Mohon tunggu...
Wamdi Jihadi
Wamdi Jihadi Mohon Tunggu... -

Nilai kita bukan pada apa yang kita miliki, namun apa yang kita beri

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menulis di Facebook

8 Desember 2014   19:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Ada teman yang menyarankan kalau tulisan-tulisan saya dikirim saja ke media, dengan catatan tentu disesuaikan dengan selera redaktur. Ada lagi yang berkomentar kenapa tidak dibukukan saja, harapannya supaya terarsipkan dengan baik. Terima kasih atas sumbangan gagasan dan sarannya sahabat sekalian.

Bagi saya kalau misalnya yang saya tulis itu masih jauh dari kualitas, maka sesuailah tempatnya di facebook yang oleh sebagian orang beranggapan bahwa apa yang ditulis di facebook lebih kepada sisa waktu, tanpa penalaran yang dalam, memuat data seadanya, karena itu seperti laut atau tong sampah yang menerima apa saja. Tetapi sebaliknya kalau yang saya tulis itu sedikit menguakkan tirai supaya cahaya leluasa memasuki ruang kemanusiaan kita, maka paling tidak dari tumpukan sampah tadi ada yang bisa kita pergunakan.

Memang dengan menghanyutkan tulisan di facebook kita tidak dipusingkan lagi dengan kriteria redaktur atau media masa yang menjadi etalasenya tulisan yang kita kirim. Karena itu apa pun bentuk tulisannya – memenuhi Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) atau tidak, orang setuju dengan yang kita tulis atau tidak, menulis dengan tanggung jawab atau justeru lempar batu sembunyi tangan, menulis menggunakan atau tanpa pikiran – tetap saja mengalir di laut buatannya Mark Zuckerberg ini.

Tetapi juga jangan salah, dengan memuat tulisan di facebook sesungguhnya kita memberitahukan pada dunia tentang apa yang berkecamuk di dalam dada kita sebagai salah satu entitas yang menetap di salah satu sudutnya. Karena itu kicauan apa pun yang kita muat di sana sesungguhnya sadar atau tidak kita tengah mempersilahkan orang-orang berbondong untuk masuk dan melongok ke ruang terdalam jiwa kita. Karena itu timbang-timbang terlebih dahulu apa yang hendak kita ketengahkan, sebab ia bukan seperti suara yang hilang ditelan angin.

Bila tulisan yang dikirim ke media masa hanya sampai ke tangannya redaktur, kemudian ia akan pertenggangkan adakah baiknya – khususnya bagi media yang digawanginya – atau justeru akan menjatuhkan reputasinya. Namun tulisan kita yang di facebook seperti siang bolong, akan dilihat banyak mata seperti adanya. Bila ternyata mengandung racun maka bersiaplah di hukum dengan pengadilan jalanan, yang semua orang akan berkomentar tanpa rem.

Terlepas dari itu semua, bagi saya tulisan-tulisan yang saya posting di catatan facebook semacam uji publik. Mungkin kepahitan, kemanisan, keasaman, keasinan, dan lain sebagainya. Terima itu semua dan perbaiki di kesempatan berikutnya. Tetapi setiap kali menulis saya sudah berupaya melahirkannya sebagai bayi yang disertai doa-doa dan asupan gizi. Dan dengan memajangnya di facebook juga memotivasi untuk terus menulis dan berbagi, karena di samping kepuasan ketika selesai huruf terakhir ditulis, kepuasan lainnya bila ada yang membaca dan sedikit menghembuskan angin kesegaran di tegangnya panas kehidupan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun