Mohon tunggu...
Wank RD
Wank RD Mohon Tunggu... -

Mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bob Sadino dan Kritik Pendidikan

3 Februari 2015   01:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:55 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa tak kenal Bob Sadino? Pengusaha hebat sekaligus seniman kehidupan. Dahulu saya mengira Bob Sadino sudah sinting. Banyak orang memuja gayanya yang nyentrik. Meskipun namanya sering bersinonim dengan kata goblok, ia sungguh bukan orang goblok. Bukan orang yang tak berpendidikan.

Menurut pengakuan orang yang pernah bekerjasama dengan Bob Sadino, Ia dikenal sebagai pengusaha yang cerdik dan cerdas. Jago berhitung dan jeli dalam analisis. Pendapatnya yang terkenal sekan menafikan pendidikan, sungguh tidak seperti yang ditafsirkan banyak orang.

Tahu dan Bisa

Apa yang disuarakan Bob Sadino selama hidupnya sebenarnya kritik pedas terhadap dunia pendidikan. Kita banyak dipusingkan dengan pendidikan formal yang serba kognitif. Sehingga menghasilkan lulusan-lulusan yang kaku.

Saya sering menemukan teman yang sangat pandai dalam kelas, namun lamban responnya di dunia nyata. Ketika ujian Ia mampu mengisi lembar jawaban dengan penuh. Deretan nilai bagus menghiasi lembar nilainya setiap akhir semester. Ketika diajak bekerjasama, entah mengapa semua pengetahuannya menguap. Kadang saya menjadi gemes melihat, mengapa ilmu yang Ia miliki itu tak digunakan. Mengapa mahasiswa yang mendapat nilai bagus pada kelas marketing, berpakaiaan sembarangan, bicaranya kasar, dan tatakramanya berantakan. Bukankah marketing artinya penampilan dan pelayanan? Lalu mengapa mahasiswa dengan sikap seperti itu bisa dihukumi pandai dalam marketing?

Proses pendidikan kita masih fokus pada pemberian pengetahuan. Segala pengetahuan dicekoki kepada siswa. Tidak peduli apakah mereka betul-betul dapat mengejawantahkan pengetahuannya atau tidak. Siswa menjadi siswa penghapal dan pemindai. Ketika ditantang untuk membuat sesuatu, mereka kebingungan. Nilai diukur seberapa banyak kita tahu apa yang disampaikan dan seberapa kuat kita memindai isi dalam buku dalam lembar jawaban.

Pendidikan kita belum sampai pada level bisa. Bisa dan tahu adalah sesuatu yang sangat berbeda. Tahu marketing tetapi tidak bisa memarketing dirinya sama saja dengan nihil. Itulah mengapa banyak lulusan dengan IPK bagus justru tak siap pakai di dunia kerja. Ironisnya, jumlahnya makin bertambah setiap tahun. Itulah mengapa Bob Sadino seolah-olah acuh terhadap pendidikan. Perguruan tinggi berlomba mencetak banyak lulusan, namun bukannya menjadi solusi justru menghasilkan lulusan-lulusan yang memebebani devisa negara.

Bukakah telah banyak pemandangan seperti itu di negeri kita ini? Betapa banyak orang berpendidikan tinggi yang memegang jabatan, bukannya menjadi problem solver justru menjadi beban dan menimbulkan masalah.

Apalagi jabatan-jabatan di dunia pendidikan, kalau bukan kolegial biasanya karena alasan gelar di dapanbelakang namanya. Tidak peduli seberapa kompeten orang itu. Jangan tanya kenapa, inilah hasil pendidikan kita.

Pengetahuan tidak cukup, kita harus bisa menggunakannya. Mengapa pengetahuan yang ada di kepalamu hanya kau simpan di otak? ... Kepadamu aku bertanya, kata W.S. Rendra.

Wank RD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun