Para pekerja memperkenalkan Climate Change Bill yang menjanjikan memotong emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lain yang disalahkan sebagai penyebab pemanasan global 60% dari level tahun 1990 sampai 2050. Beberapa kebijakan diantaranya melarang tombol standby pada peralatan elektrik, tidak efisiennya program "light bulb" ("gelembung") untuk "menangkap" polusi dari stasiun pembangkit listrik. Beberapa pihak konservatif mengisi headline dengan rencana membatasi perjalanan udara - kecil tapi sumber penyebab gas rumah kaca.
Ide ini telah direncanakan dengan baik, walaupun tidak terlalu meyakinkan. Pada saat konferensi Oxford, ilmuwan bersilang pendapat mengenai masalah "Hollywoodisation", yang dipromosikan tanpa memperhatikan sains. Dan tetap, setiap orang hanya membicarakan satu setengah persamaan: emisi yang kita hasilkan, bukan bagaimana kita menghasilkan emisi. Semua tombol standby dan program gelembung menjadi kecil oleh tekanan populasi global yang meningkat hampir sama dengan populasi Britain setiap tahunnya.
Secara sederhana, jika pemerintah ingin mereduksi emisi gas rumah kaca 60 persen, dan populasi dunia meningkat hingga prediksi rentang tengah sebesar 9,2 milliar, maka setiap orang pada dasarnya harus memotong emisi mereka sebesar 72 persen. Teknologi yang efisien, energi terbaharui dan perubahan gaya hidup memang membantu mengurangi emisi, tapi bertambahnya kemakmuran dan konsumsi di negara-negara berkembang, justru malah akan membuatnya semakin berat. Program "light bulbs", penyekatan rumah, mobil efisien, tungku dan mesin cuci yang sejauh ini telah gagal untuk menghentikan emisi, menggambarkan betapa sulitnya reduksi emisi akan tercapai.
Beberapa aktivis berpendapat bahwa dunia hanya dapat mendukung 2 hingga 3 milliar populasi, bahkan 500 juta di masa mendatang. Tapi walaupun jika mereduksi populasi dunia sangat sulit, tetap luar biasa jika tidak ada perdebatan tentang pembatasan dan mungkin satu hari pertumbuhan terbalik. Banyak alasan yang mudah dipahami mengapa orang enggan membicarakan masalah populasi.
Beberapa pertanyaan tentang apakah benar ada masalah semacam itu. Blair mengatakan Britain tidak membutuhkan kebijakan populasi dan ada benarnya: pertumbuhan Britain semata-mata karena imigrasi. Akan tetapi, emisi gas rumah kaca adalah permasalahan global, jadi bukan persoalan dimana orang tinggal (beberapa mengatakan negara maju memiliki standard hidup yang lebih tinggi sehingga memindahkan populasi ke tempat mereka akan meningkatkan emisi secara keseluruhan, tapi sangat sulit berpendapat kita harus menyangkal pihak lain tentang kualitas hidup kita). Pada skala global, orang-orang yang optimis mengatakan, sains dan teknology yang lebih baik sanggup menyediakan solusi, perkiraan yang lebih agresif menyarankan kita melipatduakan pola konsumtif dan mengurangi separuh efek bumi ini.
Bukti lain menyatakan terlalu cepat untuk tenang. Walaupun teknologi termutakhir dapat dibuat untuk mereduksi gas rumah kaca, ada pendapat bahwa negara berpenduduk padat tidak akan dapat menangani tekanan lingkungan lokal seperti bangunan rumah, penggunaan air bersih, buangan, lalu lintas, polusi dan kebisingan. Yang lebih mengkhawatirkan, bukti bahwa teknologi dapat memecahkan masalah masih belum meyakinkan: kegagalan baru-baru ini pembuat mobil Eropa untuk mereduksi emisi secara sukarela adalah peringatan bahwa satu dekade setelah komunitas internasional membuat rencana serius untuk mengurangi pemanasan global, emisi tetaplah meningkat.
Penghalang lainnya untuk mendiskusikan masalah populasi adalah kecurigaan bahwa ahli lingkungan adalah cover/pengalih perhatian untuk sejumlah agenda untuk menghentikan imigrasi atau pertumbuhan di negara-negara berkembang. Kadang-kadang memang betul. Akan tetapi itu tidak akan mengaburkan fakta yang ada: bahwa semakin banyak orang menggunakan sumber daya alam dan mengeluarkan lebih banyak polusi. Ini yang menyebabkan Sir Sir David Attenborough, Jonathan Porritt dan Professor Chris Rapley, direktur British Antarctic Survey mulai memunculkan isu ini.
Penghalang terbesar untuk proses argumentasi adalah masalah solusi yang bisa diterapkan. Pernyataan seperti mengabaikan penyakit atau pembatasan pengobatan yang dapat menyelamatkan jiwa adalah tidak dapat diterima, dan pengendalian kelahiran sangat bergantung pada moral, dan nilai-nilai agama. Tidak mengejutkan bila kelompok hijau dan para politisi khawatir terhadap para pendukung, pasang aksi diam.
Masih ada penghalan ke-4 untuk memunculkan isu populasi: walaupun orang mengetahui masalah dan berani untuk mengungkapkan pendapat, hal tersebut masih terlalu besar untuk dipecahkan. Tapi masih ada beberapa hal yang bisa dilakukan paling tidak untuk mereduksi pertumbuhan penduduk. Minggu lalu, UN Population Fund menyampaikan proyeksi terakhirnya tentang 'underline the urgency of family planning needs'. Laporan menyatakan 200 juta wanita di dunia tidak memiliki akses terhadap layanan kontraseptive yang 'aman dan efektif', dan menyerukan peningkatan terhadap dana untuk perencanaan keluarga, terutama di negara-negara berkembang. Britain's Optimum Population Trust juga menyerukan kepada 45 negara untuk menurunkan kebijakan tentang meningkatkan angka kelahiran - kebanyakan karena kekhawatiran membayar uang pensiun untuk orang lanjut usia.
Apakah hal ini cukup untuk menghalangi isu besar tersebut? Walaupun dengan asumsi paling optimis sekalipun tentang penurunan laku kelahiran, PBB meramalkan kenaikan populasi hingga 7,8 milliar tahun 2050. Tapi itu masih lebih kecil dibanding populasi 9.2 milliar. OPT mengatakan bahwa kesuksesan kampanye di beberapa negara seperti Iran dan Thailand mencontohkan bahwa pelayanan perencanaan keluarga, terutama dengan dukungan pendidikan wanita dan hak-hak manusia, dapat berjalan lebih jauh lagi.
Dapat dimengerti jika orang-orang khawatir mendiskusikan populasi, akan tetapi takut terjadinya salah interpretasi, kegagalan adalah alasan yang kurang layak untuk mengabaikan satu setengan dari persoalan dunia yang paling besar: pengaruh populasi dunia terhadap perubahan iklim
sumber:
Juliette Jowit
Sunday March 18, 2007
The Observer
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H