Mohon tunggu...
Alexander Aur
Alexander Aur Mohon Tunggu... -

Menekuni filsafat, mengajar, dan menulis hal-hal yang layak dan harus ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melacak Antropologi Filosofis dalam Seni Realisme Sosialis

17 November 2015   23:04 Diperbarui: 18 November 2015   09:37 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tetapi eksistensi manusia yang demikian mengalami proses reifikasi oleh kapitalis(me) melalui mekanisme dan sistem produksi. Relasi sosial sejati antarmanusia dan dengan pekerjaannya menjadi hancur. Reifikasi yang menimbulkan kesadaran palsu itu, membuat manusia terasing (mengalami alienasi) dari dirinya sendiri, sesama manusia, dan terasing dari pekerjaan yang dilakukannya. Reifikasi telah menimbulkan dehumanisasi. Atas dasar itu Lukacs mengonstruksikan seni realisme sosialis untuk membebaskan manusia dari proses reifikasi yang kapitalistik itu dan membangun kembali humanitas yang sesungguhnya.

Dalam proses pembebasan manusia pekerja dari reifikasi itu, seniman realis harus terlibat aktif di dalam problem sosial yang dialami oleh manusia pekerja. Aktivitas seni sang seniman realisme sosialis merupakan bentuk dari pemahamannya terhadap eksistensi manusia di tengah perkembangan sejarah. Seniman realisme sosialis sebagai pembebas mempunyai tanggung jawab etis terhadap problem keterasingan yang dialami oleh manusia akibat reifikasi. Tanggung jawab etis itu datang dari dalam diri seniman. Itu berarti seniman sungguh-sungguh masuk dan terlibat dalam denyut persoalan manusia pekerja.

Dengan demikian seniman dapat menyingkapkan kebenaran realitas sosial (Ib. Karyanto, 1997,36). ”Serang realis sejati,” ucap Lukacs, ”adalah orang yang tidak hanya mampu mewujudkan atau melukiskan realitas objektif, melainkan lebih dari itu, mampu mengejawantahkan tuntutan dasariah manusia. Mereka paham bahwa kekacauan realitas objektif, urusan umum dan kepentingan tertentu yang memecah keutuhan pribadi manusia merupakan penghancuran jati diri manusia.”

Keterlibatan aktif seniman realis dengan realitas sosial, baik sebagai seniman, proses kreatifnya, dan hasil karya (karya seni) memungkinkan manusia yang (di-te)reifikasi dibebaskan dan mendapatkan kembali eksistensinya sebagai manusia utuh. Kesadaran palsu yang ditebar oleh kapitalisme dalam diri manusia yang (di-te)reifikasi hilang dan digantikan dengan kesadaran sesungguhnya: manusia menyadari dirinya sebagai sosok unik, sosok multidimensi, sosok yang hidup berkomunitas, sosok yang tak bisa disamakan dengan alat-alat produksi.

Pada akhirnya adalah akhir yang terbuka (open ending)

Apa status ontologis manusia sehingga seni(man) begitu gencar membela manusia? Pada mulanya manusia adalah sosok unik, sosok multidimensi, sosok yang hidup berkomunitas. Inilah eksistensi dasar manusia, status ontologis manusia. Tetapi kapitalis(me) telah mereifikasinya. Seni(man) realis mempunyai tanggungjawab etis mengembalikan manusia yang (di-te)reifikasi ke status ontologisnya.

Secara samar-samar, manusia modern dalam seni realisme sosialis – sebagaimana juga yang ditafsirkan oleh para antropolog marxis atas teori Materialisme Historis Marx – adalah evolusi dari kawanan primitif ke komunitas primitif dan berlanjut ke manusia modern. Memang sangat darwinistik. Tetapi yang jelas adalah manusia yang dibela sejak Marx sampai para marxis termasuk Lukacs adalah manusia historis, manusia konkrit, manusia yang bekerja, manusia yang mengalami keterasingan oleh sistem produksi kapitalistik.

Tentunya kesimpulan tersebut adalah akhir yang terbuka: untuk didebat, dibantah, dan diruntuhkan, dan diganti dengan konsep yang lebih solid dan valid mengenai antropologi filosofis dalam seni realisme sosialis.•

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun