Orientasi:
Pada suatu malam yang gelap, di tepi hutan liar Raden Wijaya merenung, seakan melihat masa depan yang penuh tantangan. Di belakangnya berdiri Sora, Nambi, dan Ranggalawe yang setia mendampinginya.
Komplikasi:
"Kita tak bisa terus-menerus melarikan diri, Raden," ujar Sora dengan nada tegas.
Raden Wijaya menghela napas panjang. "Benar, Sora. Namun kita juga tak bisa melawan Jayakatwang begitu saja tanpa persiapan. Aku harus menemukan tempat aman, tempat untuk merencanakan segalanya," jawabnya.
Dalam pelarian, mereka menemukan perlindungan di desa Kudadu. Kepala desa menyambut mereka dengan salam, menundukkan kepalanya dengan penuh hormat. "Raden Wijaya, kami siap melindungi Tuan dan sahabat-sahabat Tuan di sini. " ujarnya.
Raden Wijaya tersenyum dan membalas dengan nada rendah, "Terima kasih, Kepala Desa. Dukungan kalian adalah harapan baru bagi kami."
Perjalanan pun berlanjut hingga mereka tiba di Sumenep. Di sana, Arya Wiraja menerima Raden Wijaya dengan sepenuh hati. "Raden Wijaya, jika ingin menaklukkan musuh, kita harus memiliki kekuatan yang tak hanya berupa prajurit, tapi juga strategi. Aku akan membantumu," kata Arya Wiraja dengan sorot mata tajam.
"Aku akan mengandalkan bantuanmu, Arya Wiraja," balas Raden Wijaya. "Bantulah aku menemui Jayakatwang, hingga aku bisa mendapatkan tempat di mana aku bisa bersiap dengan baik."
Dengan bantuan Arya Wiraja, Raden Wijaya pun mendapat izin untuk membuka hutan Tarik. Saat itu, ia berdiri di tengah hutan bersama ketiga sahabatnya. Melihat buah-buah maja yang pahit bergelantungan di ranting, ia berkata, "Tempat ini akan kita namai Majapahit."
Dengan semangat yang membara, Raden Wijaya dan sahabat-sahabatnya mulai membangun desa. Ia mendekati penduduk dan menyapa mereka satu per satu, mengajak mereka bergabung. "Mari, saudara-saudaraku! Di sini, kita akan membangun rumah baru. Di sinilah tempat kita bangkit dari keterpurukan," serunya lantang.
Ketika kabar kedatangan pasukan Mongol sampai ke telinga mereka, Raden Wijaya tersenyum penuh strategi. "Pasukan Mongol datang untuk mengalahkan Kertanegara. Mereka tak tahu kalau keadaan sudah berubah," ucapnya, lalu melihat Sora, Nambi, dan Ranggalawe.
"Kita manfaatkan ini, Raden," kata Ranggalawe bersemangat. "Biarkan mereka melawan Jayakatwang. Setelah itu, kita bisa mengusir mereka!"
Saat bertemu panglima-panglima Mongol, Raden Wijaya membungkuk dengan hormat. "Aku membutuhkan bantuan kalian untuk mengalahkan Jayakatwang," katanya, meyakinkan Shih-pi, Ike Mese, dan Kau Hsing. Pasukan Mongol itu setuju tanpa banyak curiga.
Klimaks:
Pertempuran berlangsung sengit. Dari kejauhan, Raden Wijaya menatap pasukan Mongol yang berjuang mati-matian menghadapi prajurit Kediri. Setelah Jayakatwang tumbang, Raden Wijaya berdiri di tengah medan pertempuran dan berteriak kepada pasukannya, "Sekarang giliran kita! Usir mereka dari tanah kita!"
Pertempuran tak terelakkan lagi. Dengan taktik dan semangat yang tak pernah pudar, Raden Wijaya dan pasukannya berhasil memaksa tentara Mongol kembali ke negerinya.
Resolusi:
Pada hari yang dinantikan, tanggal 10 November 1293, Raden Wijaya berdiri di tengah para pengikutnya yang ramai. Di hadapan mereka, ia berkata lantang, "Mulai hari ini, berdirilah Kerajaan Majapahit! Aku, Kertarajasa Jayawardhana, bersumpah akan menjaga tanah ini dan mempersatukan seluruh Nusantara."