Kekalahan pasangan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Sumut nomor urut 2, Djarot Saiful Hidayat - Sihar Sitorus tidak terlepas dari kelalaian para pendukungnya yang berulang kali melakukan blunder politik yang cukup parah sehingga semakin menurunkan simpati masyarakat terhadap Djoss.
Diantaranya adalah salah satu komisioner Bawaslu Sumut, Aulia Andri. Sudah menjadi rahasia umum, kalau dia adalah anak kandung dari Djumiran Abdi, ketum tim pemenangan Djoss. Dari status itu saja, posisi Aulia Andri sebenarnya cukup rentan menimbulkan kecurigaan publik atas posisinya sebagai komisioner Bawaslu Sumut.
Tapi sayang, bukannya bersikap netral agar kecurigaan publik padanya diminimalisir, dengan bodohnya, Aulia Andri malah semakin menguatkan posisinya yang tidak netral dengan mengeluarkan berbagai kebijakan - kebijakan yang menyakiti umat Islam, seperti melarang ucapan selamat puasa, selamat lebaran, nuzulul quran, dan sebagainya. Ditambah lagi, aksi Bawaslu Sumut yang secara gegabah memaksa untuk menurunkan spanduk - spanduk syiar Islam di masjid - masjid.
Selain itu, ada juga sosok mantan Gubernur Sumut yang juga mantan terpidana korupsi, Syamsul Arifin. Bisa dikatakan, Syamsul ini adalah seorang kutu loncat, karena awalnya mendukung Eramas, dan karena alasan tertentu malah balik mendukung Djoss. Lucunya, Djoss yang selama ini mengusung jargon anti korupsi, malah menerima si mantan napi korupsi didalam barisan pendukungnya, itu saja sudah blunder sebenarnya.
Puncak blunder terparah pun akhirnya terjadi, Syamsul secara gegabah malah menggelar aksi bagi - bagi sembako di minggu tenang. Sialnya, aksinya tersebut berhasil digagalkan warga yang geram dengan praktek money politic tersebut. Sontak saja, peristiwa tersebut akhirnya viral dan justru membuat simpati masyarakat ke Djoss semakin anjlok.
Ada lagi Ade Darmawan, ustadz abal - abal yang malah membuat fitnah kepada Edy Rahmayadi tanpa dilengkapi bukti yang kuat. Belum lagi, aksi para direksi PTPN 3 sangat lalai sehingga acara halal bi halal berkedok kampanye bocor kemana - mana, bukannya untung, para direksi tersebut diduga juga akan kehilangan jabatannya karena telah melakukan kelalaian.
Jadi pelajaran pentingnya adalah marilah kita berpolitik secara sehat, janganlah berpolitik kotor dan kasar, karena bagaimana pun juga, politik kotor justru akan semakin merusak simpati publik terhadap paslon yang diusung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI