Mohon tunggu...
Wans Sabang
Wans Sabang Mohon Tunggu... Administrasi - anak hilang

Jejak Literasi: Puisi-puisinya pernah dimuat di Koran Sastra Dinamika (Lampung), Radar Bekasi (Bekasi), Buletin Jejak (Majalah Sastra, Bekasi), Buletin Kanal (Majalah Sastra, Semarang) dan Linikini (Tayangan Macro Ad di Commuterline), Koran Jawa Pos dan Koran Tempo.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Isabella adalah

11 April 2012   16:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:44 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sudah tiga hari ini, Isabel bersikap tidak seperti biasanya.

Tidurnya lebih lama. Dan makanan yang disediakan, selalu saja bersisa.

Ia lebih banyak diam, duduk saja disampingku saat di ruang TV. Biasanya, aku bawel selalu ingatkan dia, kalau ia bermain berlebihan.

“Isabel, Jangan!.” Sambil telunjukku, ku acungkan pada Isabel.

“Sini, Isabel... sini, sayang!.”

Aku tak tega untuk memarahinya waktu ia memecahkan vas bunga yang ada di meja ruang tamu.

Aku jatuh cinta pada pandangan pertama, ketika mata coklat Isabel mengiba padaku. Aku pun memutuskan agar ia bisa tinggal bersamaku. Menemani hari-hari jombloku.

Awalnya Mama tidak setuju, karena Mama takut aku tidak punya waktu buatnya.

Kecemasan Mama berusaha kutepis. Sekarang, waktuku lebih sering kuhabiskan bersama Isabel.

Sepulang kuliah, aku bermain-main dan ngobrol dengannya. Ia semakin dekat saja denganku, tak ada rasa sungkan lagi, ia langsung minta dimanja-manja, di cium dan dibelai-belai oleh ku.

Kebiasaan barunya, Ia kini sering menyelinap masuk kedalam selimutku dan tidur disampingku. Tak ingin tidur terpisah denganku. Aku baru tahu, saat aku bangun pagi ternyata ia masih tertidur pulas dibawah selimutku.

Aku tak tega untuk membangunkannya, karena aku sayang dia.

***

“Isabel ... Isabel?.”

Biasanya ia langsung menyambutku, ketika aku pulang kuliah.

Kini ia hanya diam saja duduk di sofa, wajahnya murung. Matanya menekuri karpet lantai.

Aku duduk disampingnya. “Kenapa, sayang?.”

Aku memeriksa keningnya, ku belai lembut. “Hah!, kamu demam ya?, badanmu panas, Isabel.”

Bergegas dengan scooterku, aku memeriksakan ia ke dokter.

***

“Bagaimana, Dok?.”

“Infeksi telinga, nanti selesai dibersihkan telinganya dan diberi obat, sudah bisa dibawa pulang kok!.”

“Tidak berbahaya, Dok?.” Tanyaku cemas.

“Untung cepat dibawa kemari, kalau di diamkan radangnya bisa kronis, lama kelamaan bisa berkembang menjadi tumor atau kanker yang akan menutup saluran telinga.”

“Oh, gawat juga ya Dok?.”

Dokter itu pun menenangkan aku. “Kalau saluran telinganya tertutup akibatnya ia tidak bisa mendengar suara lagi dengan baik... gak usah panik, kan sudah ditangani ... .”

Sambil Dokter mengelus-elus kepala Isabel.

“Hmmm, kucing siam yang lucu ... siapa nama nya?.”

“Isabel, Dok!.” Jelasku. “Isabella, kepanjangan nya, Dok.”

Dokterpun mengelus-elus kepala dan tubuh Isabel lebih sayang lagi.

“Isabella, Cepat sembuh ya”

“Terima kasih, Dok.” Ucapku tulus karena Dokter Hewan itu pun tulus juga menyayangi Isabella.

(WS @GJL, 110412)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun