Semua manusia pasti memerlukan uang untuk melanjutkan kehidupan, kecuali mereka yang masih memegang teguh ajaran-ajaran lama, petuah nenek  moyang, serta mereka yang sudah naik maqom paling tinggi.Â
Kalau masih manusia amatiran, pasti butuh uang. Jangankan untuk makan, mengeluarkan isi perut saja perlu uang.Â
Tapi bukan karena hal itu menjadikan manusia bermental rupiah. Jangan karena hidup membutuhkan uang, segalanya harus dinilai, ditimbang dan ditebus dengan uang. Tidak seperti itu konsep kemuliaan. Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi.
Antara lain adalah perkara yang bernilai sosial, yang jika itu juga dirupiahkan akan memberikan kesan dan stigma negatif. Misalnya menolong orang harus dilakukan karena rupiah. Itu jadi persoalan hidup.
Menolong orang adalah perbuatan mulia, jangan hinakan kemuliaan itu dengan rupiah yang tak seberapa. Memang semua yang dikorbankan memberikan rasa nano-nano. Ada yang merasa menolong orang itu dengan rasa kebahagiaan, tetapi ada pula yang sebaliknya. Semua tergantung kebersihan hati.
Perkara itu harus mengalami proses riyadhoh yang panjang. Perlu latihan yang sering agar hati menjadi terbiasa menghadapi perkara tersebut.
Pesan para guru, jangan sampai hati terpaut dengan rupiah. Apalah arti angka jika hidup tidak bermakna. Sedangkan sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat, mungkinkah manfaat itu diperoleh dengan hati yang terpaut pada kertas yang bernilai?
Mungkin ini adalah tulisan kontradiksi, antara kebaikan konsep hati dan realita kehidupan manusia. Semuanya ada kemungkinan, tergantung hal yang mendominasi hati.***