Mohon tunggu...
Wandha Audia Magfirah
Wandha Audia Magfirah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

"Don't let the noise of other's opinions drown out your own inner voice" - Steve Jobs

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kriteria Penilaian Bank Syariah

5 Januari 2024   13:10 Diperbarui: 5 Januari 2024   13:10 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan dari apa yang saya pahami bahwa kriteria penilaian informasi bank syariah adalah tentang bagaimana bank memenuhi standar/penilaian atau apakah bank sudah sesuai dengan kepatuhan syariah, transparansi, akuntabilitasnya sebagai bank, dan sebagainya. Dalam penelitiannya, Saimara Sebayang menyampaikan bahwa Bank Mandiri Syariah memiliki komitmen untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan, termasuk peraturan dari Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan undang-undang lainnya. Kepatuhan ini diwajibkan untuk dilaksanakan oleh Dewan Komisaris, Direksi, dan seluruh pegawai di dalam organisasi Bank Mandiri Syariah. 

Evaluasi terhadap profil risiko Bank Mandiri Syariah per 31 Desember 2018 menunjukkan predikat risiko inheren bank secara keseluruhan adalah Low to Moderate dengan nilai 2. Sementara itu, predikat kualitas penerapan manajemen risiko dinyatakan sebagai satisfactory. Berdasarkan hasil tersebut adalah low to moderate yang artinya bahwa berada dalam kategori rendah hingga sedang, Sedangkan "satisfactory" mengindikasikan bahwa penerapan manajemen risiko oleh bank dianggap memadai atau memuaskan. 

Ini menunjukkan bahwa bank telah cukup efektif dalam mengelola risiko dan dianggap memuaskan atau memadai (Sebayang, S, 2020). Muhammad Istan dalam penelitiannya menyatakan bahwa selama periode 2015-2019, BCA Syariah memperoleh peringkat komposit sehat (2), menunjukkan bahwa PT BCA Syariah dapat diandalkan sebagai lembaga perantara yang dapat mengelola dan menyalurkan dana dengan pertanggungjawaban yang baik. Dengan tingkat kesehatan yang sangat baik, risiko-risiko yang mungkin timbul dapat dihadapi oleh BCA Syariah, dan kelemahan yang ada dianggap kurang signifikan (Istan, M, dkk, 2021). 

Hasan, dalam penelitiannya, menyarankan peningkatan transparansi dan disiplin pasar pada bank syariah. Hal ini penting mengingat deposan dan investor memiliki kepentingan terhadap hasil investasinya, yang secara teoritis lebih tidak pasti dibandingkan dengan bank konvensional yang menerapkan pembagian hasil dengan menggunakan tingkat bunga. Bank Indonesia disarankan untuk meningkatkan komitmen transparansi dan memperkuat kemampuan pelaku pasar, termasuk nasabah, dalam menggunakan informasi kondisi bank untuk pengambilan keputusan investasi yang tepat. Edukasi bagi nasabah dan pelaku pasar bank syariah dianggap krusial karena bank syariah masih relatif baru dan sistemnya belum sepenuhnya dipahami (Hasan, 2013). Ade Sofyan Mulazid dalam penelitiannya menyatakan bahwa Bank Mandiri Syariah telah melaksanakan sistem pengawasan terhadap kepatuhan syariah dengan baik. Fungsi kepatuhan syariah dari Direktur Kepatuhan kepada seluruh jajaran Bank Mandiri Syariah dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip kepatuhan, budaya kepatuhan, manajemen risiko, dan kode etik kepatuhan. Namun, audit internal di Bank Mandiri Syariah masih belum berjalan efektif, terbukti dengan masih adanya praktik fraud, seperti kasus pembiayaan fiktif di Kantor Cabang Sudirman Bogor. Oleh karena itu, perbaikan dan peningkatan dalam pelaksanaan sharia compliance di Bank Mandiri Syariah dianggap masih perlu dilakukan (Mulazid, A. S, 2016).

Kemudian pada jurnal utama mengatakan bahwa perdasarkan penelitian yang dilakukan, Bank BCA Syariah terbukti menjadi yang terbaik dalam pelaksanaan Maqashid Syariah Indeks selama periode 2016-2018, dengan pencapaian sebesar 45,28%. Di urutan kedua terdapat Bank Syariah Mandiri dengan persentase mencapai 40,41%, diikuti oleh Bank BRI Syariah dengan 37,02%, Bank BNI Syariah dengan 36,97%, dan Bank Mega Syariah yang berada di urutan terakhir dengan persentase 29,18%. Perlu diperhatikan bahwa Maqashid Syariah Indeks lebih menekankan pada kedisiplinan Bank Umum Syariah dalam mempublikasikan rasio-rasio dalam laporan keuangannya sebagai wujud transparansi dan kejujuran sistem syariah (Chintia, D, 2020). Devi Rizki Zahrawani dan Nining Sholikhah menyoroti bahwa PT. BPRS Cental Syariah Utama selama tahun 2017-2019 belum dapat menerapkan good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan dengan baik dan konsisten. Hal ini mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesionalisme, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya. Mereka menegaskan bahwa bank perlu mengikuti pedoman terkait dengan pelaksanaan tata kelola yang baik (Zahrawani, D. R, dkk, 2021). Laksita Sela Srimaya dan Elsa Amalia menyebutkan bahwa tata kelola Islam di Indonesia diatur oleh Peraturan Bank Indonesia, yang mengharuskan perbankan syariah mematuhi ketentuan dan persyaratan terkait tata kelola. Namun, secara umum, perbankan syariah di Indonesia belum sepenuhnya mampu menerapkan tata kelola Islam dalam kegiatan operasional sehari-hari. Mereka memberikan contoh kasus penyimpangan kegiatan operasional di Unit Usaha Syariah Bank Danamon Tbk, yang melakukan transaksi derivatif (gharar) dengan unsur spekulatif di perbankan syariah (Srimaya, L. S, dkk, 2023). Ahmad Faqihuddin menyatakan bahwa penerapan Good Corporate Governance (GCG) pada bank syariah harus merujuk pada prinsip dan nilai-nilai ekonomi dan bisnis Islam sesuai dengan Al Qur'an dan Hadis. Penyimpangan kegiatan operasional bank syariah dari nilai-nilai ekonomi dan bisnis Islam dianggap sebagai penyimpangan terhadap akidah Islam. Oleh karena itu, kegiatan usaha perbankan syariah yang mengikuti prinsip syariah harus menitikberatkan pada aspek tanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, sehingga setiap transaksi bank syariah tidak mengandung unsur yang diharamkan (Faqihuddin, A, 2019).

Berdasarkan kesimpulan jurnal utama mengatakan bahwa pada periode 2016-2018 terhadap lima Bank Umum Syariah di Indonesia, diperoleh kesimpulan bahwa hanya Bank BRI Syariah yang memperoleh predikat cukup sehat. Hal ini disebabkan oleh tingginya rata-rata rasio Non-Performing Financing (NPF) Bank BRI Syariah, yang mengindikasikan tingginya pembiayaan bermasalah. Selain itu, rata-rata Return on Assets (ROA) Bank BRI Syariah juga lebih rendah dibandingkan dengan keempat bank lainnya, menunjukkan bahwa pada periode tersebut Bank BRI Syariah belum efektif dalam menghasilkan laba (Chintia, D, 2020)

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun