Beberapa tahun silam, ada peristiwa yang mengerikan, dimana nyawa ternyata lebih murah dibandingkan uang dua ribu rupiah.Â
Ingat betul, kejadian itu disebabkan soal lahan parkir. Orang-orang memperebutkannya, tidak peduli kalau nyawa jadi taruhan.Â
Dalam waktu dekat ini, sekiranya sebulan berlalu, di Kalimantan, ada keributan soal lahan parkir. Liarnya, berita itu menyebar tanpa filter, seolah-olah bentrok yang terjadi ada sentimen etnis di sana.Â
Sebenarnya ada apa dengan lahan parkir? Mengapa ia diperebutkan begitu keras oleh orang yang berkecimpung di dalamnya?
Ada beberapa alasan.Â
Pertama, lahan parkir layaknya saham di suatu perusahaan. Ada bagi hasil di sana, semua orang hidup dari pungutan dua ribu rupiah.Â
Pemilik lahan dapat untung, begitu pun pelanggan toko, pemilik toko, terutama juru parkir dan keluarganya.Â
Bayangkan saja, dalam sehari, seorang juru parkir bisa menyalip gaji guru honor.Â
Bukan merendahkan guru, tapi fakta di lapangan demikian adanya. Wajar saja orang-orang rela mati demi mempertahankan lahan parkir.Â
Kedua, siklus kehidupan berlangsung di sana. Seperti yang sudah disebut di awal, bahwa yang menikmati hasil parkir itu bukan seorang saja, jika dilebarkan dalam kaca mata yang lebih luas, penikmat hasil parkiran itu bisa satu generasi.Â
Ketiga, dalih keamanan. Parkir itu ada bertujuan untuk mengamankan, baik dari sisi kriminal maupun nilai estetika di lapangan.Â
Tidak sedikit pemilik toko bersyukur adanya juru parkir, sebab membantu para pelanggan dalam urusan perparkiran, disamping turut memberikan cita rasa aman dalam usahanya tersebut.Â
Namun, namanya manusia, keimanannya fluktuatif. Tidak puas dengan satu ladang, pasti dia mencari ladang-ladang rupiah lainnya.Â
Makanya dikenal dengan istilah juru parkir liar. Konsep premansime pun mulai berlaku disini, siapa yang duluan berkuasa, lebih lama, lebih kuat, maka dia yang berhak memungut uang keamanan dari masyarakat.Â
Padahal, parkir itu punya aturan. Hal-hal yang tertulis saja banyak, apalagi aturan berupa norma yang harus dipatuhi.Â
Parkir itu menjaga, bukan memberikan ketakutan.
Juru parkir mengamankan, tapi sekarang banyak mereka yang diamankan. Alasannya satu, karena melanggar aturan yang berlaku.Â
Juru parkir adalah pahlawan. Dia pejuang yang tangguh untuk keluarganya, selama tidak menerapkan konsep premanisme.Â
Jangan takut, premanisme tidak pernah cocok untuk digunakan pada daerah manapun.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H