Cewek manis yang selalu dampingi Rara minta ditemani ke lantai dua. “Rahasia banget,” pikir Rara. Lolie berhenti. Dia pun memutar bola mata ke Rara.
Rara menangkap maksud hati pemilik wajah berkulit putih. Tak perlu dijelaskan. Mata bening Lolie menceritakan bahwa dia berharap penuh kepada Rara. “Kau dulu maju, Ra!” desak Lolie.
“Kau…,” terpaksa lanjutin langkahnya yang mandek. Ah, ternyata melenceng.
Ada sesuatu mengganjal di pikirannya.
Jika dia berdiri mematung 'kan aneh. Dianggap orang apa? Ngapain di sini? Dia keburu menjadi pusat perhatian manusia-manusia di sekelilingnya. Dengan penuh dorongan di pinggangnya. Dorongan Lolie dari belakang.
“Suit… suit.”
“Aduh! Lolie, kalau butuh bantuan. Ngomong dong. Aku gak ada plan. Mesti bilang apa,” Rara membatin setengah mati.
Cowok berparas pas-pasan (menurut Rara nih) itu kebetulan berpaling kepada Rara.
“Kak Hardi, saya boleh pinjam buku paket tahun lalu?” *modus
“Buku apa? Ra…ra…” Dia lihat nama jahitan bordir di bagian kanan seragam Rara.
Rara tak nyaman. Sedikit menyamping. Garuk-garuk kepala, “Gile, Lolie. Buku apa ini? Buku Bahasa Indonesia apa buku diari?”