Mohon tunggu...
Wandi Barboy Silaban
Wandi Barboy Silaban Mohon Tunggu... jurnalis -

Seorang yang tak bisa melepaskan diri dari dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hanya Oleh Karena Kasih-Nya

1 Oktober 2010   08:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:48 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Alunan lagu indah yang sendu dan hangat terus terdengar di ruang tamu kantor. Barangkali kompasianer sekalian ada yg sudah mendengar lagu ini. Berikut ini saya tuliskan apa yang diungkapkan lagu itu:

# Bila kulihat bintang gemerlapan - - dan bunyi guruh riuh kudengar
Ya Tuhanku tak putus aku heran - - melihat ciptaanmu yang besar
Reff: Maka jiwaku pun memujimu sungguh besar kau Allahku
Maka jiwaku pun memujimu sungguh besar kau Allahku #

Ya barangkali suasana hati ini sedang sentimental. Tapi tolong jangan kenangkan saya dengan sentimental. Ini hanya ungkapan sederhana pada pedalaman diri dengan hati dan pikiran yang tidak disertai tetek bengek lainnya. Murni. Diri ini yang terus menapaki jalan kehidupannya setapak demi setapak dan melangkah menuju hari esok yang lebih cerah. Oh, Tuhanku.  Gusti Agung yang maha mengasihi. Terimakasihku untuk setiap perjalanan kehidupan yang boleh hamba jalankan. Puji Tuhan. Hingga saat ini hamba melaluinya dengan baik adanya. Itu semua bukan karena kekuatan dan pemikiran yang ada, semua hanya oleh karena kasihMu, Tuhan. Pada suasana jelang sore yang hangat ini saya menimang-nimang di dalam hati dan pikiran bahwa saya haruslah menjadi orang yang pandai bersyukur sikapi segala kehidupan ini. Dengan bersyukur dan senantiasa mengingat kebesaranNya, saya menjadi orang yang sanggup menghadapi segala kesulitan hidup yang membelukar. Ya, sekali lagi bukan karena kekuatan, pemikiran, kegagahan yang saya miliki melainkan hanya oleh karena kasihNya. Hingga saat ini entah apa jadinya saya di bumi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini tanpa penyertaan kasih Tuhan dalam kehidupan ini. Tentu hanyalah seorang biasa saja yang sedang merantau dan berjuang di Yogyakarta! Tapi lihatlah setidaknya diri saya saat ini, diri ini sudah memiliki teman-teman yang kebetulan rata-ratanya bergerak dalam bidang perbukuan dan tulis menulis.  Hal ini juga tidaklah mengartikan bahwa saya sudah berbahagia dan sukses sebagaimana pendapat kebanyakan teman-teman kuliah dulu di Lampung. Semua, untuk saat ini hanya saya syukuri saja. Syukur bagiNya. Saya hanyalah setitik air di tengah lautan kehidupan yang terus bergelombang. Tidak berarti apa-apa. Bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Namun hanya oleh karena kasihNya saya menjadi berarti. Saya bekerja dan menjalani hidup dengan lebih menata makna kehidupan.  Semua itu bukan karena kebisaan dan kemampuan,  juga bukan karena keterampilan maupun keahlian,  atau apa pun yang saya miliki.  Sekali lagi bukan!!! Tapi ini hanya, dan ia tidak lebih daripada kata "hanya" itu. Ya, saya jalani semua hanya oleh karena kasihNya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun