[caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="Istana Charles V"][/caption]
Sohornya kisah istana La Alhamra yang mengharukan membawa langkah saya ke Granada, Spanyol di suatu awal musim panas yang indah penuh bunga sisa musim semi.
Keindahan istana yang katanya mulai terkenal berkat buku yang ditulis Washington Irving di tahun 1831 ini, terlihat syahdu di perbukitan luas yang nampak terang dan mencolok dari kejauhan berlatar pegunungan Sierra Nevada dengan pucuk gunungnya yang ditutupi salju. Bagai misteri yang ingin dipecahkan, kami serasa ingin segera meraihnya sejak kaki turun dari kendaraan yang membawa kami ke wilayah La Alhamra. Tiupan hawa yang tetap terasa dingin di awal musim panas terasa mengiggit karena kami berada di daerah tinggi. Saya mendekap kedua lengan dan menenggelamkan leher ke dalam syal tebal yang melingkar, lalu bergegas menuju pintu masuk utama La Alhamra.
Istana La Alhamra, istana yang awalnya dibangun oleh kaum khalifah muslim Granada di jaman abad ke-12, dibuat sangat dekoratif, penuh dengan berbagai ukiran dan kaligrafi para seniman terkenal di jamannya. Relief-relief cantik berwarna kemerahan mendominasi warna bangunan sehingga itulah ternyata mengapa disebut Alhamra yang artinya adalah Istana Merah. Warna kemerahan itu juga berasal dari batu-batu bata tanah liat yang halus dan superkokoh di dinding bangunan istana. Meskipun tercatat, istana ini pernah melakukan beberapa perbaikan tanpa mengubah bentuk dasar asli bangunan dan juga gempa bumi di tahun 1821 sehingga mengalami kerusakan namun kemudian diperbaiki oleh Raja Ferdinand VII. La Alhambra, atau the Alhambra, diambil dari bahasa Arab yaitu al-qala’a al-hamra yang artinya istana merah. Kompleks istana terdiri dari tiga bagian utama; Istana Nasrid, taman Generalife, dan benteng Alcazaba. Namun sejak Dinasti Nasrid dijatuhkan oleh monarki Katolik, dibangun pula Istana Charles V dalam komplek Alhambra. Di pintu masuk, terlihat beberapa orang pengunjung yang sepertinya ternyata datang terlambat dari jam yang ditentukan. Pengunjung ini serta merta ditolak masuk oleh petugas. Wah, sebegitu ketatnya untuk dapat mengunjungi La Alhamra karena selain dibatasinya jumlah pengunjung per harinya, di tiap tiket masuk yang biasanya telah dipesan jauh-jauh hari via online itu tertera jam yang ditentukan untuk tiap pengunjung personal dan rombongan. Terlambat sedikit, maka kita harus reschedule tiket masuk yang ada. Selain itu, sebelum masuk ke dalam wilayah istana, pengunjung terlebih dahulu diberi tahu beberapa persyaratan melalui pemandu dan brosur yang dibagikan dan harus dipatuhi sebagai bentuk upaya pemeliharaan. Salah satunya, pengunjung dilarang menyentuh dan memegang dinding istana. Ini disebabkan karena suhu dan aroma tubuh serta kelembapan tangan dapat mempengaruhi material bangunan istana yang sudah dijaga kelestariannya hingga ratusan tahun lamanya. [caption id="" align="aligncenter" width="556" caption="Istana / Palacio Del Generalife yang dinding-dindingnya pun tak boleh disentuh"]
[/caption] Saya pun akhirnya cukup mengamati dan mengagumi dari dekat dengan lamat-lamat hasil karya umat muslim di ratusan tahun lalu itu. Terpana dan terheran-heran karena apa yang mereka hasilkan bukanlah bangunan sembarangan. Detail karya mereka yang masih tersisa menunjukkan bahwa di masa tersebut, kaum muslim merupakan umat yang sangat berbudaya dan memiliki kemampuan seni yang luar biasa mengagumkan. Hmm… saya tersenyum bangga, lalu kembali berjalan penuh semangat menapak bangunan istana yang lain. [caption id="attachment_1462" align="aligncenter" width="552" caption="Tulisan Kaligrafi di banyak dinding Istana La Alhamra"]
[/caption] Sepanjang jalan, banyaknya pohon Orange atau Jeruk bertebaran pada halaman istana membuat saya bertanya-tanya dalam hati. Buahnya ranum menggiurkan, menguning matang di dahan-dahannya yang rendah namun tak ada seseorang pun yang sepertinya ingin memetiknya sehingga banyak yang berguguran jatuh ke tanah. Ternyata konon sang buah kini tidaklah lagi manis tapi berasa pahit dan masam, mungkin sepahit kenangan mengharu biru yang terukir sejak berabad lampau ketika istana tersebut direbut dari keluarga kerajaan Alhamra. Pohon Jeruk ini banyak di tanam di halaman-halaman bangunan di Spanyol. Daunnya yang rindang berfungsi sebagai penyejuk dan pelindung di kala musim panas. Akarnya yang serabut kecil-kecil relatif aman untuk lantai-lantai marmer yang menutupi halaman bangunan. [caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="Jeruk yang Ranum"]
[/caption] [caption id="attachment_1461" align="aligncenter" width="552" caption="Pohon Jeruk dimana mana"]
[/caption]
Selain pohon jeruk, berbagai tumbuhan hijau dan bunga berwarna-warni yang semarak ada di tiap sudut halaman kawasan istana yang luasnya sekitar 142.000 m2 ini.Sangat luas dan berbukit-bukit, jaraknya saling berjauhan antara istana satu dan istana yang lain. [caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="penulis di gerbang Generalife yang terasa damai"]
[/caption] [caption id="attachment_1467" align="aligncenter" width="552" caption="Area La Alhamra yang sangat luas"]
[/caption] Jadi catatan penting agar memakai sepatu yang nyaman untuk mengunjungi komplek yang sangat luas dan berbukit-bukit ini. Untung saja, sepatu boot yang saya pakai tidak terlalu menyiksa, jadi saya masih bisa menikmati dengan tenang tanpa gangguan kaki yang lecet. Selain itu, semerbak wangi bunga senantiasa mengiringi langkah kita kala menapak perlahan di rerumputan nan hijau. Bunga Rose aneka warna mendominasi tumbuhan bunga yang tumbuh atau mungkin sengaja ditanam. Jenis-jenis bunga lain juga bertebaran di sepanjang jalan dan sejauh mata memandang. Sungguh elok dan membuat perjalanan yang jauh ditempuh menjadi tak melelahkan karena pandangan mata yang sejuk dan menyenangkan. [caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="Bunga dimana mana"]
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="Bunga Berwarna Warni"]
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="556" caption="Gerbang Istana Generalife"]
[/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="Sepanjang Jalan dipenuhi pepohonan sejuk nan rindang"]
[/caption]
Saya sempat berfoto ala Permaisuri di sebuah taman istana bernama taman Singa yang dikelilingi oleh 128 tiang marmer di mana di taman ini dihiasi oleh 12 buah patung singa yang melingkari kolam air mancur yang juga terbuat dari batu marmer putih. Dari mulut si singa keluar air yang mengaliri lantai marmer di bawahnya. Di sekeliling taman terdapat beberapa ruangan kediaman Sultan dan keluarga Sultan. Termasuk di antaranya ruangan Permaisuri, ruangan saudari perempuan Sultan dan sebuah Masjid yaitu Masjid Al-Mulk. Di tiap-tiap ruangan istana terdapat kolam air di tengah ruangan yang ternyata berfungsi sebagai penyejuk alami saat musim panas.
Dekorasi ruangan benar-benar mencerminkan keelokan istana di masa lampau dan mau tak mau membuat saya yang duduk agak lama di kursi di sudut taman Singa menjadi termenung diam. Membayangkan dalam-dalam keadaaan istana tersebut di masa yang telah lama berlalu, saat para penghuni istana hidup damai dan penuh kebahagiaan dalam istana yang indah penuh lantunan ayat suci. [caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="Hausyus Sibb ( Taman Singa)"]
[/caption] Di akhir perjalanan menyusuri istana-istana La Alhamra, sampailah di suatu tempat bernama Generalife yang terletak pada bagian paling tinggi pada lahan komplek istana dalam kompleks istana Nasrid. Taman ini dianggap mendekati penggambaran surga, sehingga dinamakan Generalife (dibaca: generalifé, bukan jeneralaif), berasal dariÂ
Jannat al Arif, yang artinya taman surga yang megah. Penuh dengan bunga berwarna-warni, kolam kecil dengan air mancur hampir di setiap bagian taman. [caption id="" align="aligncenter" width="552" caption="Palacio de Generalife"]
[/caption] Kisah haru yang membayangi istana La Alhamra pun sebenarnya menjadi daya tarik tersendiri yang membawa banyak traveler sangat antusias mengunjungi tempat yang ditetapkan oleh badan dunia UNESCOÂ sebagai situs dunia yang dilestarikan. Konon, perebutan kekuasaan antar keluarga kerajaan di masa tersebutlah yang memecah belah mereka sehingga persatuan dan kekerabatan mereka menjadi rapuh dan akhirnya dengan mudah dapat dikuasai oleh monarki Katolik yang justru sebaliknya semakin bersatu. Raja Ferdinand V dari Aragon dan Ratu Isabelle dari Castila yang kemudian menikah demi mempersatukan kekuatan mereka, pada tahun 1492 mengepung Granada dan lalu menaklukkan dan menguasai istana La Alhamra. Seluruh rakyat Granada yang mayoritas muslim diminta untuk pergi meninggalkan Andalusia atau tetap tinggal tapi berpindah keyakinan ke Agama Kristen. Di kisah yang layak menjadi pelajaran berharga untuk kita semua ini, tentunya bisa menjadi pengingat agar terus bersatu menjaga persatuan. Alangkah mudahnya ya kita dihancurkan jika kita berada dalam keadaan terpecah belah. Selain itu, perjalanan ke Andalusia secara keseluruhan juga telah membuat saya merasa sangat beruntung menjadi warga di negara dimana kami dapat hidup rukun dan damai dalam toleransi antar umat beragama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya