Mohon tunggu...
Wahyu Saripudin
Wahyu Saripudin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Trainer di Cahaya Renaisans (training motivasi, publik speaking, kepemimpinan)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Anak Yatim Piatu yang Kreatif dan Sukses

1 Mei 2015   14:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:29 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di pelataran masjid, Si Ujang seorang anak yatim berbadan kurus dan pendek dengan sarung hijau dan kopiah hitam yang dipakinya duduk termenung seorang dirimelihat teman-teman seusianya nya yang sedang asyik bermainmobil-mobilan dengan ayahnya. Dia ingin melakukan hal yang sama seperti temannya itu, namun dia tidak memiliki apa yang dimiliki teman-temannya. Nampaknya dia iri melihat temannya, namun dia hanya melamun dan bertanya-tanya pada dirinya sendiri seolah-olah ada kejanggalan besar dalam hidupnya.

"di mana ya, ayah ku?" dia bergumam sendiri.

Usianya kini sudah menginjak 6 tahun, pengetahuan dan pengalamannya terus bertambah. kejanggalan dalam hidupnya semakin dia rasakan, teman-teman yang lainnya punya seorang ayah, sedangkan dia tidak memilikinya. Setelah melihat asyiknya teman-temannya bermain bersama ayahnya. Rasa penasarannya semakin menggebu-gebu, dia ingin mengetahui dimana ayahnya. Dia pun pulang menghampiri ibu nya yang sedang membaca Qur’an di kursi warna coklat yang terbuat dari bambu.

"Bu.. bu, udah dulu baca qur’annya” pinta si Ujang.

“shadaqallahul’adzim, iya sayang ada apa?” sambil menutupkan Qur’annya yang sedang dibacanya.

“Bu, temanku mereka bermain mobil-mobilan di halaman masjid sama ayahnya, keliatannya seru sekali bu. Aku pengen bermain sama ayah bu, tapi aku belum pernah melihat ayah. Dimana bu ayah aku?  Aku punya ayahkan bu? aku ingin kaya temanku main bareng sama ayahnya" tanya si Ujang.

si Ibu terhentak, kaget dengan pertanyaan anaknya itu, karena si ibu belum pernah menjelaskan keberadaan ayahnya yang sudah meninggal ketika anaknya dalam kandungan, dia menganggap anak sekecil itu tidak akan mengerti kalau di beritahukan pun, namun sekarang anakku sudah memahaminya, dia mencari ayahnya. sambil mencucurkan air mata si ibu pun merangkul anaknya.

"sini anak ku, sini sayang. ibu ceritrain tentang ayah mu ya.  iya sayang kamu punya ayah kok. ayah mu orang yang sangat hebat nak dia suka menolong orang, dia ganteng kaya kamu, pasti ayahmu sekarang sedang melihat kamu" sambil membelai rambut anaknya.

"sekarang melihat aku gimana bu, di mana ayah melihat aku? aku pengen bermain bersama ayah kaya teman-temanku" tanya si Ujang dengan penuh penasaran.

"sayang, dengerin ibu ya, dulu waktu kamu dalam perut ibu, ayah mu meninggal dunia, sayang" (sambil mencucurkan air mata yang tak terbendung).

"meninggal bu?, kaya kakek temanku itu bu, di masukin ketanah? Lalu Bu, kenapa ayah bisa meninggal bu" tanya si Ujang sambil memeluk ibunya.

" iya sayang, pokoknya ayah mu hebat nak, ayah mu meninggal sedang membantu banyak orang, beliau terpeleset dan jatuh kesungai, waktu itu hujan sangat deras dan air di sungai yang dekat masjid itu meluap, airnya banyak sekali sampai banjir, ayah mu dan pengurus RW pergi kebendungan sungai itu mau membuka saluran irigasi air yang tertutup. karena kalau tidak di buka air akan terus meluap ke rumah-rumah warga. ibu melihat di depan rumah ini melihat ayah mu hujan-hujanan menuju bendungan itu, setelah ayah mu membukakan pintu air di bendungan itu, ayahmu hendak kembali ke rumah dan melintasi jembatan kecil lalu ayah terpeleset dan terjatuh ke sungai terbawa arus air yang besar itu, pengurus RW tidak bisa berbuat apa-apa karena air yang begitu deras. Ibu melihatnya sendiri nak, ibu melihatnya..!". Air mata si ibu terus mengalir tak tertahankan. si Ujang menatapi ibunya yang menangis dan mengusap air mata ibunya yang tersu mengalir.

"ibu jangan nangis, ibu, aku jadi sedih ibu, udah jangan nangis bu…". pinta si Ujang.

" iya, sayang. Makanya ibu selalu marahin kamu kalau main ke sungai, ibu takut kamu jatuh kaya ayah mu. Nak…! Sayang, kamu harus jadi anak soleh ya, rajin menolong orang seperti ayah mu, doain ayah mu dan ibu juga ya nak?" pinta si ibu.

"iya bu, iya aku akan doain ayah dan ibu, ibu jangan menangis ya, kan ada aku yang hebat kaya ayah". si ibu tersenyum melihat anak kecilnya yang begitu tegar.

“kamu dah makan sayang?” Tanya si Ibu.

“belum bu, makanannya gak enak ah, masa lauknya tempe lagi tempe lagi…” renggek si Ujang.

“eit, kamu gak boleh gitu sayang, kita harus bersyukur masih ada makanan yang bisa di makan. kemaren waktu kepasar sama ibu, kamu lihatkan ada orang yang minta-minta itu? Dia terus nyari makanan sisa di tong sampah. Ayo kamu mau gak, makan yang ada di tong sampah?” tanya si ibu kepada si .Ujang

“engga lah, bu. Iya deh gak papa Cuma sama tempe juga, ayo makannya pengen di suapin sama ibu.” Pinta si anak, sambil menarik-narik kerudung panjang ibunya. Si ibu pun menyuapinya.

Selesai makan, si ibu menyapu rumah, dan si anak duduk di kursi berwarna coklat yang terbuat dari bambu, si ujang tampak seperti orang dewasa yang sedang melamun. “hey, nak… kamu malah melamun, ayo main sana” bentak si ibu.

“gak, bu ah. Aku mau main apa? Teman-teman ku, mereka pada punya mobil-mobilan sedangkan aku engga. Beliin aku mobil-mobilan dong bu…” jawab si Ujang sambil merengek minta dibelikan mainan mobil-mobilan.

“sayang, ibu gak punya uang, makanya itu kamu tadi makan Cuma sama tempe saja kan?” jawab si ibu.

Si Ujang tak bergeming, melanjutkan melamunnya. Si Ibu pun merasa kasihan dengan anaknya. Namun, apa daya dangan tak sampai memeluk gunung. Si ibu yang bekerja serabutan, kadang ada pekerjaan kadang tidak, di tambah sering sakit-sakitan penyakit TBC nya yang semakin parah. Si ibu, teringat suaminya dulu pernah membuat mainan mobil-mobilan dari bamboo dan ban nya dari sandal jepit bekas. Dalam hatinya dia berkata: “ya Allah aku akan selalu bersyukur dengan rizki yang telah kau berikan kepada kami, bagaimanapun itu. Hari ini, anak ku menanyakan ayahnya, andai saja ada ayahnya mungkin dia tidak akan bersedih, melamun sendirian. Tapi mudah-mudahan kondisi seperti ini akan membuat dirinya terlatih untuk mengarungi dunia yang ganas ini, semoga dia kelak tumbuh menjadi anak yang bersyukur, dan menjadi anak shaleh”.

Si ibu, pergi ke tempat sampah, mencari sandal bekas, dan kaleng susu bekas, buat bahan untuk bikin mainan mobil-mobilan. “aku akan mendidik anakku, dengan ketidak berdayaan ini supaya dia menjadi anak yang kreatif” gumamannya dalam hati. Akhirnya, dia menemukan sandal dan kaleng bekasnya. Dia pun kembali kerumah dan memanggil anaknya.

“nak, nak, sini sayang. Liat ibu bawa apa ini?” teriak si ibu memanggil anaknya.

“iya, ibu. Bawa apa itu bu?” Tanya si Ujang.

“ibu, bawa ban mobil-mobilan, dan kelaksonnya. Nih…” jawabnya, sambil nyerahin sandal jepit dan kaleng susu bekasnya. yang dibungkus kresek (pelastik) hitam.

Dengan penasaran sianak pun membuka kresek hitam itu. “ah dasar, ibu boong. Masa sandal jepit dibilang ban mobil-mobilan” dengan muka kesal si anak melemparin kresek hitam itu.

“eh, kok di lempar. Sini, sayang. Dulu, ayah mu suka buat mobil-mobilan dari bamboo, bannya dari sandal jepit kaya gini, dan kaleng ini yang akan bikin bunyi, trok, trok, trok nanti. Nah, sekarang kamu buat mobil-mobilan kaya ayah mu, kan pengen kaya ayah, hebat katanya” rayu si ibu.

“oh, gitu ya bu, iya-iya bu, tapi aku gak bisa bu….” Jawab si Ujang.

“iya sini, yuk. Ibu ajarin, meskipun ibu belum pernah buat, mudah-mudahan ibu bisa. Kan buatnya sama kamu yang hebat kaya ayah.” Si ibu pun, mengajari anaknya apa saja yang harus dilakukannya. “nah sekarang, kamu bikin, sandal jepit ini menajdi bulat seperti ban ya… di bikin menjadi enam, ibu buat rangka mobilnya dari bamboo, ya… ”. Pinta si ibu ke Ujang.

Merekea pun membuat mobil-mobilan dari bambu bersama-sama. Dengan penuh kesabaran si ibu mengajarkan membuat mobil-mobilan dari bambu dengan bannya dari  karet sandal jepit bekas dan kaleng susu yang di simpan ditengah bodi mobil dan dipukul oleh kayu kecil yang ikut berputar kalau ban nya berputar. Akhirnya. Mainan mobil-mobilan dari bamboo itu telah jadi. Dengan bangga si anak memamerkan keteman-temannya sebagi karyanya sendiri. Ternayata mobil miliknya memang lebih unik di banding mobil-mobilan yang dibeli dari pasar. Sehingga teman-temannya menginginkan mobil sepertinya. Si anak yatim itu pun, membuat lagi bersama ibunya untuk teman-temannya. Kreativitas si anak tumbuh dengan progress sehingga dia bisa memanfaatkan limbah-limbah yang dianggap orang tidak berguna menjadi berguna. Begitupun selanjutnya, tatkala mainan pistol-pistolan ramai di mainkan anak-anak seusianya dia mencari cara untuk bisa membuat hal serupa dengan tidak mengeluarkan biaya. Dia pun membuat pistol-pistolan dari batang daun pisang dia memotongnya dan di buatnya dengan bunyi “tek, tek tek…”. Jika musimlayang-layang tiba, daya krativitas dia pun muncul di otaknya bukan ingin membeli tetapi mencari cara untuk membuatnya. Lambat laun daya kreativitasnya begitu meningkat seiring dengan terus bertambah usianya. Dia sudah berusia delapan tahun dan beru memasuki bangku sekolah SD. Otak wirausahanya pun tumbuh, sekarang mainan-mainan yang dibuatnya di jual kepada teman-temannya sehingga dia bisa membantu ibunya.

Penyakit TBC si Ibsu semakin parah, hidupnya di ujung tanduk. Di sepertiga malam  yang sunyi hanya bunyi serangga. Setelah salat tahajud, si ibu merasa sangat sakit di dadanya. Dia pun berbaring dengan mukena yang masih di pakainyadan memanggil anaknya. “ nak, nak sini nak….” Panggil si ibu.

Si Ujang yang sedang tidur, terbangun dengan panggilan ibunya. Dia pun menghampiri ibunya. Dia membawakan air minum untuk ibunya “ ini, minum bu, ibu keliatan capek sekali bu?” si anak memberikan air minum dan duduk di samping ibunya yang terbaring lemas.

“iya sayang, ibu capek. Batuk berdarah- terus menerus. Ibu sudah tidak kuat, nak. Nak, ibu berpesan kepadamu. Kamu harus jadi anak soleh ya, jangan lupa shalat, sekolah yang rajin, terus bekerja keras, dan jadi orang yang bermanfaat bagi yang lain ya…kho, kho” si ibu berpesan kepada anaknya sambil terus batuk  berdarah yang tidak ada hentinya.

“iya bu, iya. Ibu harus sembuh, ya..” jawab si anak sambil mijit tubuh ibunya yang hanya tinggal kerongkongnya saja.

“sayang, ibu sudah tidak kuat. Ibu rasanya akan menyusul bapak mu nak menghadap sang maha kuasa. Rasanya malaikat tengah mencabut nyawa ibu. Sayang kamu jangan takut dan jangan khawatir ya, kamu punya Allah yang maha hebat. Nanti kalau ibu sudah tiada kamu tinggal sama paman mu ya, atau kamu minta bantuan pak RW. Nanti kamu datangi pak RW dan berikan surat ini kepada pak RW ya nak. terus, Awas jangan tinggalkan shalatmu sayang ya… khoo.khoo.., ya nak ya, maafin ibu ya tidak bisa membahagiakan mu, kamu harus kuat nak,,. ah…, ah..” si ibu tengah sekarat, malaikat ijrail sedang mencabut nyawanya, merlirih kesakitan.

Si Ujang pun menangis, seorang diri menyaksikan sekrat sang ibu. “iya, bu. Bu jangan tinggalin aku… bu. Ibu harus sembuh bu”.

Nyawa si ibu sudah sampai ditenggorkan si ibu terus mengucapkankalimah . “Allah, Allah, Allah, Allah, laaa ila ha illallah muhammadurrasulullah…..” akhirnya nyaawa si ibu di cabut oleh sang maha kuasa.

Si anak menangis seorang diri dan kebingungan harus melakukan apa. Akhirnya dia lari kerumah pak RW. Dengan napas yang masih “ngos-ngosan” dia mengetuk rumah pak RW. “assalamulaikum, assalamulaikum… pak RW…?”

Pak RW pun terbangun, sembari menggrutu “siapa sih, malam, malam begini”. Iya, iya bentar. Dia membukakan pintunya, “ujang, ada apa jang, malam malam begini?” Tanya pak RW.

“ibu, ibu, ibu pak RW.” Dengan suara yang terbata-bata.

“sini-sini, sok duduk dulu, minum dulu, tenang, tenang adapa dengan ibu mu?”

Si ujang pun menjawab sambil menangis “ibu, meninggal pak RW”.

“innalillahi wainna ilaihi roji’un… ayo, ayo kita kerumah mu” pak RW pun membangunkan istrinya. Dan beranjak kerumah si ujang.

Mayat yang terbujur kaku dengan mukena yang di pakainya. Istri pak RW pun langsung menutupi mukanya dengan kain. Sedangkan pak RW mengumumkan berita duka itu di sepeaker masjid dan menelpon saudara satu-satunya ibu si ujang  yang berada di luar pulau.  Akhirnya mayatpun langsung di kuburkan saja tanpa menunggu kedatangan saudara satu-satunya itu.

Si Ujang hidup seorang diri, Pak RW mengurusinya. Dia tinggal di rumah pak RW. Seminggu kemudian saudara ibu si ujang (paman si ujang tiba). Dia berziarah kubur, dan setelah lama pak RW menceritakan isi surat yang di wasiatkan oleh ibu si Ujang. Intinya menitipkan anak semata wayangnya kepada saudara laki-lakinya itu. Namun, pamannya si ujang itu tidak bisa mengurusi si ujang karena hidupnya yang sama-sama susah dia tinggal di Kalimantan jika si ujang di bawa kesana dia tidak akan betah dan khawatir si ujang tidak bisa sekolah karena tinggal di pedalaman. Pamannya pun meminta bantuan pak RW untuk mencarikan tempat yatim piatu. Namun, pak RW keberatan jika si ujang di ke rumah yatim piatu kan. Akhirnya pak RW memutuskan untuk mengurus si ujang, mengangkatnya sebagai anak asuh.

Si ujang tinggal bersama keluarga pak RW, tak terasa usianya terus bertambah. Pak RW mengarahkan kreativitas si ujang dengan mengjarkan bisnis. Mainan-mainan yang dibuat si ujang di pasarkan di rumahnya. Hasil keuntungannya oleh pak RW di tabung untuk si ujang dewasa nanti.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, begitupun tahun terus silih berganti. Usia si ujang sudah menginjak dewasa. Si ujang sekolah dengan penuh prestasi dan penghargaan. Akhirnya setelah lulus SMA si ujang mendapatkan beasiswa ke ITB bandung untuk melanjutkan studinya. Pak RW pun mendukungnya dan menyerahkan tabungan yang dikumpulkan dari hasil kreativitas si ujang.

Berbekal didikan ibu nya yang solehah dan kreatif, si Ujang tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, soleh dan berwibawa. Di ITB dia mengambil jurusan Manajemen Bisnis. Dengan daya kreativitasnya yang tinggi dan kecerdasannya dia menjadi mahasiswa yang berprestasi sehingga mendapatkan beasiswa ke Harvard University Amerika. Dia melanjutkan studi S2 nya di sana.

Dia pun sukses, dan kembali ke Indonesia dengan berbagai pengetahuan dan jaringan bisnisnya. Dia menjadi orang sukses memiliki perusahaan besar. Dan memiliki rumah yang sangat mewah.

di rumah yang sangat mewah itu di dalamnya diisi oleh anak-anak yatim yang senasib dengannya dan di muliakan dan dibahagiakan hidupnya. Dia menjamin semua kebutuhan anak-anak yatim itu sampai kuliah. Dia ingin mencetak ujang-ujang yang lainnya, berbekal didikan sang Ibu meskipun hidup penuh dengan keterbatasan tetapi bisa menggapai kesuksesan dan bisa membesarkan orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun