Satu bulan lalu, tepatnya tanggal 10 April 2014 saya menulis prediksi sekaligus harapan terhadap arah koalisi partai dalam menghadapi Pilpres 2014. Saat itu saya meramalkan bakal ada 3 koalisi yang dibangun lengkap dengan prediksi partai-partai yang tergabung. Dua dari tiga prediksi tersebut tampaknya bakal menjadi kenyataan, sedangkan yang satu koalisi lagi tidak menjadi kenyataan.
Ketika itu saya meramalkan akan terjadi koalisi Nasionalis yang anggotanya adalah PDIP, Nasdem dan Golkar, kemudian koalisi Kerakyatan yang anggotanya adalah Gerindra, PKS, PPP dan Hanura dan satu lagi koalisi Kebangsaan yang terdiri dari Demokrat, PKB, PAN dan didukung oleh PBB dan PKPI. Koalisi Nasionalis tampaknya sudah hampir terwujud, namun posisi Golkar tampaknya digantikan oleh PKB yang lebih memilih aman karena meramalkan tingkat keterpilihan Jokowi yang lebih besar. Pun, Koalisi Kerakyatan yang dimotori Gerindra juga tinggal menunggu pengumuman resmi dimana PKS, PPP sudah memutuskan bergabung, dan Hanura sementara ini akan digantikan oleh PAN yang mensyaratkan Hatta Rajasa sebagai Wapres dari Prabowo. Sedangkan koalisi Kebangsaan yang saya ramalkan belum tampak wujudnya, lebih karena silent movement yang dilakukan oleh SBY sebagai motor koalisi. Tadinya, saya berharap SBY tampil lebih ekspresif dan proaktif untuk menggagas koalisi ini, sekaligus mengimbangi kontestasi politik menuju Pilpres yang mengemuka saat ini.
Meskipun PDIP dan Gerindra sudah hampir berujung sepakat dengan para mitra koalisinya, saya tetap pada saran dan harapan semula agar jangan sampai pilpres 2014 nanti hanya melahirkan 2 pasang capres-cawapres, dimana seolah-olah kekuatan bangsa ini hanya dimiliki oleh 2 pasang putra terbaik bangsa. Negeri ini terlalu besar dan terlalu kaya dengan tokoh untuk hanya disederhanakan menjadi 2 pilihan. Hendaknya rakyat disuguhkan dengan pilihan yang lebih beragam dan berimbang, dimana para pasangan capres-cawapres memiliki kualitas dan peluang keterpilihan yang hampir sama. Di sisi lain, seperti pada tulisan saya terdahulu, hendaknya dari 3 pasang capres yang akan berkompetisi nanti juga memiliki perbedaan garis perjuangan serta program kerja yang jelas sehingga rakyat bisa menimbang dan menakar lebih dan kurangnya antara pasangan yang satu dengan yang yang lain.
Dari perkembangan situasi pasca pengumuman real count KPU, kelihatannya Jokowi dan Ibu Megawati akan mengambil satu dari 3 nama short listed kandidat wapres yang sudah dikantongi, yaitu Jusuf Kalla, Abraham Samad dan Mahfud MD. Saya lebih mendukung jika yang dipilih adalah yang memiliki latar belakang dan kompetensi yang berbeda dengan Jokowi, sehingga saling melengkapi. Jusuf Kalla cenderung sama latar belakang dan kompetensinya dengan Jokowi, yaitu pernah punya pengalaman pemerintahan dan berlatar pengusaha sukses. Sedangkan Abraham dan Mahfud, memiliki kompetensi yang tidak diragukan lagi di bidang hukum dan pemberantasan korupsi. Sedangkan dari kubu Prabowo sudah semakin santer terdengar akan menggandeng Hatta Rajasa sebagai Cawapres, dan inipun pantas dan cocok disandingkan karena kompetensi dan latar belakang militer disandingkan dengan teknokrat yang berlatar belakang politik dan pemerintahan yang mumpuni utamanya di bidang ekomoni dan teknologi. Tetapi, patut juga kiranya Prabowo memiliki pertimbangan lain dengan mencari cawapres dari latarbelakang ormas dan lebih humanis, misalnya menggandeng Din Syamsudin Ketua PP Muhammadiyah, atau bahkan menggandeng Rhoma Irama sebagai perwakilan rakyat seni dan budaya kebanyakan. Sehingga kombinasi tegas dan humanis menjadi sangat cocok dan harmonis.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan koalisi ketiga?. Kini tinggal Golkar, Demokrat dan Hanura yang terlihat belum jelas posisinya. Saya sangat merekomendasikan kepada Ical untuk tetap konsisten maju sebagai Capres supaya ada pilihan berimbang bagi masyarakat, sehingga membuat demokrasi kita semakin berkualitas, bermartabat dan tidak terjebak “tokoh centris” seperti pengalaman-pengalaman pahit di era pemilu pilpres sebelumnya. Golkar, Demokrat dan Hanura sangat pantas untuk membentuk koalisi penyeimbang, apalagi jika ditambah dengan dukungan PBB dan PKPI. Total suara pileg koalisi ini pun patut diperhitungkan yaitu sekitar 33%. Kepiawaian Ical serta kenegarawanan SBY diuji untuk membentuk koalisi ini. Dan supaya ada perspektif lain terhadap suguhan alternatif pilihan bagi rakyat, maka saya menyarankan pasangan Capres-Cawapres yang diusung adalah misalnya Aburizal Bakrie dan Anis Baswedan sebagai representasi tokoh dengan pengalaman pengusaha dan pemerintahan serta tokoh pemuda intelektual, akademisi dan tokoh pergerakan mahasiswa dan tokoh perubahan.
Bagaimana pun, rakyat sedang menunggu hasil akhir koalisi pilpres 2014 yang akan diumumkan oleh partai-partai pemenang pemilu. Dan sekali lagi, hendaknya arah serta tujuan koalisi tersebut adalah dalam rangka membangun Indonesia yang lebih baik dan berkualitas, tidak terjebak kepada koalisi bermotif dagang sapi dan berlandaskan hanya kepada popularitas semata. Semoga!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H