Aku bertemankan sebungkus nasi
Sejumput sayur setengah basi
Dan selembar telur mata sapi
Agak hambar seakan asin itu dosa
Dan aku menikmatinya seperti digentayangi surga
Bukan karena lapar yang terbiasa
Sederhana saja
Perempuan tua penjual nasi tadi bercerita tentang bagaimana ia rela mati hina untuk anak-anaknya
Tentang bagaimana suaminya pergi di suatu pagi buta
Dan tak pernah kembali...
Dustakah itu tadi?
Atau indahnya nurani?
Setauku orang seperti dia tak punya alasan untuk berdusta
Atau tak tau caranya
Terlebih ketika ia dengan tegar menceritakan suaminya
Ada yang bilang suaminya beristri muda
Ada yang bilang mati ditembak tentara
Dan ia pun hampir tertelan air mata ketika kembali teringat anaknya
Indahnya duniaku bukan?
Aku berbincang dengan pahlawan cinta saat kau tengah sibuk diperkosa manisnya Jakarta
Ciumlah kaki ibumu, kawan...
Karena Tuhan tidak pernah tidur...
(Pintu gerbong 3 KA Ekonomi Jogja-Jakarta. Suatu malam di bulan Februari, 5 jam sebelum stasiun Jatinegara)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H