Mohon tunggu...
Wans Sabang
Wans Sabang Mohon Tunggu... Administrasi - anak hilang

Jejak Literasi: Puisi-puisinya pernah dimuat di Koran Sastra Dinamika (Lampung), Radar Bekasi (Bekasi), Buletin Jejak (Majalah Sastra, Bekasi), Buletin Kanal (Majalah Sastra, Semarang) dan Linikini (Tayangan Macro Ad di Commuterline), Koran Jawa Pos dan Koran Tempo.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Yuk, Kita Benahi Tayangan Sinetron di TV-TV Swasta Kita! (#2)

22 September 2010   10:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:03 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebenarnya judul tersebut diatas hanyalah sebuah imbauan atau ajakan moril kepada bangsa ini untuk mencintai produksi bangsa nya sendiri, khususnya : sinetron yang ditayangkan di TV-TV swasta Nasional dan lebih luas nya lagi adalah film nasional.

Akankah film nasional menjadi tuan rumah di negeri nya sendiri ?, sebuah PR yang maha berat bagi seluruh insan perfilman di negara ini.

Industri perfilman yang seharusnya menjadi sebuah industri yang menjanjikan dan dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Hingga kini industri perfilman nasional nasibnya masih senin kamis dan industri film di negara ini masih menganut manajemen : asal balik modal saja juga sudah bagus !, kalau sampai Box Office berarti hoki !.

Lantas, apa alasan yang sebenarnya mengapa film nasional sulit menjadi tuan rumah di negeri nya sendiri ?. Sekali lagi jawabannya adalah : Mutu film-film itu sendiri yang tidak layak jual. Walaupun tidak di pungkiri ada beberapa film-film nasional kita yang bagus dan biasanya film yang bagus itu bisa mencapai Box Office. Selebihnya banyak film yang dbuat dengan mutu yang pas-pas an bahkan kurang karena terbentur masalahdana dan SDM nya.

Tayangan sinetron sebagai miniatur dari perfilman nasional, ternyata mutu nya lebih parah lagi. Dalam tulisan ini parah nya mutu sinetron yang ditayangkan di TV-TV swasta kita tidak saya tinjau dari segi teknis pembuatannya, baik dari teknis penggarapan penyutradaraan nya maupun dari tema-tema cerita nya karena cakupannya nantiakan luas sekali.

Dalam tulisan ini yang lebih saya soroti adalah : ada sesuatukah antara TV-TV swastadengan Rumah-Rumah Produksi (PH)?. Sehingga sinetron yang di tayangkan terkesan monoton, seragam dan sudah barang tentu : sangat membosankan !, baik dari segi tema cerita, gambar dan warna dari sinetron-sinetron tersebut ?.

Kalau kita cermati, mengapa tayangan-tayangan sinetron yang ditayangkan di RCTI hampir semua nya produksi Sinema Art?. Dan tayangan-tayangan sinetron yang ditayangkan di SCTV hampir semua nya produksi MD Entertainment?. Seperti kita ketahui : Sinema Art dan MD Entertainment adalah 2 raksasa Rumah Produksi yang saling berseteru. Sekali lagi, yang jadi pertanyaan saya adalah : ada sesuatukah antara RCTI dengan Sinema Art ? dan SCTV dengan MD Entertainment?. Sebuah praktek MONOPOLI dan KONGLOMERASI yang sangat kental, baunya tercium.

Untuk Rumah-Rumah Produksi (PH) lokal yang dikelola oleh putra negeri sendiri yang memiliki dana dan modal pas-pas an jangan berharap dan bermimpi, hasil karya sinetronnya dapat di tayangkan kedua televisi swasta tersebut. Walaupun hasil karya sinetronnya bagus. bermutu, layak tayang dan sangat mendidik bagi masyarakat. Tapi karena tidak ada nya “link” (baca : link nya belum terkoneksi) dengan kedua TV swasta tersebut, sehingga karya sinetronnya, walau pun bagus dan bermutu sekalipun lebih layak masuk tong sampah dari pada layak tayang.

Ironisnya, sejelek dan seburuk apa pun hasil produksi ke 2 PH raksasa itu (Sinema Art dan MD Entertainment), yang sebenarnya lebih layak masuk tong sampah tapi kok malah ditayangin oleh RCTI dan SCTV. Ada sesuatukah ?.

Lagi-lagi hanya praktek MONOPOLI dan KONGLOMERASI saja yang membuat ke 2 PH raksasa itu link nya terkoneksi dengan RCTI dan SCTV. Dan untuk PH lokal dengan dana dan modal pas-pas an, mungkin sebaiknya gigit jari saja karena tidak akan pernah dapat kesempatan untuk unjuk gigi.

Ada komen dari anggota kompasiana, bagaimana kita membenahi tayangan-tayangan sinetron di TV-TV swasta kita ?. Ya, dengan TIDAK MENONTON NYA !.

Pantas saja tayangan-tayangan sinteron itu semakin di tinggali oleh generasi muda yang cerdas dan kritis. Dan memang pantas unuk di tinggalkan !.

Sinema Art, MD Entertainment, RCTI dan SCTV, yang menggunakan kaca mata pengusaha dengan kalkulator untung ruginya selalu melihat sebuah film hanyalah sebagai sebuah produk industri semata. Sedangkan TV share dan Ratting yang dikeluarkan oleh AC Nielsen hanyalah sebagai pelengkap sempurnanya sandiwara MONOPOLI dan KONGLOMERASImereka.

Sejatinya sebuah film atau sinetron selain sebagai sebuah produk industri juga adalah sebuah karya seni yang bisa mengapresiasi dan mengekspresikan karakter dan budaya bangsanya.

Gunung Jaha, Bogor, 20 September 2010

Wans Sabang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun