanan. “ Jelas bokapku penuh semangat.
“Bukan itu maksudku, Pak … .” Sahutku lagi.
“Apalagi ?, Ah, sudahlah, gak usah banyak berdebat, nanti malah kesiangan, Ayo cepat kamu antar. “ Perintah bokapku tegas.
Aku pun seperti kuda pedati yang dipecut baru kemudian jalan.
“Ingat, Ge !, langganan itu adalah raja !, tanamkan kata-kata sakti itu dalam otakmu yang masih beku !. Teriak Bokap padaku.
Tanpa menjawab apapun, aku pun pergi meninggalkan bokap yang masih berkacak pinggang. Aku adalah raja, aku adalah raja, aku adalah raja, kata-kata sakti ciptaanku sendirilah yang terus saja ku tanamkan ke dalam otakku sebagai bentuk pemberontakkan atas sikap bokap yang menurutku keras.
Sambil terus menggerutu dalam hati, akhirnya gerobak besi itu pun menggelinding di jalan.
Semakin banyak langgangan yang mesti aku antar akan membuatku semakin sering datang terlambat ke sekolah. Sering aku mengeluhkan masalah ini pada bokap. Bokap cuma bilang, “Salah kamu sendiri, kalau kamu bangun lebih pagi, pekerjaan mu akan lebih cepat beres dan kamu bisa berangkat ke sekolah lebih awal, jadi tidak ada alasan lagi untuk terlambat !.” Begitu selalu alasan bokap kepadaku. Dan aku tidak bisa membantahnya karena memang aku malas untuk bangun pagi.
“Ge…, Ge…., Wageeee … !.”
Dari kejauhan terdengar teriakkan suara cewe yang memanggil-manggil namaku.
Akupun segera mengenali suara cewe itu. Secepat kilat aku membuang muka, topi pandan yang ku kenakan semakin ku kencangkan tapi tetap saja rambut kriboku gak bisa diajak berdamai, rambut kriboku ‘mumbul’, jadi percuma saja muka ku tetap saja tidak bisa ditutupi topi pandan itu.
“Waduuh bisa hancur deh, reputasi gue !.”
Bersambung ….
Bogor, 19 Agustus 2010
wans_sabang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H