Mohon tunggu...
sajad amat
sajad amat Mohon Tunggu... -

terkadang harus menyempatkan menulis. ketik di kibot. membangkitkan imaji purba itu. mungkin akan menjadi kenangan indah. bantu aku mencintaimu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Paranoia dan Bunuh Diri

24 Desember 2009   16:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:47 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_43051" align="alignleft" width="298" caption="foto: KOMPAS.COM/IGNATIUS SAWABI"][/caption]

Saat duduk santai di bawah pohon rindang, seorang wanita tiba-tiba menancapkan tusuk rambut besi ke lehernya. Aksi bunuh diri itu diikuti orang-orang di sekitarnya. Lalu, serangan bergerak dari satu daerah ke daerah lain. Dunia ini sudah gila. Sebuah kawasan diserang sebuah teror menakutkan. Teror bunuh diri. Siapa saja yang diserang teror itu akan lepas kendali. Awalnya, si korban akan terdiam. Mulai bicara ngelantur. Terakhir, diam-diam, dia akan bunuh diri dengan berbagai cara. Paranoia merajai seluruh kota. Adegan ini tidak untuk ditiru, sebab cerita ini sekadar cuplikan plot dalam filmnya The Happening karya sutradara M Night Shyamalan.

Jadi teringat film “Putih Abu-Abu dan Sepatu Kets”, Ketika Dea yang melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari lantai atas gedung sekolah, dia berdandan seperti bidadari yang mempunyai sayap di punggungnya. Dea mengalami depresi karena masalah bersama pacarnya, Adit, yang menyebarkan adegan mesra mereka berdua ke penjuru sekolah lewat handphone dan internet. Melihat Dea yang terguncang, Flory dkk, akhirnya berusaha merangkul Dea dalam geng pertemanan mereka.

Kita lupakan dulu adegan film tersebut. Kita beranjak ke Jakarta, seperti diberitakan detikcom, dalam sehari, 2 pengunjung  menjatuhkan diri di pusat perbelanjaan besar yang berbeda. Ice jatuh di eskalator lantai under ground Mal Grand Indonesia pukul 16.00 WIB, Senin (30/11/2009) setelah menjatuhkan diri dari lantai 5 Grand Indonesia. Tubuh Ice tersangkut di reiling eskalator lantai Upper Ground (UG) mal tersebut sehingga  tewas di tempat. Sedang Reno berusia 25 tahun warga Patal Senayan, jatuh sekitar pukul 20.15 WIB di Senayan City, dia melompat dari lantai 5 ke lantai 1. Tapi ini nyata, bukan film atau drama. Semoga Tuhan menyanyangi mereka dan seluruh masyarakat Indonesia.

Kita teringat The Jonestown Suicides di Guyana, memakan korban 909 anggota sekte Peoples Temple, pimpinan Jim Jones, tahun1978. Dari 918 korban (termasuk empat di Georgetown dan lima bukan anggota sekte), 276 diantaranya anak-anak. Dalam rekaman video terakhir , Jones berkata kepada anggota Temple bahwa Soviet Union, dengan mana Temple bekerjasama akan meninggalkan mereka, tanpa membawa serta anggota Temple. Ikut terbunuh Congressman Leo Ryan, NBC reporter Don Harris dan tiga orang lainnya dekat landasan udara.Saat anggota Temple menangisi rencana yg disebut "Revolutionary Suicide," Jones menyelanya "Stop histerisa ini. Ini bukan cara orang-orang Sosialis atau Komunis untuk mati. Omong kosong itu. Kita mati dengan kebanggan dan kehormatan".

Lebih dari 33.000 orang melakukan aksi bunuh diri di Jepang tahun 2007. Angka bunuh diri  melampaui 30.000 jiwa dalam sepuluh tahun berturut-turut meskipun pemerintah Jepang melakukan kampanye untuk mengurangi salah satu kasus bunuh diri tertinggi di dunia itu. Laporan yang dikeluarkan Badan Kepolisian Nasional Jepang menunjukkan 33.093 mengakhiri hidup mereka sendiri pada tahun 2007. Angka tersebut merupakan terbesar kedua dari rekor bunuh diri yang mencapai sebesar 34.427 jiwa pada tahun 2003.

Seangkan, dua gadis berusia belasan tahun selamat dari usaha bunuh diri dengan melompat dari Asparuhov Most (Jembatan Asparuh) di dekat Varna, sebuah kota di Laut Hitam, Bulgaria, Juni 2008. Menurut laporan media setempat, Emanuela Asenova (17) selamat setelah melompat dari jembatan setinggi 53 meter itu dan hanya mengalami patah tulang rusuk dan tulang paha. Sementara itu, sepupunya, Severina, berhasil dicegat polisi beberapa detik sebelum melompat dari jembatan maut tersebut. Setelah operasi penyelamatan, kedua gadis malang itu mengaku memilih bunuh diri daripada menjadi pelacur di luar negeri.  Kedua remaja putri itu adalah penduduk Roma di kota Devnya dekat Varna, Bulgaria.

Pertanyaannya, kenapa manusia bisa bunuh diri, sih? Belakangan ini yang melakukannya adalah rata-rata berumur remaja, apakah umur mempengaruhi?

Teori Bunuh Diri Durkheim

Ada banyak teori tentang bunuh diri. Salah satunya yang kerap menjadi acuan adalah yang diajukan oleh Durkheim, sang sosiolog Prancis. Durkheim (Suicide, 1897) mengelompokkan fenomena bunuh diri menjadi empat tipe.

1.Bunuh diri Egoistik

Bunuh diri Egoistik dapat kita temui ketika individu dalam suatu masyarakat tidak dapat terintegrasikan oleh kelompoknya, maka individu tersebut merasa tidak dibutuhkan atau ditiadakan sehingga mendorong individu tersebut melakukan bunuh diri.

2.Bunuh diri Anomik

Bunuh diri Anomik dapat terjadi ketika keadaan suatu kelompok masyarakat dalam keadaan keguncangan dan di dalamnya tidak terdapat suatu Nilai atau Norma yang dapat digunakan sebagai pedoman, di sini individu akan meraskan kebingungan sehingga mendorongnya untuk melakukan tindakan bunuh diri.

3.Bunuh diri Altruistik

Bunuh diri Altruistik, bunuh diri tipe ini disebabkan oleh adanya ikatan sosial yang sangat kuat. Seperti halnya adanya ikatan dalam sebuah sekte tertentu.

4.Bunuh Fatalistik

Bunuh diri Fatalistik, terjadi karena tekanan besar oleh kelompok lain. misalnya karena tekanan seorang majikan terhadap pembantunya. Sehingga terjadi bunuh diri.

Pertahanan Mental

Kasus yang terjadi pada individu yang melakukan bunuh diri sendiri, mungkin masuk dalam kategori “egoistik” atau “fatalistik”, yaitu merasa tidak dibutuhkan, ditiadakan, atau tertekan oleh individu lain, sehingga mengambil solusi yang tidak tepat. Bunuh diri dalam agama tentu saja sangat ditentang.

Tentu agak berbeda kasus bunuh diri sendiri dengan dengan kasus bom bunuh diri, yang melibatkan orang lain agar mati bersama.

Bunuh diri pada remaja menjadi sebuah indikator adanya ketidakmampuan anak dan remaja dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Sementara itu, bagi pelaku bunuh diri kemampuan mengadaptasinya tidak ada, sehingga begitu mengalami kebuntuan terhadap masalah yang dihadapi, yang terlintas adalah melepaskan diri, dan bukan menyelesaikannya.

Dibutuhkan orang-orang yang bisa mendengarkan keluhan dan mendampingi mereka. Suasana yang tidak nyaman dan seolah dunia kiamat ini, harus dihadapi dengan mental kuat. Berani pasang badan apapun yang terjadi. Bukan dengan mati, tapi usaha keras menyelesaikannya dengan cara yang lebih baik. Walau mati memang sesuatu yang pasti terjadi. Namun mati dengan kemauan Tuhan, bukan kehendak diri yang memang menginginkan kematian itu. Namun, peristiwa demi peristiwa itu hanya Tuhan yang tahu, sesuatu di balik itu semua, pasti ada hikmahnya. Memberi pembelajaran bagi manusia yang lain. Semoga.

(sajad)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun