Rasanya, tak ada lagi tawa yang begitu renyah kecuali ketika penonton melihat satu bungkus chocolatos untuk kedua kalinya nongkrong di depan muka Habibie (Reza Rahadian).
Tawa tersebut seperti hadir dari dunia lain. Tawa yang seutuhnya lepas dari jalan cerita film Habibie dan Ainun yang perdana diputar pada 20 Desember 2012 di seantero bioskop 21 di seluruh Indonesia.
Sebegitu cerobohnyakah seorang sutradara rela menghancurkan karya bergenre realisnya untuk membiarkan makhluk bernama chocolatos itu hadir?
Reza yang susah payah mengeksplorasi gerak renik Habibie pun terpaksa harus dikorbankan untuk sebungkus chololatos. Bahkan humor Reza yang khas Habibie itu pun, lagi-lagi, harus kalah dengan tawa renyah penonton melihat humor chocolatos.
Pada titik ini, air mata saya tak jadi hadir tak kala adegan indah ketika Habibie hendak merelakan Ainun pergi (wafat). Saya juga harus rela dihantui chocolatos tatkala Habibie yang untuk kesekian kalinya diperankan hebat oleh Reza, berupaya mengusir seorang pengusaha yang hendak menyuapnya.
Tadinya saya mengira akan dihibur dengan humor hitam khas chocolatos itu. Berkali-kali saya mencoba berpikir realistis mengapa sang sutradara rela diperkosa oleh makhluk asing itu. Tapi, tetap saja, karena sekotak chocolatos, rusak karya sebelanga.(***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H