Wanda yang sedang telponan dengan seseorang dilantai dua, awalnya suaranya tak terdengar sampai lantai satu, tapi lama kelamaan suaranya semakin jelas, dan membentak.
“Yaudahlah, terserah kamu mau ngomong apa. Yang penting aku gak kenal dia”
Wanda : Saya lagi ada problem sama pacar saya. gak taulah, katanya saya lebih mencintai alam, dibandingkan dia. seharusnya dia tau, saya itu punya gubuk kecil dihati ini untuk tempat tinggalnya. tapi, saya rasa dia tak akan pernah tau. cemburu dibutakan.
Wiji : gue masih jualan Durian. lagi laris – larisnya disini. dan alhamdulillah gue udah dapat sedikit uang dari penjualan ini. semoga setelah ini, gue bisa mengerjakan skripsi. semoga. doain ya teman – teman.
Wanda turun, kemudian menuju kamar, dimana ada Wahyu yang sedang internetan. Wanda masih berbicara sendiri dengan nada yang agak keras.
Wahyu : “Kenapa Wan?”
Wanda : “Biasalah”
Wahyu : “Gara – gara wanita?”
Wanda : “Entahlah Yu..”
Wahyu : “Oh, gara – gara entah”
Wanda memabaringkan tubuhnya dikasur lantai berlapis tiga. saking tipisnya makanya dilapis tiga. lebih buruk dari kasur pembantu yang kebanjiran. sedihnya hidup ngekos.
Saat sedang berbincang dengan pemilik durian ini. handphone Wiji berdering. telpon dari temannya, yang juga sedang mengurus judul skripsi.
Teman Wiji : “Dimana lu Ji?”
Wiji : “Biasalah, dagang durian”
TemanWiji : “Oh, gimana skripsi”
Wiji : “A-a-pa? Ja-r-in-ga–an h-iila-aaa-ng”
Wiji menekan tombol untuk mengakhiri percakapan.
Wiji : JANGAN TANYA TENTANG SKRIPSI GUE. KALO MASI LO TANYA, GUE MAKAN NIH KULIT DURIAN *gigitin kulit durian*
Karena melihat Wahyu yang hubungannya dengan sang pacar baik – baik saja. Wanda bertanya kepada Wahyu, tentang bagaimana supaya hubungan itu tetap baik – baik saja.