Mohon tunggu...
Wans Sabang
Wans Sabang Mohon Tunggu... Administrasi - anak hilang

Jejak Literasi: Puisi-puisinya pernah dimuat di Koran Sastra Dinamika (Lampung), Radar Bekasi (Bekasi), Buletin Jejak (Majalah Sastra, Bekasi), Buletin Kanal (Majalah Sastra, Semarang) dan Linikini (Tayangan Macro Ad di Commuterline), Koran Jawa Pos dan Koran Tempo.

Selanjutnya

Tutup

Drama

Resolusi Si Pengemis dan Tukang Becak

12 Maret 2012   17:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:09 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Babak : ke satu

Di emperan pasar yang mulai sepi. Tukang Becak baru saja memarkirkan becaknya, selesai mengantarkan penumpang lalu antri lagi di deretan becak-becak lainnya, sambil menunggu penumpang lain yang datang.

Hah!, mau kemana si gembel itu?.Sudah lama juga aku gak melihatnya. Pikir si Tukang Becak melihat temannya, siPengemis melintas diseberang jalan.

Hei, gembel !, sombong sekali, lewat pangkalanku gak pernah mampir lagi.” Teriak si Tukang Becak pada si Pengemis.

“Hehehehehe... .” Dari seberang jalan, si Pengemis menjawab panggilan itu dengan cengengesan saja. Kemudian si Pengemis menyebrang jalan menghampiri si Tukang Becak.

“Bukannya sombong, *Gan... di tahun ‘naga air’ ini kita mesti ‘eling lan waspodo (dibaca: ingat pada Tuhan dan waspada)...hehehehehe.”

“Sopo sing ora edan ora keduman (dibaca: siapa yang gak gila, gak kebagian), maksudmu?.” Tanya si Tukang Becak lagi.

“Sing namane wong cilik, edan ora edan, ora keduman (dibaca: yang namanya rakyat kecil, gila atau gak gila, tetap gak kebagian juga), Gan... hehehehe.” Sahut si Pengemis cengesan lagi. “Memangnya di tahun ‘naga air’ ini apa resolusi kamu, Gan?.”

Resolusi itu opo, **Bel?, apa ada hubungan kerabat dengan polisi?.”

Juragan ini, sudah miskin. goblok lagi!, hehehehe... Sorry ya, Gan!, memangnya Juragan mau narik becak terus sampe’ mati!.” Sahut si Pengemis sombong. “Makanya baca koran, lihat televisi, jangan dibolak balik, lihat koran, baca televisi, ‘gak nyambung jadinya, hehehehe.”

“Hei, Gembel memangnya penyakit buta hurufmu sudah sembuh?.” Sahut si Tukang Becak ‘gak kalah sombong. “Baru jadi pengemis saja sombongnya selangit, apalagi nanti kalau jadi pejabat.”

“Bukannya sombong, Gan... aku kan cuma nanya, apa Juragan mau seumur hidup jadi tukang becak?, mau begini terus, gak ada peningkatan ‘gitu?.”

“Gak mau lah!, aku mau nya jadi Juragan beneran, jadi Boss gitu’!, punya becak banyak, jadi aku gak perlu genjat genjot lagi, paling ‘nganter ‘emaknya anak-anak kalau mau ke mall baru aku yang genjot sendiri becaknya.”

“Waduh, Juragan ini bagaimana sih?, Hehehe...kalau sudah jadi Boss ya mesti pakai mobil ke mall nya!.” Jelas si Pengemis kepada si Tukang Becak.

“Ooo... jadi resolusi itu artinya tahun ini kita mesti punya mobil?.” Tanya si Tukang Becak polos.

“Ya, kira-kira begitulah artinya.” Jawab si pengemis kalem.

“Memangnya kamu punya duit buat beli mobil?.”

“Kurang sedikit lagi... makanya sekarang aku lebih rajin ‘ngemis dari pada dulu, dulu seharian aku cuma ‘ngemis di pasar saja, menunggu bola istilahnya, hehehehe... kalau sekarang beda, harus rajin menjemput bola.“ Jelas si Pengemis cengengesan sambil memamerkan giginya yang kuning.

“Kalau sekarang, sudah ada schedule nya, hari sabtu dan minggu ngemis di pasar, senin ‘ngemis di kampung A, selasa di kampung B, begitu seterusnya... hehehe mantabs kan?.”

“Mantabs!, kamu sudah pantas jadi presiden, Bel.” Sindir si Tukang Becak pada si Pengemis.

“Hehehehe... presiden gembel, maksudmu?.” Sahut si Pengemis kalem. “Kamu kan tahu, aku ini ‘gak gila jabatan, ‘gak gila pangkat apalagi perempuan, hehehehe... cuma gila judi, hehehehe....”

“Nah, itu yang ku maksud, Bel!, kamu kan gila judi jadi pas banget untuk resolusi!.” Bentak si Tukang Becak mengagetkan si Pengemis.

“Lah, apa hubungannya, gila judi dengan resolusi?.” Tanya si Pengemis heran.

“Ini peluang!, masa sih kamu ‘gak bisa lihat?.”

Si Pengemis cuma garuk-garuk kepalanya, ‘gak ngerti dengan maksudnya si Tukang Becak.

“Kebetulan, di pos hansip sudah menunggu kawan kita yang lain.” Dengan semangat si Tukang Becak menjelaskannya. “Panas-panas begini, mending juga kita ngadem sambil main ‘gaple, Si To, Hansip denger kabar katanya dia baru dapat warisan dari orang tuanya dan Tukang Baso, si Dar kemarin baru dapat borongan catering, pasti duitnya juga banyak.”

“Emoh, aku Gan!, main gaple di pos hansip nanti di grebeg ***si Kumis lagi!, sudah kitanya malu digiring ke pos polisi, eh malah duit kita amblas semua di sikat si Kumis.”

“Jangan takut, Bel, si Kumis sekarang lagi “sibuk” dengan Ayuk Jamu... kalau Satpol PP datang, kita kasih aja ‘ceban dan samsu sebungkus, aman deh!.”

“Hehehehe... bener aman?.”

“He eh!.” Jawab si Tukang Becak singkat.

“Ngomong-ngomong si Ayuk Jamu nya cantik, Gan?.”

“Memangnya kamu mau saingan sama si Kumis?.”

“Hehehehehe... .” Si Pengemis cuma jawab dengan cengengesan saja.

Babak : ke dua

Di bawah rindangnya pohon beringin berdiri sebuah bangunan yang bernama Pos Hansip. Warna nya yang serba putih sangat kontras dengan warna kayu beringin yang sudah tua renta. Entah bagaimana sejarah dibangunnyaPos Hansip itu?, yang jelas ; selain berfungsi sebagai peneduh, pohon beringin itu juga bisa menambah kesan angker bagi yang melihat pos itu.

“Pada mau minum apa nih?, sobat-sobat semua.” Tanya Si To, Hansip pada para tamu nya, si Tukang Becak, Pengemis dan Tukang Baso.

“Kopi!.” Sahut Dar, si Tukang Baso.

“Kopi kentel!.” Jawab si Tukang Becak.

“Hehehehe... kalau aku susu saja!, susu nya jangan yang pakai kaleng ya, hehehehe... .” Jawab si Pengemis.

“Jangan ngeres kamu, Bel!, nanti bisa kalah main gaplenya!.” Sahut si Tukang Becak.

“Memangnya ada yang jual susu “gantung”?, hahahaha... kalau ada aku mau beli sepasang, yang putih dan montok, hahahaha... .” Jawab si To, Hansip.

“Otak kamu saja yang ngeres, Gan!, maksud aku, susu nya pakai yang sachet saja biar praktis.” Jelas si Pengemis.

“Oooo... “ Jawab si To, Hansip.

Tanpa terasa permainan judi gaple telah berlangsung tiga jam. Dari mulai pasangan taruhannya seribu meningkat menjadi lima ribu. Pada jam pertama, Si Dar, Tukang Baso lebih sering menang, ia sibuk terus mengumpulkan uang taruhan yang ada di meja. Pada jam kedua, giliran si To, Hansip yang menang.

Tiba-tiba, si Kacung, anak kecil yang disuruh oleh si To untuk mengawasi di luar pos, teriak, “Hati-hati, ada si Kumis!, Komandan, si Kumis menuju kemari, Dan!, cepat beres-beres!.”

Seketika itu juga, Si To, Hansip membereskan uangnya. Si Dar juga sibuk membereskan uangnya dan ia masih sempat juga menyisir rambutnya. Si Tukang Becak, sibuk mengantongi uang kedalam kantong celana batiknya yang sudah kusam. Si Pengemis panik, walaupun sudah tidak ada “barang bukti” lagi di meja, tetap saja wajahnya pucat dan berkeringat.

“Ada apa ini ngumpul-ngumpul!.” Teriak si Kumis ke arah Pos.

“Siap Komandan!, lagi tugas, Dan... jaga Pos!.” Sahut si To lantang.

“Lah!, seragam mu mana?, masa tugas pakai kaos kutang dan sarungan saja?.” Tanya si Kumis pada si To.

“Eh, Oh, anu, Dan ... gerah banget di dalam Pos, Dan.. jadi seragamnya saya gantungin saja!.” Jawab si To membela diri.

“Push Up, kamu seratus kali!.” Perintah si Kumis.

“Siap, Dan... Laksanakan!.” Teriak si To, kemudian ia mengambil posisi Push Up, dimulai dengan menghitung sambil melakukan Push Up. “satu ... dua ... tiga ... empat ... .”

**

Sementara di pojok lain. Si Dar sedang sibuk merayu Ayuk Jamu.

“Yuk, pacar kamu si Kumis ditawarin baso saja, gratis kok!.”

“Hah, gak salah dengar saya, Bang?.” Sahut Ayuk Jamu ‘cuek. “Kalau cuma semangkok dua mangkok sih, percuma Bang, Ayuk gak mau ah!.”

“Jadi Ayuk mau nya berapa mangkok?.”

“Makan disini dua mangkok dan yang dibungkus sepuluh mangkok!.”

“I.. i.. iya, saya bikinin baso nya!.”

“Sekarang!, Jangan pakai ‘lelet!.” Perintah Ayuk Jamu.

“I.. i .. iya, sekarang!.” Sahut si Dar gemetaran.

**

“Dua puluh tiga, dua puluh empat, dua pilih lima ... .” Suara si To yang sedang Push Up terdengar.

“Main judi lagi ya kalian!.” Teriak si Kumis pada si Tukang Becak dan Pengemis.

“Gak, Pak!.” Jawab si Tukang Becak.

“Kalau gak judi, ngapain kalian semua ada di dalam Pos?.” Selidik si Kumis.

“Gak, Pak!, kami gak main judi lagi, Pak... kapok, Pak!.” Sahut si Tukang Becak membela diri.

“Benar, Pak... kami tidak main judi, Pak ... tapi ... kami sedang resolusi, Pak!.” Jawab si Pengemis gugup.

“Iya, Pak... kami semua sedang resolusi, Pak!.”

“Appaaaaa?, resolusi?.” Teriak si Kumis lantang.

“He eh.” Tukang Becak dan Pengemis hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja.

Dari pojok lain terdengar suara Ayuk Jamu memanggil pacarnya. Sambil Ayuk Jamu melambai-lambaikan tangannya ke arah si Kumis.

“Darliiiiiiing, kesiniiiii ... kita makan Bakso dulu yuk!.” Teriak Ayuk Jamu. “Ngapain sih, ngurusin kerjaan melulu!.”

Seperti kerbau yang dicocok hidungnya, si Kumis pun berjalan ke arah Ayuk Jamu.

“lima puluh lima, lima puluh enam, lima puluh tujuh ... .” Suara si To yang sedang Push Up masih terdengar.

“Alhamdulillah, selamet ... selamet!.” Seru si Pengemis. “Hehehehe... selamet, selamet.”

“Hebat ya tak tiknya si Dar itu!.” Sahut si Tukang Becak sambil pandangannya ke arah gerobak baso.

“Iya, hehehehehe ... .”Si Pengemis pun mengikuti arah pandang ke arah si Dar dan gerobak baso nya.

Babak : ke tiga

Setelah puas menyantap baso, si Kumis dan Ayuk Jamu mengendarai vespanya meninggalkan Pos Hansip.

Sementara di dalam ruang Pos, mereka berencana untuk meneruskan lagi judi gaplenya.

“Sial!, rugi aku, dua belas mangkok!, mana belum penglaris lagi!.” Sahut si Dar kesal.

“Sudahlah, Dar mending juga kamu cuma dua belas, aku nih sampai seratus!.” Jawab si To kesal juga.

“Sampean, seratus juga kan gak pakai modal, cuma modal dengkul doang!. Kalu aku, dua belas juga pakai modal.” Sahut Dar tambah kesal.

“Mau diterusin atau mau ribut mulut?.” Tanya si Tukang Becak pada Si Dar dan si To.

“Sudahlah, stop dulu main judinya!, aku masih deg-degan dan gemetaran.” Sahut si Pengemis memohon.

“Alah, enak saja kamu minta stop, mentang-mentang kamu sudah menang langsung minta stop!.” Teriak si To pada Pengemis. “Gak fair, kamu kalau caranya begitu!.”

“Iya, Gak fair banget, kamu!.” Sahut si Dar sambil menunjuk ke arah hidung si Pengemis.

“Terusin saja, Bel!, si Kumis gak bakalan balik lagi, sekarang dia pasti lagi asyik “main” sama si Ayuk Jamu.” Jelas si Tukang Becak. “Gak usah takut!, saya juga punya saudara polisi kok!.”

Akhirnya permainan judi gaple dilanjutkan. Sejam sudah berlalu, jam ke tiga ini si Tukang Becak yang hoki, kartu nya bagus terus, hingga ia bisa nutup terus alias menang.

Pada jam ke empat, hoki berpindah dari si Tukang Becak kepada si Pengemis. Dewi Fortuna akhirnya memilih kepada siapa ia akan memberikan cintanya. Si Pengemis cengengesan terus, wajahnya berseri-seri.

Baru beberapa saat, si Pengemis menikmati pelukan si Dewi Fortuna, tiba-tiba saja ;

“Angkat tangan!, Keluar kalian semua yang ada di Pos!. “ Sahut suara dari TOA yang terdengar serak. “Kami razia dari tim gabungan, sampai hitungan ke tiga kalian tidak keluar, maka kalian akan kami tembaki !, satu ... dua ... .”

Si Tukang Becak keluar dari Pos dengan mengangkat tangan tanda menyerah, di ikuti oleh si Dar. lalu si To, Hansip pun keluar masih mengenakan kain sarung dan kaos kutang saja. Di belakangnya, si Pengemis keluar sambil cengengesan dengan tingkah yang aneh.

“Hehehehehe... hehehehe.... dimana anankku?, dimana anakku?, anakku dimana?, anakku dimana?.”

Kurang ajar!, berlagak gila si gembel itu. Trick apa lagi ini?. Bisik hati si Tukang Becak melihat kelakuan si Pengemis.

“Naikkan semua kedalam truk!, Ayo, cepaaaat!.” Teriak komandan razia kepada anak buahnya.

Si Tukang Becak, si Dar, Si To dan si Pengemis akhirnya diangkut masuk kedalam truk tentara, yang sebelumnya truk tersebut sudah dipenuhi oleh para preman, pengemis, tukang ngamen, banci dan anak-anak jalanan. Mereka duduk berjejalan di dalam truk itu.

Babak : ke empat

“Bel, gembel!, sebenarnya resolusi kamu di tahun “naga air” ini apa sih?.” Bisik si Tukang Becak pada si Pengemis yang duduk disebelahnya.

Si Pengemis cuma menjawab dengan cengengesan saja, “hehehehehe ... hehehehe ... hehehehe.”

(WS@GJL, 130312)

Keterangan :

*Gan :

Panggilan akrab si Pengemis kepada si Tukang Becak, kepanjangan dariJuragan.

**Bel :

Panggilan akrab si Tukang Becak kepad si Pengemis, kepanjangan dari Gembel

***si Kumis :

Banpol yang diperbantukan oleh polisi sebagai perwakilan atau bantuan polisi di masyarakat.

Resolusi :

adalah sebuah istilah yang digunakan sebagai bentuk komitmen yang dibuat oleh seseorang untuk mengubah gaya hidup, mengubah kebiasaan dan bertujuan mendapatkan pencapaian-pencapaian baru lainnya yang positif, yang biasanya menggunakan momen tahun baru sebagai momen awal resolusi itu dibuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun