Mohon tunggu...
Wanda Dia Tri A nggraeni
Wanda Dia Tri A nggraeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasisiwa S1 Pendidikan IPA Universitas Jember- Mahasiswa S1 Pendidikan IPA Universitas Jember

Hobi Memasak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melakukan Ritual Petik Laut di Bulan Suro Setiap Tahunnya

14 Juni 2024   20:05 Diperbarui: 14 Juni 2024   20:18 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahunnya, pada bulan Suro dalam kalender Jawa, masyarakat pesisir di Indonesia menjalankan ritual petik laut dengan penuh kekhusyukan dan keseriusan. Ritual ini tidak sekadar tradisi turun-temurun, tetapi juga simbol kearifan lokal yang menghormati alam dan mempertahankan nilai-nilai budaya yang kaya.


Ritual petik laut pada bulan Suro mengisyaratkan awal dari siklus baru dalam kehidupan pesisir. Dipercaya sebagai momen yang paling baik untuk mengumpulkan hasil laut, masyarakat bersiap dengan peralatan tradisional dan doa-doa yang disampaikan dengan khidmat. Proses ini tidak hanya tentang mengambil hasil bumi laut, tetapi juga sebagai bentuk rasa syukur atas anugerah alam dan kesempatan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya.

Selain aspek spiritual dan keagamaan, ritual ini juga memupuk kebersamaan di antara masyarakat pesisir. Mereka bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil, saling membantu dalam mengumpulkan hasil laut tanpa meninggalkan jejak yang merugikan bagi lingkungan. Ini mencerminkan filosofi gotong royong yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu.

Namun, ritual petik laut tidak hanya menghadirkan kegiatan yang seremonial semata. Ia juga menyoroti tantangan modern dalam pengelolaan sumber daya alam. Perubahan iklim dan kegiatan manusia telah mengancam ekosistem pesisir, sehingga menjaga kesinambungan ritual ini juga berarti mengambil sikap untuk melindungi laut dan kehidupan yang bergantung padanya.

Dengan keunikan budaya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, ritual petik laut pada bulan Suro adalah pengingat akan pentingnya harmoni antara manusia dan alam. Ini adalah momen untuk merayakan kearifan lokal dan mengembangkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan, memastikan bahwa tradisi berharga ini dapat dilestarikan untuk generasi mendatang.

Setiap tahun pada bulan Suro, ritual petik laut menjadi sebuah tradisi yang sangat dihormati di banyak daerah pesisir di Indonesia. Bulan Suro dalam kalender Jawa dianggap sebagai waktu yang istimewa dan diyakini memiliki energi spiritual yang kuat. Ritual petik laut ini bukan sekadar kegiatan mencari hasil laut, tetapi juga upaya untuk menjaga keseimbangan alam dan mempertahankan keberlangsungan ekosistem laut.

Para nelayan dan masyarakat setempat mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum bulan Suro tiba. Mereka membersihkan dan menyucikan peralatan untuk menunjukkan penghormatan mereka terhadap laut dan alam sekitarnya. Di beberapa tempat, upacara adat dan doa bersama dilakukan sebelum memulai petik laut, sebagai ungkapan syukur atas rezeki yang diberikan oleh laut dan sebagai permohonan untuk perlindungan dan keberlimpahan di masa mendatang.

Selain sebagai tradisi keagamaan, ritual petik laut juga memiliki nilai sosial yang tinggi. Masyarakat lokal biasanya melibatkan seluruh anggota komunitas, termasuk anak-anak dan orang tua, untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Ini tidak hanya memperkuat ikatan sosial di antara mereka tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan tanggung jawab terhadap lingkungan kepada generasi muda.

Selama proses petik laut, para nelayan menggunakan pengetahuan turun-temurun untuk menentukan lokasi yang tepat dan teknik yang sesuai agar aktivitas mereka berkelanjutan. Mereka percaya bahwa melakukan petik laut dengan penuh rasa hormat dan kehati-hatian akan menjamin kelimpahan hasil laut di masa depan. Setelah selesai, hasil tangkapan biasanya dibagi secara adil di antara anggota masyarakat atau dipersembahkan sebagai tanda syukur kepada alam.

Namun demikian, perubahan iklim dan praktik pencurian sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan ritual petik laut ini. Banyak komunitas lokal dan pemerintah daerah berupaya untuk melindungi dan mempromosikan kegiatan ini sebagai bagian dari warisan budaya dan sumber kehidupan yang berkelanjutan. Melalui kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan kearifan lokal, diharapkan ritual petik laut dalam bulan Suro dapat terus dilestarikan dan dinikmati oleh generasi mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun