Mohon tunggu...
Wanto Robusta
Wanto Robusta Mohon Tunggu... wiraswasta -

...dari negeri paling sepi... www.wanto-isme.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrat Menunggu

29 Januari 2012   16:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:19 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski belum terbukti bahwa Ketua Umum partai Demokrat (Anas Urbaningrum) ikut korupsi, tapi wacana yang beredar (harusnya) sudah cukup membuat partai penguasa ini merasa ditampar. Cukup keras karena tamparan itu langsung mengarah ke kepala mereka—meski hingga kini mereka sepakat untuk menyembunyikan memar yang ada.

Dulu, saat kasus ini baru bergulir, mudah bagi Demokrat untuk menangkis tamparan-tamparan yang ada, khususnya tamparan-tamparan dari Nazarudin. Karena dulu Nazarudin hanyalah seorang buronan. Maka tamparannya hanya dianggap sebagai tamparan tanpa arah. Tamparan ngaco’ dari seseorang yang lagi tidur dan nglindur.

Kini, kasus ini sudah berkembang sangat luas—jelas. Parahnya, tamparan kepada (kepala) Demokrat bukannya surut melainkan semakin mengombak dan menerjang. Nazarudin tidak lagi menampar sebagai buronan, tapi telah menjelma manusia dibawah sumpah hukum. Semua tamparannya dapat dijadikan fakta hukum. Tamparan pada (kepala) Demokrat juga hadir dari sisi lain. Adalah Mindo Rosalina Manulang dan Yulianis, dua perempuan yang berkali-kali (ikut) menampar (kepala) Demokrat.

Mengiringi tamparan yang bertubi-tubi tersebut, muncul dua wacana terkait dengan Sang Kepala Demokrat, Anas Urbaningrum. Mereka yang tahu siapa Anas, profil pribadi Anas sejak masih menjabat ketum HMI, bagaimana Anas lepas dari tsunami KPU beberapa tahun yang lalu, hingga Anas yang berhasil jadi kepala Demokrat, jelas optimis bahwa Anas akan tetap jadi Kepala Demokrat. Wacana yang lain muncul dengan argumen bahwa ‘Anas suci’ bisa saja berubah menjadi ‘Anas kotor’ karena adanya perbedaan tempat berpijak. Dulu Anas tidak berpijak di atas arus politik praktis, tapi kini Anas berada ditengah-tengah arus politik praktis yang semakin deras dan keras. Sedang Anas tetaplah An(N)as, seorang manusia, tempat salah dan lupa.

Kepalanya tak henti-henti di tampar, Demokrat pun bergejolak. Berpikir cepat. SBY selaku Ketua Dewan Pembina mengundang seluruh jajaran Pembina partai Demokrat. Pasca rembuk di Cikeas, menggaunglah dua suara yang berbeda. Satu suara bilang: pengganti Anas sudah ada di kantong SBY. Suara lain bilang: tidak ada pembicaraan tentang Anas. Anas tetap Kepala Demokrat. Semua sayang Anas.

Sebenarnya, apa yang sedang dilakukan Demokrat terkait kepala mereka yang terus-terusan di tampar? Paradigma saya, Demokrat sedang di antara dua pilihan satu tujuan.

Pertama: tetap mempertahankan Anas, melindunginya dari berbagai tamparan serta (kalau bisa) menghindarkannya dari jerat tali hukum. Jika berhasil, ini akan menjadi sangu yang cukup besar untuk maju perang di 2014 dengan slogan: Anas, sang Kepala Demokrat, bersih dan tidak terbukti korupsi.

Kedua: jika Anas akhirnya jadi tersangka dan digantung oleh tali hukum, maka Demokrat hanya perlu memunculkan penggantinya dan mengubah slogannya pada perang 2014 nanti, dengan slogan: Demokrat komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

Maka saat ini, Demokrat hanya sedang duduk dan menunggu saja. Karena semua pilihan tetap menguntungkan. Anas suci, bagus. Anas kotor, juga (dapat dibuat) bagus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun