Besaran sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) setiap daerah tentu berbeda tergantung pada pengalokasian APBD oleh pemprov setempat.
Begitupun dengan Provinsi Riau, salah satu provinsi terkaya di Indonesia. pada tahun 2014 dengan jumlah APBD sesuai perubahan yakni Rp 8,84 triliun. Sebuah angka yang fantastis bukan untuk daerah yang hanya dihuni oleh 5 juta penduduk jiwa.
Namun besarnya APBD tersebut juga membuat silpa semakin membengkak.
Pada tahun 2009 silpa hanya berada pada kisaran Rp 1,88 miliar, kemudian meningkat ditahun 2011 mencapai Rp 1,3 triliun dan merangkat naik pada tahun 2012 yakni Rp 1,84 triliun dan terus membengkak ditahun 2014 dengan proyeksi silpa mencapai Rp 5 triliun. itu berarti hanya sekitar 40 persen anggaran yang mampu diserap oleh pemprov Riau.
Tingginya APBD harusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dan digunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran daerah tersebut namun karena silpa yang semakin membengkak justru membuktikan akan buruknya kinerja birokrasi pemprov Riau karena tidak mampu mengunakan APBD dengan sebaik-baiknya.
Hal ini menurut penulis disebabkan oleh beberapa hal. Â pertama buruknya perencanaan anggaran
Karena diawal tidak membahas tentang kemampuan kapasitas penyerapan SKPD
Akibatnya banyak SKPD yang dalam pelaksanaannya tidak mampu melakukan penyerapan anggaran sesuai batas minimal selain itu pula adanya menganut sistem incremental yakni setiap tahun harus naik tidak peduli apakah mampu melakukan penyerapan atau tidak.
Kedua dana dari pusat yang dinilai lambat sehingga anggaran negara yang seharusnya bisa direalisasikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maupun dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi terhambat dan sia-sia.
Karena tingginya Silpa provinsi Riau Kemendagri RI menilai bahwa Riau adalah daerah dengan silpa yang tertinggi di Indonesia.
Mungkin bagi masyarakat awan hal ini terlihat aneh bagaimana mungkin untuk menghabiskan saja sulit apalagi menambah pendapatan. padahal provinsi ini msih butuh uluran tangan pemprov Riau dalam mningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan serta kesejahteraan masyarakatnya. mengapa pemprov seolah berat hati untuk melakukan amanah konstitusi negara ini,terlebih lagi dengan jumlah anggaran yang tersedia mengapa kinerja nya terkesan mandul.
Lalu siapa yang harus dipersalahkan akan tingginya silpa APBD Riau ini ?
Yang wajib bertanggung jawab akan hal ini pertama ialah Gubernur dimana sebagai pimpinan tertinggi suatu daerah gubernur memiliki kuasa untuk melakukan eksekusi kepada dinas-dinas maupun skpd yang tidak melakukan penyerapan anggaran minimal.tapi mengapa hal tersebut tidak dilakukan ? setidaknya dengan jabatan strategis yang dimilikinya iia mampu menekan jajaran dibawahnya untuk melakukan penyerapan anggaran minimal sebesar 60 persen jika kita tercapai maka SKPD bersangkutan harus dimutasi.
Kedua ialah DPRD provinsi. Sebagai lembaga yg telah diamanatkan oleh Rakyat seharusnya mampu membela kpentingan rakyat. bukankah ini jelas sudah menyalahi aturan lalu kenapa hingga saat ini DPRD bukannya memanggil dan mempertanyakan malah seolah mendukung yang dilakukan oleh pemprov ini justru sangat membahayakan akan APBD selanjutnya.
Tingginya silpa APBD provinsi Riau pada tahun 2014 ini harusnya menjadi cambukan keras untuk pemprov dalam mmperbaiki kinerjanya pada tahun depan agar tidak terjadi lagi pemubadziran anggaran dan mampu mewujudkan tujuan negara sebagaimana tercantum dalam UUD RI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H