[caption id="attachment_251822" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Siapa sih yang tidak suka sinetron ?. Dan siapa juga sih yang maniak menonton sinetron-sinetron yang di tayangkan di TV-TV lokal kita ?. Apakah mayoritas perempuan lebih banyak di bandingkan laki-laki yang maniak menonton sinetron ?. Kalau memang benar penggemar sinetron nya lebih banyak perempuan, batasan umur berapa sih perempuan yang suka sinetron ? dan dengan latar belakang pendidikan seperti apa sih perempuan yang suka sinetron itu ? Pertanyaan-pertanyaan diatas, rasa nya sulit di jawab tanpa melakukan jejak pendapat. Jejak pendapat yang harus dilakukan oleh lembaga yang profesional tentunya. Kalau pertanyaan-pertanyaan di atas saya ajukan terhadap diri saya sendiri. Apakah saya menyukai sinetron-sinetron yang saat ini tayang di TV-TV lokal kita ?. Jujur saja saya JENUH dan MUAK melihat tayangan-tayangan sinetron itu ! Rata-rata dari Jam 17:00 sampai jam 23:00 setiap hari, terutama RCTI, SCTV dan TPI tayangannya selalu di dominasi oleh sinetron, yang materi cerita nya yang itu-itu saja, romantika percintaan dengan latar belakang si kaya dan si miskin, konflik nya pun basi karena banyak pengulangan-pengulangan adegan. Terutama tayangan-tayangan sinetron yang dihasilkan oleh Rumah Produksi (PH) besar dan terkenal seperti : Sinema Art (RCTI), MD Entertainment (SCTV) dan Soraya Intercine Film (Indosiar), justru tayangan sinetronnya sangat miskin kreativitas, tidak realistis, terlalu muluk-muluk menjual mimpi, tidak mencerminkan kebudayaan dan sosial yang ada di masyarakat kita, sekaligus tayangan sinetron nya tidak mencerdaskan masyarakat. Hasil riset Nielsen Media Research (NMR), 10 besar daftar peringkat rating tayangan TV selalu di dominasi oleh sinetron. Berdasarkan hasil riset itu berarti pada masyarakat Indonesia mayoritas adalah penggemar tayangan sinetron. Dan saya adalah salah seorang dari minoritas orang yang TIDAK SUKA tayangan sinetron. Ya, memang benar. Saya bukanlah penggemar sinetron yang seringkali menjual mimpi dan nantinya bisa membodohi saya, siapa sih orang yang suka di bodoh-bodohi?. Tapi bukan berarti saya tidak pernah menonton sinetron, Kalau memang sinetron itu LAYAK untuk ditonton dan bisa memberikan pencerahan dan pengetahuan, minimal bisa menghibur saya, pasti akan saya tonton. Beberapa produksi sineas asli pribumi malah patut di acungi jempol, seperti : Si Doel Anak Sekolahan, Para Pencari Tuhan dan Bajaj Bajuri. Tayangan-tayangan itu bagaikan setetes air diantara lautan sinetron-sinetron yang membosankan yang hanya mempertontonkan kecantikan dan ketampanan artis-artisnya saja. Dengan tema cerita yang kaya, back ground cerita yang real, konflik-konfliknya menggambarkan apa yang sebenarnya memang terjadi di tengah masyarakat kita, Dramatik cerita yang begitu menyentuh, terkadang menyentil hati nurani kemanusiaan kita. Sebagai penikmat seni, begitu rindu nya saya akan tayangan-tayangan yang bermutu dan mencerdaskan masyarakat. Tapi apa lacur, yang sesungguhnya terjadi?. Adanya oknum-oknum bahkan mungkin mafia insan pertelevisian kita, yang dengan suka rela menukar idealisme nya dengan segepok uang dari pihak Rumah Produksi (PH). Sudah menjadi rahasia umum, dengan biaya under table tertentu maka produksi sinetron dari PH tertentu bisa mendominasi tayangan di stasiun TV lokal kita. Tayangan TV memang merupakan sarana hiburan yang murah meriah buat masyarakat kita. Lagi-lagi siapa yang akan dirugikan ?. Karena sedikitnya pilihan tayangan yang bermutu buat masyarakat kita maka setiap hari akhirnya, mau tak mau, suka atau tidak suka, masyarakat kita selalu dijejali dengan tayangan-tayangan SAMPAH.
Bekasi, 6 September 2010
Wans Sabang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H