Anak-anak yang baru lulus sekolah sangat euforia sekali dengan kelulusannya. Corat-coret baju menjadi kebiasaan tahunan dan bahkan dianggap sebagai hal yang lumrah. Aneh sekali, mengapa ada orang yang menganggap perbuatan itu sebagai perbuatan yang biasa?
Di luar sana, masih banyak anak-anak terlantar yang sebenarnya ingin sekolah, namun terkendala problematika ekonomi. Seharusnya, para pelajar yang lulus tersebut merayakan kelulusan dengan bersyukur dalam wujud yang lebih baik. Santunan, selamatan, atau melakukan pengabdian skala mikro di masyarakat. Itu jauh lebih berguna dan bermanfaat.Â
Gerbang berikutnya setelah lulus sekolah, banyak dari mereka melanglang buana di penjuru negeri. Ada yang melanjutkan studi, ada pula yang mencoba keberuntungan di dunia kerja. Konon, negeri ini penuh dengan misteri. Hanya mereka yang punya koneksi dan relasi orang dalam yang mendapatkan pekerjaan.Â
Ah, tentu saja tidak mungkin. Bukankah negeri ini telah menghapus istilah KKN, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme? Tentu saja semua orang punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan. Semua bisa bekerja sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.Â
Baiklah. Itu adalah teori terindah yang pernah didengar oleh pejuang amplop coklat. Nyatanya, banyak dari mereka lulusan sekolah yang mati-matian berjalan dibawah terik mentari untuk mencari kerja, mengantarkan lamaran dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya.Â
Anak pejabat, pegawai terhormat, hingga kolega yang punya koneksi di perusahaan ataupun instansi plat merah, mudah sekali bekerja. Lulusnya sama-sama, gajiannya masing-masing.Â
Apalah arti seorang anak petani kampung, yang datang mengadu nasib di ibu kota. Apalah daya anak tukang jamu yang bisa bersekolah saja sudah bersyukur.Â
Negeri ini penuh misteri. Teori dan fakta saling kontradiksi. Katanya, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Nyatanya, keadilan bagi orang atas yang berduit saja.
Salah generasi muda juga ada. Mereka terlalu menaruh harapan yang besar pada pemerintah. Berharap, setiap tahun lapangan kerja selalu terbuka lebar. Ia lupa, setiap tahun juga, jutaan anak sekolah lulus dengan menggenggam kemampuan yang beraneka ragam.Â
Setiap waktu, perkembangan dunia santat pesat. Jika dulu melamar kerja harus berpeluh keringat mendatangi satu per satu perusahaan yang hendak dilamar, kini cukup dari rumah, semua perusahaan dapat di-apply.Â