Yogyakarta, Wahyu Putra Sejati - Ini fotoku di pantai liang, yang berjarak sekitar 125km dari pusat kota ambon. Aku pake topi berwarna biru dan celana pendek dengan warna biru juga biar matching. Kaos dan sandal jepitku juga memiliki warna yang senada, yaitu hitam. Foto ini diambil udah lama sih, kira-kira tiga tahun yang lalu.
Yang fotoin si firman, temenku orang balikpapan. Aku sendiri berasal dari kota pelajar, yogyakarta. Aku dan firman bisa akrab karena sama-sama merantau di ambon dan tinggal satu kosan. Kita kesana pinjam motor nya mas bernard seniorku di kantor, motornya honda revo irit banget bensin nya. Memang saya pernah membaca sebuah artikel, honda revo ini bisa tembus 100KM untuk setiap liter bensin, ternyata artikel tersebut bukan isapan jempol belaka.
Sedikit cerita mengenai mas bernard, dia asli depok jawa barat namun memiliki istri orang ambon. Waktu tau dia pertama kali tau kalo ditempatkan kerja di ambon, dia begitu terpukul hingga jatuh sakit.
Mas bernard pernah berujar pada temanya, kalo dia gak mau punya istri orang ambon. Seperti pepatah lama jaman kerajaan majapahit, hati-hati dengan apa yang kau ucapkan karena bisa jadi kau akan menelan ludahmu sendiri.
Benara saja, tak selang berapa lama mas bernard kepincut akan kecantikan paras wanita asli ambon hingga akhirnya mereka menikah dan menetap tinggal di ambon. Sungguh unik ya hidup ini kawan.
Si firman naik motornya ugal-ugalan, aku sebenarnya takut tapi tetap berusaha cool selama perjalanan. Dia berusaha mengajakku ngobrol agar tidak merasa bosan karena perjalanan yang jauh, namun hanya ku jawab iya iya aja karena gak kedengeran cuy suaranya kalah sama angin yang berhembus.
Akhirnya setelah menempuh 1.5 jam perjalanan sampai lah kita di Pantai Liang, masuknya bayar Rp3.000 per orang sudah termasuk parkir motor. Murah sekali untuk ukuran pantai sebagus itu.
Wow, adalah kesan pertama ketika melihat kejernihan air dan kebersihan pasir putih di Pantai Liang. Sungguh pemandangan yang tidak pernah saya temui ketika hidup di pulau jawa.
Hembusan angin sepoi-sepoi disertai dengan sapaan halus pedagang-pedagan pesisir pantai yang menjajakan rujak natsepa dan berbagai macam gorengan menghiasi syahdunya suasana Pantai Liang siang itu.
Kami memutuskan untuk mencoba rujak natsepa beserta air kelapa murni dari pohon sekitar Pantai Liang. Benar-benar serasa di surga, cuma kurang 7 bidadari aja nih yang gak mengelilingi kami heheheÂ