[caption id="attachment_104416" align="alignnone" width="300" caption="Adik Dwi Putranto"][/caption]
Dimata kawan-kawannya Fitradjaja Purnama tergolong unik semasa kuliah maupun aktif dunia dipergerakan. Dia tergolok sosok yang dinamis. Kedinamisannya dilandasi kecerdasan dan penuh inspiratif. Apalagi melihat gejolak sosial yang merugikan rakyat kecil. Fitra selalu tampil sebagai sosok terdepan, memberikan pendampingan (advokasi).
Sebut saja soal Setren Kali yang sampai saat ini, Pemerintahan Kota (Pemkot) Surabaya hanya bisa mengobrak-abrik. Tidak bisa memberikan solusi terbaik untuk mereka. Wilayah Surabaya Barat, soal Tanah Kas Desa (TKD) yang sering berurusan dengan pengembang dan Pemkot. Warga selalu dikalahkan pengembang oleh Pemkot.
Sementara Surat ijo yang selama ini hanya dijadikan komoditi politik ketika musim pemilu. Padahal tanah-tanah yang ditempati oleh wrga itu sesungguhnya sudah bisa dijadikan sebagai hak milik. Mengingat sudah bertahun-tahun, mereka bermukim. Termasuk penggusuran rumah-rumah dinas oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) di Setren Rel. Misalkan di Wonokromo, Gubeng dan Semut.
“Kita lihat saja, kasus-kasus tanah yang melibatkan warga itu. Mereka pasti tahu siapa yang memberikan advokasi. Hal itu tidak dilakukan didalam Kota Surabaya ini saja, luar daerah pun Fitra memberikan pendampingan, “ kata Adik Dwi Putranto, kawan dekatnya semasa aktif di forum komunikasi mahasiswa.
Meskipun Fitra dan Adik beda kampus. Fitra aktif di Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya (FKMS), sementara Adik di Forum Komunikasi Mahasiswa Malang (FKMM). Hubungan emosional itu tetap jalan sampai sekarang. Meskipun Adik bergelut sebagai pengusaha dan pengacara. Perkawanan itu selalu intensif dilakukan dan tidak ada gap, pembatasan.
Awalnya Adik sendiri penasaran mendengar nama Fitra. Pemilik kantor pengacara Adik Dwi Putranto, SH dan Rekan ini, kemudian bertanya kepada almarhum Aditya Harsa (Didit) yang satu angkatan di Fakultas Hukum di Universitas Brawijaya(Unibra) Malang. Didit memang dekat sama Fitra, sekaligus mentor dalam pergerakan. Kemudian tahun 1992-an, ketemulah Adik dengan Fitra. “Melihat sosok Fitra. Saya dalam hati berucap. Pemimpin masa depan bangsa itu sudah hadir, “ katanya sambil mengatakan ada perasaan bangga dan penuh haru.
Selaku “senior” Adik mengakui, kepemimpinan Fitra mulai saat itu sudah mononjol. Kalau sekarang dicalonkan oleh rakyat sebagai Walikota Surabaya, sangat tepat. “Kami semua sudah sepakat. Jika dia harus memimpin Surabaya. Selama ini warga kota hanya disuruh mimpi oleh kebijakan-kebijakan yang ada, “ jelas pria berkacamata ini.
Sementara itu ditempat terpisah kawan lain, Didit Kaspe juga mengakui figur seorang Fitradjaja Purnama. Didit yang saat itu sebagai Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Jawa Timur. Sangat mendukung kalau Fitra dicalonkan sebagai walikota. “Saya melihat, dia itu orangnya inspiratif, cerdas dan tidak mau diam. Ketika melihat sesuatu kurang sempurna, apalagi persoalan sosial, “ katanya ketika ditemui dalam acara satu tahun almarhum Didit.
Fitra, masih kata Didit, selalu berinisiatif mengajak kawan-kawannya untuk berdiskusi dan bereaksi. Kalau sekarang Fitra dicalonkan oleh rakyat sebagai Walikota Surabaya, sangatlah tepat. Artinya Fitra sudah ada great, nilai jual untuk rakyat yang belum mengenal. “Rakyat yang belum tahu itu pasti ada. Tidak semua warga kota ini kenal Fitra kan?, “ tandas Didit yang mulai mengenal Fitra tahun 1996.
Didit juga menyarankan, tim Fitra atau tim bentukan rakyat ini jangan sampai lengah. Baginya, dicalonkannya Fitra merupakan peluang yang sangat besar. Sejarah babak baru pemilihan kepala daerah yang murni diusung rakyat. Perubahan ketatanegaraan yang berpihak kepada rakyat, harus segera diwujudkan. “Kekhwatiran saya disini adalah pemilih-pemilih tradisional. Meskipin Surabaya itu sebuah kota Metropolitan, tapai pemilih-pemilih yang model seperti itu masih ada. Semua tergantung Fitra dan tim pemenangan, “ ungkapnya.
Apa yang dikatakan kedua kawannya ini memang benar adanya. Sosok pribadi Fitra, selain yang diungkapkan tadi. Dia adalah calon Walikota Surabaya yang tergolong masih muda. Setidaknya Fitra belum terkontaminasi kepentingan politik apapun. Fitra juga bisa dikatakan sebagai calon Walikota Surabaya alternatif. Karena Fitra murni diusung oleh rakyat. Dalam hal ini yang perlu diingat, Fitra bukan mencalonkan diri, tapi dicalonkan.
Supriyadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H