Kemudian ketika mahasiswa hukum tersebut melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan di Pengadilan Agama ataupun Pengadilan Negeri, mereka akan mengalami kesulitan yang serupa. Kesulitan yang mereka hadapi tertuju pada pengambilan keputusan ketika mereka disuruh untuk praktek menjadi hakim. Yang akan menjadi pertimbangan mereka nantinya hanyalah pada undang-undang semata, tanpa memerhatikan aspek sosiologis yuridisnya.
Setelah mereka lulus, mereka hanya akan menjadi hakim yang pasif, menjadi hakim yang tidak bisa berinisiatif. Hakim yang hanya takut untuk bertindak demi keadilan dan hanya terpatok pada undang-undang yang ada. Penegak Hukum seperti inilah yang akan menimbulkan lebih banyak lagi kasus-kasus mafia peradilan, atau putusan perkara ringan yang dibesar-besarkan. Jika hal ini tetap berlanjut, maka sistem peradilan di Indonesia akan mengalami kemosrotan.Â
Nantinya apara pemulung akan dipenjara berpuluh-puluh tahun akibat mengambil barang yang bukan haknya dan koruptor akan tertawa. Agaknya memang tidak hanya sistem pendidikannya yang mengalami difungsional, melainkan juga dari sikap dan sifat para mahasiswanya. Ketika para mahasiswa hukum memilih jalan hanya untuk patuh terhadap sistem tersebut dan mengabaikan kodrat mereka yang sebenarnya, bukan tidak mungkin sistem peradilan di Indonesia yang telah saya sebutkan tadi akan menjadi kenyataan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H