Mohon tunggu...
Wanda
Wanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ekonomi Universitas Tanjungpura

Selanjutnya

Tutup

Diary

Potret Seorang Pemulung Penerima Bansos dalam Menghidupi Ketiga Anaknya Sendirian

22 Maret 2024   23:56 Diperbarui: 16 Mei 2024   22:37 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Bu Nurhayati, seorang janda yang berusia 56 tahun, menjalani kehidupan bersama tiga anak laki-lakinya di Kecamatan Pontianak Barat, Kelurahan Sungai Jawi Luar, Kalimantan Barat 

Suaminya sudah  meninggal dunia sejak anak terakhirnya berusia 1 tahun  dikarenakan sakit. Dan  semenjak saat itu hingga kini, Bu Nurhayati lah yang  menjadi kepala keluarga serta menjadi tulang punggung untuk menghidupi ketiga anaknya. Anak pertamanya yang saat ini berusia sekitar 20 tahun sudah tidak lagi bersekolah dan terkadang bekerja sebagai buruh harian (buruh angkut) di pelabuhan seng hie.  Namun, pekerjaannya ini tidak menentu, ia hanya bisa bekerja 3-4 kali dalam seminggu. Penghasilannya pun bervariasi, kadang-kadang ia mendapatkan sekitar Rp. 20.000 hingga Rp. 30.000 sekali kerja. Sementara itu, untuk anak keduanya mengalami cacat fisik yaitu gangguan pada fungsi tubuh yang mana ia tidak dapat berbicara semenjak umur 3 tahun, Cacat fisik ini telah menghalangi kemampuannya untuk bekerja atau memberikan kontribusi ekonomi kepada keluarga. sehingga Ia lebih sering menghabiskan waktunya untuk berada dirumah dan terkadang pada sore hari nya Ia bermain layang-layang bersama teman-teman sekampungnya. sedangkan untuk anak terakhirnya saat ini sedang menempuh pendidikan tingkat dasar yaitu berada di kelas 5 SD

Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Bu Nurhayati bergelut dalam berbagai pekerjaan. Ia memungut barang-barang bekas lalu menjualnya. Selain itu, ia sering mengambil pekerjaan upahan seperti mencuci piring, membersihkan rumah, atau membantu di pasar teratai. Namun, pekerjaannya yang tidak menentu ini membuat pendapatannya juga tidak stabil, berkisar antara Rp. 300.000 hingga Rp. 500.000 per bulan. Bu Nurhayati mengakui bahwa mencukupi kebutuhan sehari-hari semakin sulit. Harga barang pokok yang terus melonjak membuatnya harus mengatur anggaran dengan sangat hati-hati. Namun, di tengah segala kesulitan, ia tetap bersyukur atas segala berkah yang diberikan kepadanya. "Walaupun kami makan apa adanya," ujarnya, "tetapi kami masih mempunyai tempat tinggal dan kami sekeluarga masih sehat wal afiat. Anak kami yang cacat ini pun, ada yang lebih parah lagi cacatnya, jadi kita tidak usah lah mengeluh dan malu." 

Namun pada tahun 2021 membawa kabar baik bagi Bu Nurhayati. Ia mendapat bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari pemerintah. Bantuan tersebut biasanya diterima sekitar 3-4 kali pertahun dengan nominal yang tidak menentu, kadang-kadang Ia menerima Rp.200.000 hingga Rp.400.000 dalam sekali terima. Untuk mengakses bantuan ini, Bu Nurhayati pergi ke ATM terdekat. Selain PKH, Bu Nurhayati juga mendapat bantuan dari Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Ketika pertama kali menerima bantuan ini, ia mendapatkan paket sembako yang berisi beras, telur, minyak goreng, dan beberapa jenis buah-buahan. Namun, pada pertengahan tahun 2023, bantuan sembako tersebut diganti menjadi uang tunai sebesar Rp. 200.000 setiap dua bulan sekali. Meskipun bantuan ini tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan keluarganya, Bu Nurhayati bersyukur dan mengucapkan rasa terima kasihnya. "Untuk mencukupi sih tidak," katanya, "tetapi lebih bersyukur lah." 

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Bu Nurhayati tinggal di rumah yang merupakan miliknya sendiri, sebuah rumah dengan dimensi panjang 22 meter dan lebar 8 meter . Rumah ini dibangun dengan dinding seluruhnya terbuat dari tembok dan beratap seng. Meskipun rumah ini menyediakan tempat perlindungan bagi keluarganya, fasilitas di dalamnya sangat sederhana. Tidak ada peralatan modern seperti kulkas, rice cooker, atau mesin cuci yang umumnya dimiliki oleh rumah tangga. Bu Nurhayati masih mengandalkan arang atau kayu bakar untuk memasak sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan air minum, Bu Nurhayati mengandalkan air hujan yang ditampung di depan rumahnya menggunakan tempayan. Sedangkan untuk kebutuhan mandi dan mencuci pakaian, ia menggunakan air dari parit yang tersedia di samping rumahnya. Kendaraan tunggal yang dimiliki Bu Nurhayati adalah sebuah sepeda motor tua yang dilengkapi dengan keranjang di bagian belakangnya. Sepeda motor ini menjadi alat utama bagi Bu Nurhayati untuk mengumpulkan barang-barang bekas yang kemudian disimpan di keranjang tersebut. 


Lingkungan sekitar rumah Bu Nurhayati adalah area yang cukup ramai dengan penduduk yang beraneka ragam. Rumahnya berbatasan langsung dengan rumah penduduk lainnya di RT sebelahnya. Mayoritas kondisi rumah di sekitarnya serupa dengan rumah Bu Nurhayati, dengan mayoritas kelas menengah ke bawah, meskipun ada beberapa rumah yang terlihat lebih mewah. Masyarakat di sekitar rumah Bu Nurhayati dikenal sebagai orang-orang yang ramah dan saling mendukung satu sama lain. Sore hari adalah waktu yang menyenangkan di lingkungan sekitar, ketika para ibu berkumpul dan berinteraksi dengan ceria, sementara anak-anak kecil bermain layang-layang.

Wawancara mendalam dan observasi dilakukan pada Februari 2024

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun