Mohon tunggu...
Adi Sinaga
Adi Sinaga Mohon Tunggu... -

Menuliskannya dengan sederhana...!!! #Merdeka Berpikir & Berpendapat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Komponen Penting Menumbuhkan Budaya Baca di Sekolah

31 Juli 2016   11:30 Diperbarui: 31 Juli 2016   11:37 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Disadari atau tidak, sesungguhnya masing-masing kita memiliki tanggung jawab terhadap masa depan, dan itu berarti kita turut bertanggung jawab terhadap anak-anak yang kelak akan mewarisi kehidupan ini. Salah satu tanggung jawab terpenting kita bagi anak-anak adalah mewarisi ilmu pengetahuan di masa depan. Dan warisan itu sejatinya adalah dengan menumbuhkan budaya membaca.

Membaca adalah kunci. Kunci untuk memeroleh informasi dan pengetahuan, dan merupakan warisan yang sangat penting untuk menjamin bahwa kita telah memberikan masa depan yang membahagiakan bagi anak-anak kita. Albert Einstein bahkan sangat mengerti arti dari nilai membaca dan berimajinasi. Beliau pernah ditanya bagaimana caranya membuat anak-anak kita menjadi cerdas. Jawabannya sederhanan nan bijak: “jika kamu ingin anakmu cerdas, bacakan mereka cerita yang bagus”. Dan ditambahkannya: “jika kamu ingin anakmu lebih cerdas, bacakan lebih banyak cerita yang bagus”.

Dalam upaya menumbuhkan budaya baca bagi anak dalam konteks pendidikan di sekolah, maka sekolah perlu mengetahui hal-hal penting apa yang sebaiknya dipahami dan dilakukan. Ada tiga komponen penting yang harus disadari dan semestinya diejawantahkan pihak sekolah. Ketiga komponen penting itu adalah pembiasaan, keteladanan, dan suplai buku yang berkelanjutan. Mari kita urai satu per satu ketiga komponen penting tersebut untuk mendapatkan gambaran apa yang sepatutnya dilakukan pihak sekolah dalam mendorong tumbuhnya budaya baca anak di sekolah. 

Pertama, pembiasaan. Kata pembiasaan merujuk pada apa yang semestinya dilakukan secara rutin dan terus-menerus. Pembiasaan berkaitan dengan penggunaan waktu membaca rutin yang dilakukan dengan konsisten dan penuh komitmen. Dalam hal ini, sekolah seyogyanya menetapkan jadwal membaca rutin untuk dipatuhi dan dilakukan bersama-sama. Jika perlu, jadwal membaca ini dicantumkan di masing-masing kelas untuk kemudian secara otomotis siapapun yang berada di dalam kelas melaksanakan kegiatan membaca tanpa diperintah.   

Pewujudan pembiasaan tentunya tidaklah cukup hanya dengan menetapkan jadwal membaca rutin, namun harus selalu didorong adanya aktivitas membaca yang dilakukan di luar jadwal yang ditetapkan. Akan tetapi, hal itu bisa saja masih mendapatkan rintangan karena untuk suatu kegiatan yang sudah dijadwalkan pun masih cenderung terlaksana dengan formalitas. Maka dari itu, tidak bisa tidak, masing-masing sekolah harus memiliki kegiatan wajib membaca setiap hari. Dan yang perlu diatur sekolah adalah berkaitan dengan durasi dan jam pelaksanaannya.

Kedua, keteladanan. Kata keteladanan merujuk pada apa yang semestinya dilakoni oleh orang-orang yang patut dijadikan model atau panutan nyata. Kepala sekolah dan guru adalah pihak yang menjadi panutan keteladanan di sekolah. Dan dalam upaya menumbuhkan budaya baca di sekolah, kepala sekolah dan guru harus senantiasa memberi teladan dengan melakukan kegiatan yang mencirikan tumbuhnya minat baca, seperti:

  • selalu membawa buku bacaan saat berada di lingkungan sekolah,
  • ikut serta secara aktif menggunakan waktu membaca yang telah ditetapkan sekolah,
  • berbagi cerita atas isi buku yang dibaca kepada siswa, baik di dalam kelas maupun saat bercengkrama di lingkungan sekolah,
  • berbagi informasi tentang buku-buku bacaan yang sepatutnya dibaca siswa,
  • mengutip pengetahuan yang diperoleh dari buku bacaan yang mendorong keingintahuan siswa,
  • senantiasa berbagi tulisan di majalah dinding sekolah atas buku yang dibaca, dan
  • selalu aktif menggunakan perpustakaan sekolah untuk membaca.

Ketiga, suplai buku yang berkelanjutan. Membaca tentu berkaitan erat dengan produk yang harus dibaca, dan dalam hal ini dikaitkan dengan buku bacaan. Penyediaan buku sebagai sumber bacaan bagi siswa di sekolah tentu menjadi hal yang utama dan terutama. Tidak penting sekolah memiliki perpustakaan atau tidak, namun penyediaan buku bacaan menjadi hal yang tidak boleh tidak harus diperhatikan. Sekalipun sekolah memiliki ruang perpustakaan yang luas dan besar dengan ruangan yang sejuk dan nyaman, namun jika tidak memiliki buku untuk dibaca, maka itu tak berarti apa-apa. 

Tidak penting juga sekolah menyediakan taman baca yang luas dan nyaman apabila tidak didukung dengan adanya ketersediaan buku untuk dibaca. Maka ketersediaan buku menjadi hal yang paling pokok dalam mendorong tumbuhnya budaya baca. Dan ketersediaan buku tersebut berkaitan pula dengan buku-buku yang disediakan. 

Mengapa demikian, karena dalam upaya menumbuhkan budaya baca, yang pertama sekali diperkenalkan adalah bagaimana anak merasakan kenikmatan membaca, bahwa membaca itu adalah kegiatan yang menyenangkan dan membahagiakan bagi mereka. Dengan cara apa kita melakukannya, tentunya dengan cara sederhana yakni menyediakan buku bacaan yang menyenangkan bagi mereka. Sediakanlah buku-buku bacaan yang menarik minat anak untuk membaca. Awali dengan kesadaran mengajak anak-anak untuk suka terhadap buku, bahwa dia haus akan buku baik untuk dibacanya sendiri maupun untuk dibacakan orang lain.

Sekaitan dengan itu, mengembangkan budaya baca dengan menumbuhkan kecintaan anak terhadap buku sangatlah dipengaruhi tersedianya buku yang harus dibaca anak, dan termasuk keterjangkauan (akses) terhadap buku itu sendiri. Semakin dekat anak terhadap buku, maka semakin mudah pula dia untuk melahapnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun