Mohon tunggu...
Wajendra putra Atmadja
Wajendra putra Atmadja Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya hobi futsal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minimnya Pengetahuan Kebudayaan dan Bahasa Daerah Pada Generasi Z

14 November 2024   12:16 Diperbarui: 14 November 2024   12:23 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saat ini, kita sering mendengar keluhan terhadap generasi muda, khususnya generasi Z, yang tidak mengetahui bahasa dan adat istiadat setempat. Mengingat pentingnya melestarikan sejarah budaya daerah bagi identitas sebuah negara, hal ini merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Mengingat peran penting pemeliharaan warisan budaya daerah bagi identitas suatu bangsa.

Generasi Z, yang terdiri dari mereka yang lahir pada rentang tahun 1997 hingga 2012 dipandang sebagai generasi yang sangat dekat dengan kemajuan teknologi digital. Salah satu penyebab utama ketidaktertarikan mereka terhadap budaya dan bahasa lokal tidak diragukan lagi adalah kemudahan mereka untuk mendapatkan informasi dari seluruh dunia melalui internet dan media sosial.

Sebagian besar Generasi Z lebih tertarik pada budaya pop global daripada menggali kekayaan budaya dan bahasa daerah sendiri.. Faktor lain yang berkontribusi terhadap kejadian ini adalah kurangnya paparan dan pemahaman awal terhadap warisan budaya lokal. Padahal, pemahaman akan budaya dan bahasa daerah merupakan fondasi penting untuk membangun identitas dan rasa memiliki identitas nasional.

Internet dan media sosial menjadi sarana utama bagi generasi Z untuk mengakses informasi. Hal ini memudahkan penyebaran budaya populer Barat, seperti musik, film, dan tren mode, yang sering kali lebih menarik perhatian dibandingkan kebudayaan lokal. Dan juga sistem pendidikan di Indonesia sering kali kurang menekankan pentingnya pembelajaran budaya dan bahasa daerah. Kurikulum yang ada lebih berfokus pada mata pelajaran umum yang dianggap lebih relevan dengan kebutuhan pasar kerja.

Selain itu, minimnya upaya dari pemerintah dan lembaga terkait untuk mempromosikan dan melestarikan budaya daerah juga turut andil dalam memperparah situasi ini. Kurangnya muatan lokal dalam kurikulum pendidikan, minimnya media yang menyajikan konten kebudayaan daerah, serta terbatasnya ruang bagi generasi muda untuk terlibat dalam aktivitas pelestarian budaya, menjadi beberapa contoh nyata permasalahan yang dihadapi.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan kerja sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi pengenalan, pembelajaran, dan pelestarian budaya dan bahasa daerah. Mulai dari penguatan muatan lokal di sekolah, peningkatan eksposur konten budaya daerah di media, hingga pemberian ruang bagi generasi muda untuk terlibat aktif dalam kegiatan pelestarian budaya.

Hanya dengan upaya bersama, kita dapat memastikan bahwa generasi Z tidak hanya mengenal, tetapi juga mencintai dan melestarikan warisan budaya daerah yang kaya dan berharga. Melalui pemeliharaan identitas budaya lokal, kita dapat memperkuat jati diri bangsa Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun