Maklumnya makna “Libur” adalah suatu hari yang menyenangkan dan terkesan membahagiakan. Namun hal itu berbeda dan bertolak belakang apa yang dirasa para pelaku dan penyedia Jasa Wisata saat ini. Apalagi mereka biasanya menunggu momen hari libur tersebut sebagai ladang pencariannya, dengan menunggu para wisatawan memesan transport, tiket wisata dan jasa wisata lainnya. Nyatanya rumus tersebut salah total ketika pandemi covid-19 melanda hingga kini, bak 180 derajat kehidupan berputar yang tadi ditunggu dan menyenangkan, makna ”Libur” menjadi momok yang mengerikan dan menyedihkan bagi para pelaku dan penyedia Jasa Wisata. Karena mereka harus terpaksa libur lagi alias “menganggur” kembali atau mencari pengharapan lain untuk bisa membawa sesuap nasi untuk keluarganya.
Mirisnya hampir 1 tahun pandemi covid-19 melanda negeri ini, dan berbagai peraturan Pemerintah yang harus dijalankan oleh masyarakat. Salah satunya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di awal tahun 2021, bukan angin segar yang didapati oleh para pelaku dan penyedia Jasa Wisata namun kenyataan pahit yang harus diterima yaitu Pemerintah mengubah istilah PSBB menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga batas waktu yaitu 25 Januari 2021. Belum usai Melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan kembali keputusan Presiden Joko Widodo untuk memperpanjang PPKM di Jawa-Bali. PPKM yang semula dijadwalkan berakhir pada 25 Januari 2021 itu diperpanjang selama 14 hari, mulai 26 Januari–8 Februari 2021. Hal ini sungguh berat dan mau tidak mau suka tidak suka harus diterima oleh para pelaku dan penyedia Jasa Wisata yang sudah mangkrak kebingungan hampir 1 tahun lebih, terakhir harus bersabar kembali memperpanjang masa “Libur” mereka.
Pemerintah seolah menutup mata tak punya solusi yang konkret, bayangkan saja berapa banyak orang yang menggantungkan hidupnya dari sektor wisata ini, berapa banyak pula harus kehilangan pekerjaan dengan harus terpaksa di PHK karena sepinya Job Jasa Wisata dan berapa banyak keluarga yang menunggu kedatangan sang tulang punggung membawa beras untuk dimakan esok hari. Seperti yang di rasa salah satu sopir Travel Wisata yaitu bapak Eko yang merupakan rekanan Travel saya, ia mengaku kebingungan dan kesusahan dengan harus memutar otak untuk menghidupi anak istrinya, begitu juga dengan salah satu juragan Travel di Wilayah Boyolali yaitu Bapak Aziz dengan keluhnya harus mengistirahatkan mobil-mobilnya beserta sopirnya dan kebingungan dengan pajak menumpuk dan jatuh tempo karena sepinya Job. Ia mengaku tak mendapatkan bantuan keringanan pajak dan lain sebagainya dari pemerintah dan rata-rata sopirnya pun bernasib sama karena tak punya kartu BPJS Ketenagakerjaan dan sejenisnya. Kalau diulik lebih dalam pandemi covid-19 ini paling berdampak di sektor Jasa Wisata dan hal tersebut tidak bisa dipungkiri, karena sektor wisata mengandalkan mobilisasi yang pada saat ini harus dibatasi. Seharusnya Pemerintah sebagai pemangku tangan kebijakan dapat memberikan solusi nyata bagi mereka. PPKM sudah ditetapkan dan harus dijalankan untuk dipatuhi oleh masyarakat, namun bagaimana dengan para Pelaku dan Penyedia Jasa Wisata apakah harus pasrah dengan nasib? Adakah uluran tangan dari Pemerintah dan apakah sektor wisata tak lagi prioritas dalam memulihkan ekonomi bangsa? Yang pasti para Pelaku dan Penyedia Jasa Wisata harus bersabar dan menambah atau memperpanjang masa Liburnya di masa pandemi covid-19 entah sampai kapan ini akan berakhir.
Penulis : Wahyu Tri Wibowo
Founder Nine Travel ( Pelaku usaha dan Penyedia Jasa Wisata)
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H