Pada awalnya pendidikan bagi para narapidana bertujuan untuk memberi bekal mereka ketika keluar dari rumah tahanan. Di penjara, pendidikan menjadi bernilai sosial (social return) yang melampaui nilai privat yang diterima oleh setiap individu. Jenis pemanfaatan pendidikan ini sama potensialnya dengan dampak kejahatan yang ditimbulkan. Oleh sebab itu pendidikan menjadi penyebab positif untuk mengurangi tingkat kejahatan. Semakin banyak orang mengenyam pendidikan maka pengangguran dan angka kejahatan semakin berkurang. Kondisi ini menjadikan sekolah mempunyai manfaat sosial yang tak terhingga bagi masyarakat.
Di lain pihak, pendidikan juga berdampak pada tindakan kejahatan yang berkelanjutan. Hal ini karena, pertama, sekolah meligitimasi perolehan kerja. Keyakinan ini terlihat pada ungkapan ‘sekolah untuk mendapatkan kerja’ sehingga orientasi nilai menjadi utama ketimbang proses pembelajaran. Kedua, pendidikan berdampak langsung pada sistem pemberian penghargaan atau pengurangan masa tahanan (remisi). Ketiga, sekolah menjadi preferensi secara tidak langsung dalam pencegahan tindakan kejahatan. Pendidikan juga memberi kesabaran dan keseganan bagi calon pelaku tindak kejahatan yang pernah mengenyam pendidikan. Pada kondisi lain, individu dengan rasa keterikatan tinggi pada kriminalitas lebih suka menghabiskan waktu terlibat dalam kejahatan daripada bekerja sesuai dengan latar pendidikannya.
Terlepas Ayin adalah terpidana dengan tuduhan penyuapan jaksa Agung Surip. Ketika dia melakukan tindakan pengajaran, Ayin dianggap melakukan kebaikan sehingga mendapat keringanan hukuman. Makna penjara saat ini telah bergeser, tidak lagi menjadi tempat menyeramkan seperti yang dibilang Michel Foucoult dalam bukunya Disiplin and Punishment. Penjara tidak lagi menjadi simbol dari sebuah hukuman.
Jera Penjara
Dulu hampir setiap orang takut di penjara. Keluar dari penjara atau ada anggota kerabat yang pernah masuk penjara seolah-olah menjadi aib keluarga. Penjara sebagai hukuman agar terpidana menjadi sadar. Namun sekarang, penjara tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan karena merebaknya mafia hukum dimana seseorang yang mampu bisa mendapatkan fasilitas mewah seperti yang diinginkan atau keluar lebih cepat dari masa tahanan yang seharusnya. Bahkan tidak ayal diantara mereka keluar masuk bui menjadi sesuatu yang biasa.
Penjara hanya sebagai formalitas dari suatu masa yang harus dijalani bagi narapidana. Pendidikan yang seharusnya memberikan manfaat, agar mereka produktif dan bebas dari ketergantungan kejaharan dan komunitas. Kini, pendidikan dalam penjara harus dievaluasi. Pendidikan yang diprogram untuk narapidana yang tidak mempunyai pekerjaan, tidak mempunyai kemauan kerja dan mayoritas berpendidikan rendah. Sudah tidak sesuai dengan kondisi penjara saat ini. Pendidikan dan rehabilitasi bukan dianggap sebagai misi utama karena beberapa alasan seperti pertama, kondisi anggaran negara yang terbatas untuk program pendidikan narapidana. Kedua, persoalan keuangan yang menyulitkan investasi pendidikan di penjara. Ketiga, kebutuhan fisik ruang terutama kelas terbatas di dalam penjara.
Dalam pelaksanaan program pendidikan di penjara, seringkali dijumpai narapidana tidak hadir di kelas secara reguler dan konsisten. Ketidakhadiran menjadi masalah penting karena menyangkut efektivitas program tersebut. Tiga faktor yang signifikan dengan rendahnya kehadiran narapidana dalam program pengembangan kapasitas antara lain pertama, kurangnya tenaga pengajar di penjara sehingga seringkali melibatkan narapidana yang dianggap mampu dan mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk mengajar. Kedua, terbatasnya ketersediaan dana pendidikan di penjara. Ketiga, penjara tidak menyediakan insentif yang memadai untuk narapidana yang terlibat dalam program pendidikan. Namun negara memberikan remisi atau potongan masa tahanan yang berkelakuan baik termasuk memberi pengajaran di lingkungan penjara.
Program pendidikan dasar yang diberikan termasuk ketrampilan dan kemampuan bertahan hidup menggunakan waktu produktif dalam penjara sekaligus dapat mengurangi pengaruh negatif di penjara.Lebih lanjut, pendidikan ini merupakan resosialisasi atau melatih narapidana untuk dapat diterima dalam masyarakat. Untuk itu, pertama, pemerintah khususnya pihak lembaga pemasyarakatan melakukan identifikasi kebutuhan program pendidikan di penjara. Kedua, sasaran program yang sesuai kebutuhan para narapidana. Ketiga, monitoring jejak kemajuan belajar narapidana..
Rehabilitasi Kesadaran
Kesadaran bukan lagi sebagai hasil dari proses penahanan. Bahkan kriteria yang seharusnya muncul dari program rehabilitasi baik lewat pendidikan, kesehatan mental dan kekerasan substansial menjadi sesuatu yang mustahil. Padahal menurut Elizabeth G. Hill (2008: 27-28), pertama, program rehabilitasi penjara seharusnya menjadi model program agar dapat diterima secara luas, efektif, ideal dan mempunyai tujuan yang spesifik. Kedua, prinsip resiko, mengidentifikasi narapidana berdasarkan faktor resiko mereka seperti berpikir tentang kejahatan, tingkatan anti sosial dan berbagai penyakit mental lainnya. Ketiga, prinsip kebutuhan, program seharusnya didesain khusus untuk yang membutuhkan dan langsung berhubungan dengan perilaku kejahatan mereka, seperti perilaku antisosial dan kekerasan. Keempat, prinsip responsivitas yaitu jumlah intervensi yang seharusnya disesuaikan dengan karakteristik populasi sasaran. Kelima, kadar yang disesuaikan dengan jumlah intervensi seharusnya terutama tujuan, lama, frekuensi dan intensitas layanan pendampingan. Umumnya intervensi dengan kadar tinggi lebih efektif daripada intervensi dengan kadar rendah. Keenam, staf pelatih seharusnya mempunyai kualifikasi, pengalaman dan pelatihan dalam penyediaan pendidikan yang efektif. Tujuh, penguatan positif memberikan dampak yang signifikan terhadap penyadaran dibandingkan hukuman. Delapan, tindak lanjut setelah intervensi selesai. Sembilan, evaluasi hasil program dan kinerja staf secara berkala agar lebih efektif melakukan perbaikan. Dari kesembilan perspektif inilah, pendidikan narapidana yang diberikan dalam cara yang berbeda membuktikan bahwa komitmen pada keadilan sosial dan visi transformasi pendidikan dan manfaat bagi seluruh warga Indonesia tetaplah ada.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI